Malam itu saya tutup dengan syukur sebab setidaknya saya memanfaatkan seharian dengan amat maksimal dan merasa strategi "mencari teman main baru" adalah salah satu keputusan terbaik dalam pelesir saya.
Bonus perjalanan
Esok harinya, dengan dress casual abu-abu saya diantar oleh ojek online untuk menuntaskan rasa penasaran saya terhadap beberapa kedai kopi. Saat ada di Kopi Phoenam, mas Herman menghubungi dan bertanya keberadaan saya dan menawarkan untuk menemani saya. Respons pertama saya sangatlah spontan penuh tawa: "sebagai teman ya mas, aku uda ga kuat bayar."Â
Dia seperti style-nya tidak banyak merespons lalu tiba-tiba sudah sampai di kedai kopi itu dan menemani saya meneguk kopi susu super nikmat. Singkat cerita, hari itu kami habiskan dengan kuliner (hingga perut saya rasanya mau meledak!), dan mengunjungi Benteng Rotterdam, Benteng Sumba Opu, dan Menara Pembebasan Irian Barat.
Sejujurnya saya terkaget dengan tawarannya menemani saya seharian di hari kedua, padahal itu tidak termasuk "kontrak teman main" kami. Tapi saya menyadari sesuatu, ketika tuntas berpetualang di Makassar, bahwa sedari kaki kami berbecek bersama, sebenarnya kami sudah menjadi teman yang tak lagi memusingkan "kontrak" yang awalnya berdasarkan kepentingan saling menguntungkan.
Walau pilihan ini sempat ditertawakan oleh orang yang merasa solo backpacker adalah alasan untuk angkuh dan menyewa "tour guide" adalah pilihan cemen, pada akhirnya saya bisa berbangga bahwa saya menemukan satu teman baru yang sampai hari ini kami masih sesekali bercakap, dan siapa tahu ada waktu kami main bersama lagi.
Sebuah Konklusi
Perjalanan ini setidaknya mengajarkan saya beberapa hal. Pertama, bahwa mengajak orang lokal untuk bermain adalah pilihan super tepat. Mereka mengetahui medan, memahami estimasi waktu, dan pastinya sebagai tuan rumah, mereka akan dengan senang hati menunjukkan seluk beluk menyenangkan dari sebuah tempat. Jika Anda memiliki rencana untuk ke sebuah tempat baru, tidak ada salahnya mencoba mencari orang lokal sebagai teman main seharian.Â
Kedua, atas rasa sakit hati sebab ditertawakan atas pilihan ini, saya belajar bahwa sejatinya setiap orang memilki style nya sendiri dalam jengkal perjalanan. Maka tidaklah seorangpun memiliki hak untuk sombong merasa satu tipe perjalanan adalah yang terbaik. Pergi berkelompok, pergi sendirian, pergi dengan orang asing, pergi dengan pasangan, semua memiliki warnanya sendiri. Â Dan terakhir, bahwa kecintaan terhadap hal yang sama ditambah maksud untuk menjalin pertemanan akan memudahkan kita menjalin relasi yang berkelanjutan.
Untuk mas Herman, teman main saya di Makassar, terima kasih! Atas traktiran Palu Basa, pinjaman Jas Hujan yang sobek dan membuat kita tertawa puas bersama, dan jepretan yang apik, tawaran ke Labuan Bajo, sehari bonus ditemani, dan terpenting... terima kasih atas pertemanannya!
Saya akhiri tulisan ini dengan menyebarkan doa agar banyak orang mendapat teman baru dimanapun kaki dijejakkan. Sebab hanya dengan demikian dunia ini menjadi kian sempit sekaligus kian hangat nan menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H