Mohon tunggu...
Claudya Elleossa
Claudya Elleossa Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pencerita

Seorang ASN dan ibu, yang sesekali mengisi pelatihan menulis dan ragam topik lainnya. Bisa diajak berinteraksi melalui IG @disiniclau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tugas Semua Profesi, dari Pemilik Warteg hingga PNS, Memanusiakan Orang Lain

26 Oktober 2018   20:38 Diperbarui: 29 Oktober 2018   21:26 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berselang dari kepulangan saya kembali ke tempat kerja, telepon berdering. Petugas PNS yang sedari awal membantu saya mengurus perizinan menelpon dengan nada marah. Dia penuh emosi ketika mempertanyakan mengapa semua persyaratan tidak ditinggal di kantor.

"Mbak itu sudah kerja masak begini saja tidak tahu"

"Saya tidak mau tahu mbak harus ..."

"Saya ini sudah membantu lho ya mbak, kok mbak mempersulit saya"

Beberapa pernyataan darinya bagi saya sangatlah humiliating (saya kebingungan mencari kata Bahasa Indonesia yang tepat untuk mewakili). Usai menutup telepon saya gemetar hingga teman saya ikut terkaget dengan respons saya yang ada di antara kaget, sedih, dan marah.

Dengan beberapa usaha, saya akhirnya sudah menguruskan ke bagian yang terkait tentang keluhan ini sehingga agaknya di sini tidak perlu dirincikan lebih jauh letak "kekejaman" kalimat-kalimat itu. Namun satu hal garis besarnya, dia tidak memanusiakan saya.

Antara Pemilik Warteg dan PNS itu

Kadang seseorang merasa berhak untuk bertindak seenaknya karena menganggap orang lain membutuhkannya serta lebih rendah darinya. Tidak lebih pintar, tidak lebih terhormat, dan tidak lebih kaya.

Ibu warteg tadi bisa saja membela diri, mengabaikan pendapat saya, atau jadi tersinggung ketika saya tidak menghabiskan tahu gorengnya. Namun ia justru memperlakukan pembelinya dengan baik, seperti selayaknya manusia yang punya selera yang berbeda. Tidak lebih tinggi namun juga tidak lebih rendah.

Petugas PNS tadi sepenuhnya berbeda, dia tahu persis bahwa saya membutuhkan surat darinya, dan kemudian itu agaknya membuat dia merasa layak untuk tidak menganggap saya sebagai manusia yang punya hak untuk bicara (sebab di telepon 5 menit 22 detik itu dia tidak berusaha mendengar apalagi menyimak saya dan hanya fokus dengan emosinya).

Apa yang terjadi secara kontras berbeda hari itu mengajari saya, bahwa pekerjaan apapun dengan latar belakang apapun akhirnya bermuara pada satu kewajiban yang sama: memanusiakan orang lain. Bahwa sesama kita memiliki pemikiran, selera, dan hak berpendapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun