Ketika kondisi pandemi ini, kita seakan dituntut memikirkan hobi yang menyenangkan untuk mengusir kebosanan. Ada banyak cara yang bisa ditempuh, bermusik, melukis, menyulam, dan lain-lain.Â
Saya sendiri yang kini bekerja sebagai freelance copywriter memilih untuk menjalani hobi yang sama sekali tidak berhubungan dengan pekerjaan saya. Alasannya sederhana, agar hari-hari tak menjadi monoton. Saya memilih: berkebun.Â
Di sepetak tanah depan rumah, saya dan suami menanam beberapa jenis tanaman hias. Nah, karena intens merawat tanaman sejak #dirumahaja sebulan ini, saya menemukan bahwa hobi ini bukan hanya menyejukkan mata namun membawa perenungan tentang kearifan hidup.Â
Tepatnya, ada 4 hal yang saya hayati usai sebulan ini melakukan pengamatan terhadap pola hidup tanaman.
Plant Dormancy
Poin ini sengaja saya taruh di urutan pertama sebab bagi saya pribadi membawa sebuah pesan sarat makna. Plant Dormancy atau Dormansi Tanaman bisa diartikan sebagai suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup sebagai tanggapan atas keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal.
"Dormancy refers to a period in a plant's life cycle when the plant enters a period of rest."
Bisa dibilang, dormansi adalah periode istirahat bagi tanaman. Sebagai makhluk hidup yang sangat bergantung dengan musim dan kondisi sekitar, ada kalanya tanaman dengan sadar memilih untuk menghentikan atau melambatkan tumbuh kembangnya demi bertahan hidup.Â
Periode dormansi kadang ditandai lambatnya pertumbuhan daun dan batang, namun tanpa kita sadar akarnya dalam tanah sedang menguat.
Pemahaman ini semacam kontra produktif apalagi jika kita sandingkan dengan nilai-nilai modern zaman now yang terus mendorong kita giat mengembangan diri yang nantinya ditandai dengan setumpuk pencapaian dan pengalaman. Padahal, di saat yang sama kita mungkin belum benar-benar matang 'di dalam'. Secara emosi dan prinsip-prinsip hidup.
Itulah mengapa poin ini menarik sekali buat saya dan menjadi pengingat untuk memanfaatkan waktu #dirumahaja bukan sekadar produktif mengembangkan 'daun dan batang' yang diwakili dengan aktivitas yang terlihat terutama di media sosial, tapi justru menguatkan apa yang 'di dalam'. Relasi keluarga, wawasan, bahkan iman.
Tumbuhlah dalam diam
Bagian yang membuat hobi bercocok tanam ini membuat ketagihan adalah kejutan gulungan daun atau munculnya tunas. Mereka bertumbuh sepenuhnya dalam diam, perlahan, dan pasti.Â
Semua disimpan sendiri sampai terasa ada momen yang terbaik untuk menunjukkan hasilnya. Entah bunga yang merekah dan mengembang sempurna atau daun yang sangat segar dan terbuka seutuhnya.
Pola serupa bisa kita adaptasi, agaknya. Bertumbuh tanpa terlalu berisik. Simpan baik-baik rencana ke depan, dan orang-orang akan lihat sendiri di waktu yang tepat, hasil segala usaha diam-diam kita di balik layar
Kebutuhan yang berbeda
Saat awal merawat tanaman saya pikir frekuensi penyiraman bisa disamakan. Selain itu, dengan mengandalkan ingatan materi Biologi saat SMP, saya pikir semua tanaman akan tahan ditaruh di bagian depan rumah yang tidak dinaungi atap.Â
Ternyata, setelah melalui beberapa 'kegagalan' saya jadi paham setiap tanaman punya kebutuhan air dan intensitas sinar matahari yang berbeda. Bukan hanya air dan sinar matahari, setiap tanaman memiliki media tanam favorit masing-masing untuk menolongnya optimal bertumbuh.
Selain itu, setiap jenis tanaman juga memberi tanda keberhasilan perawatan yang unik dan berbeda. Sebagian tanaman akan memberi kode bahwa perawatannya tepat, dengan batang yang menguat. Sebagian yang lain dengan rajin memekarkan bunga.Â
Ada juga yang lewat tanda warna hijau pekat atau dengan daun yang kian lebat.
Hal yang persis sama berlaku untuk kita, bukan? Kita ini semacam tanaman hanya dengan perasaan yang jauh lebih kompleks. Namun sungguh, kita punya kebutuhan yang berbeda dan kita punya indikator keberhasilan pertumbuhan yang juga tidak sama.
Artinya, membandingkan diri dengan sesama itu memang perkara sia-sia.
Jangan lupa perbesar potnya!
Ada beberapa tanaman yang sempat bermasalah proses pertumbuhannya. Awalnya saya kira hal itu karena air dan sinar matahari. Namun setelah diamati lebih dekat, ada beberapa ruas akar yang mulai ke luar dari permukaan tanah.Â
Setelah mengumpulkan beberapa informasi, saya dan suami memutuskan untuk melakukan repotting ke pot yang lebih besar.
Ternyata benar, tanaman itu menjadi lebih sehat. Dia tidak pelit-pelit lagi untuk mengeluarkan daun-daun segar.
Hal ini menjadi refleksi pribadi saya. Saat saya sedang mendapati hidup saya stuck, atau sulit berkembang, jangan-jangan saya memang abai memperbesar potnya lebih dulu.Â
Hal ini bisa berlaku di karier, misalnya. Mungkin saya tidak mendapat peningkatan gaji karena saya tidak memperbesar kapasitas saya untuk skill-skill penunjang lain.
Kita bisa mulai cek, jangan-jangan kita sedang terhenti menuai bukan karena dormancy di poin pertama. Namun karena kita lupa untuk memperbesar kapasitas kita dalam menabur. Dengan memperbesar 'pot' kita, ada keleluasaan yang membuat pertumbuhan kita makin terdukung.
Pada akhirnya, alam memang selalu tangguh untuk mengirim pesan ke manusia. Bisa lewat kejadian dahsyat, bisa juga penuh kesederhanaan lewat taman depan rumah.
Selamat menjalani #dirumahaja dengan produktif dan penuh makna!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H