Mohon tunggu...
Claudya Elleossa
Claudya Elleossa Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pencerita

Seorang ASN dan ibu, yang sesekali mengisi pelatihan menulis dan ragam topik lainnya. Bisa diajak berinteraksi melalui IG @disiniclau

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Hampir Merdeka: Inikah Tiga Ketidakmampuan Pendidik Bangsa?

2 Agustus 2016   20:15 Diperbarui: 3 Agustus 2016   08:00 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agustus tiba, masa perayaan kemerdekaan akan segera memenuhi surat kabar, televisi, dan berbagai aktifitas di gang rumah. Kemeriahan itu sudah sepantasnya beriringan dengan kemerdekaan segala sisi. Salah satunya adalah soal pembaharuan pandangan tentang tenaga pengajar termasuk soal penghargaan akan dedikasi mereka.

Sebulan hingga dua bulan ke belakang, terdapat beberapa kasus yang menimpa para tenaga pendidik di beberapa belahan nusantara.

Di awali dengan kisah seorang guru yang menyubit seorang siswa pasca tindakan kurang terpuji yang dilakukan. Orang tua siswa yang bersangkutan kebetulan anggota kepolisian sehingga tak tanggung harus berujung pada ranah hukum. Permintaan maaf dari gurupun ditolak.

Kasus kedua datang dari Sinjai Selatan yang membuat seorang guru pendidikan olahraga berurusan panjang setelah memberlakukan tindakan penertiban.

Terakhir adalah berita seorang guru yang harus menerima imbas karena mencukur rambut seorang siswa. Jilbabnya dilepas dan rambutnya seketika juga dipotong, tidak lain oleh orang tua murid yang merasa tak terima. Sungguh menyedihkan.

Siapa sangka tindakan pendisiplinan itu justru berujung rumit. Di sisi lain, saya sepakat tentang opini kedaulatan tubuh sehingga kemerdekaan yang kita rayakan bulan ini salah satunya termasuk dengan berhentinya memberikan sanksi fisik. Namun kali ini lupakan sejenak soal tindakan sang orang tua yang mungkin gegabah tersebut, mari menelisik dari sisi sang guru.

Sebenarnya tiga kasus tersebut sangat tepat menjadi representasi. Inilah bukti nyata betapa masih banyak guru yang tidak kompeten. Dalam kapasitas saya sebagai seorang tenaga pendidik, ijinkan saya membagi sebuah pandangan. Mungkin memang tidak berlaku secara keseluruhan, namun saya yakin sebagian besar guru pasti memiliki tiga ketidakmampuan utama ini.

Pertama: tidak kompeten untuk cuek.

Dengan gaji dan pandangan sinis yang merendahkan profesi ini, kami, para guru, terlalu sulit untuk menjadi cuek. Melakukan pengabaian terhadap murid bukanlah keahlian kami. Ketika orang tua menginginkan kami cuek terhadap tindakan tidak terpuji ataupun ketidakpatuhan anak-anak yang mereka titipkan di sekolah, terungkaplah betapa kami sebagai tenaga pendidik amatlah lemah. Kami tak sanggup untuk cuek. Kami tak mampu untuk mengabaikan ketidakdisiplinan.

Saat ada orang tua yang ribut tidak menerima pendisiplinan dari guru, itu tak lain dengan meminta guru untuk sengaja tuli dan buta atas kesalahan buah hati mereka. "ah, mereka kan masih anak-anak" mungkin begitu kilah mereka. Tanpa disadari, toleransi semacam itu sedang menumpulkan kemampuan untuk mawas diri pada pelanggaran. Andaikan hal itu diteruskan, maka jangan heran jika kelak berkeliaran orang dewasa yang melakukan korupsi ataupun memfitnah tanpa rasa bersalah.

Di banyak kesempatan, saya sebagai guru baru yang belum berpengalaman ini harus terenyuh penuh haru melihat keseriusan guru-guru senior yang memberi teladan. Mengejar tugas yang terlambat, menegur senantiasa tanpa pernah jenuh, hingga berhadapan dengan intervensi ego dari orang tua peserta didik. Lebih dari itu, kami bahkan mendoakan satu per satu siswa. Terkhusus saat mereka sakit, sedang berhadapan dengan kemelut keluarga, ataupun sedang berjuang mengubah tabiat.

Jika di baris doa saja kami mengingat mereka, jika air mata sudah pernah tumpah bagi mereka, bagaimana mungkin kami sanggup untuk cuek? Jangan tuntut para guru pada ketidakpedulian, kami tidak akan sanggup untuk itu.

Kedua: Tidak kompeten untuk melawan sistem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun