Mohon tunggu...
Claudya Elleossa
Claudya Elleossa Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pencerita

Seorang ASN dan ibu, yang sesekali mengisi pelatihan menulis dan ragam topik lainnya. Bisa diajak berinteraksi melalui IG @disiniclau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

4 Pola Keputusan yang Perlu Dihindari Perusahaan

9 Juli 2017   16:13 Diperbarui: 9 Juli 2017   16:17 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak tercapainya target membuat para atasan mengharuskan pegawai untuk menambah jam kerja atau membayar jumlah tertentu. Kalau kita teliti, penggunaan kata "membayar" adalah cara aman untuk membahasakan "pemotongan gaji". Sebab, sesuai peraturan pemerintah, pemotongan gaji tidak diberlakukan semudah itu. Prinsip "no work no pay" jelas benar, relevan, dan masuk akal. Tapi ketika pekerja tetap mencapai standar performa namun kondisilah yang kurang mendukung tercapainya target, saya rasa keharusan untuk membayar sejumlah uang agaklah berlebihan.

  • Menerapkan kebijakan non-vital yang mengurangi semangat pekerja

Jika pengurangan bonus bagi pegawai dilakukan karena perusahaan akan pailit, maka sudilah para pegawai memberi maklum. Namun berbeda cerita ketika, perusahaan memutuskan menggabungkan pemberian bonus yang seharusnya dicairkan dua kali, hanya untuk efektifitas semata. Keputusan non-vital itu berpotensi mengurangi semangat pekerja atau siapa tahu mempengaruhi keseluruhan rencana finansial mereka. Sebuah contoh sederhana untuk memahami poin terakhir ini.

Sangat penting menurut saya, para pembesar perusahaan mengintip sejenak para pekerjanya. Saya percaya, negara lebih mudah maju ketika pemerintah mau mengenal kebutuhan rakyatnya. Begitu pula sebuah perusahaan, kemauan untuk memahami keadaan pekerja di lapangan adalah langkah jitu. Kebijakan yang baik dapat mencapai sebuah win-win solution, bagi pembuat kebijakan ataupun sasarannya. Bukan justru "tidak terlalu menguntungkan perusahaan namun agak merugikan pekerja".

Source: Pexels
Source: Pexels
Sekali lagi, pekerja adalah investasi keberhasilan sebuah instansi. Saya dan jutaan pegawai lain memang harus tahu diri, tapi kiranya kami diijinkan untuk bersuara untuk mengingatkan hal tersebut kepada sang pembesar.

Untung-untung jika ada yang mau instropeksi. Kemungkinan lain (yang terburuk) adalah jika para pembesar justru berkata: "ya kalau kamu ga suka, keluar aja. Banyak pengangguran lain yang ingin bekerja".

Nah kalau sudah kalimat itu keluar, habislah sudah para pegawai. Mau bagaimana, dapur harus mengepul dan pelesir harus berjalan. Suka tak suka ya telan saja.

Kiranya tak hilang semangat untuk: Kerja, kerja, kerja!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun