Pada dasarnya manusia terlalu kompleks untuk dipahami dari satu sisi, karena itu kebiasaan stereotip harus senantiasa ditekan. Ada begitu banyak motivasi, yang tidak mungkin dibaca hanya dari unsur primordial.
Pun, dengan perkembangan dunia, pola pikir stereotip menjadi kuno. Saat ini, siapapun bisa dan boleh menjadi apapun. Seperti orang Cina yang sah-sah saja untuk jadi pegawai negeri.
Kesukuan menjadi satu alasan kebanggaan, tak masalah. Sekosmpolitan apapun kita, ada unsur identitas yang akan melekat dalam diri kita dan mustahil diingkari. Catatannya adalah, membanggakan hal itu tentu tanpa perlu menutup pintu bagi orang lain yang berbeda.
Saya keturunan Tionghoa dan belum pernah berpikir menikahi koko-koko. Saya gadis tanpa nama China yang sangat bangga menjadi Indonesia. Saya tidak mau menoleransi kekangan primordialisme. Sama halnya ketika saya tidak memahami mengapa ada para pemuda Batak yang menunda menikah hanya untuk setia menanti pariban, namun saya memilih menghargai pilihan itu, sayapun ingin dihargai tentang pilihan-pilihan yang mungkin tidak sesuai idealisme kebanyakan orang. Termasuk, saya ingin didukung menjadi abdi negeri tanpa perlu ditanya dengan nada negatif, "Kok tumben?"
Selamat hari Kamis, dari saya, Claudya Tio Elleossa.
Gadis Cina yang cinta mati sama Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H