Mohon tunggu...
Claudya Elleossa
Claudya Elleossa Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pencerita

Seorang ASN dan ibu, yang sesekali mengisi pelatihan menulis dan ragam topik lainnya. Bisa diajak berinteraksi melalui IG @disiniclau

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Jika Hewan Bisa Memilih, Mereka Tidak Akan Memilih Indonesia

2 Juni 2016   13:00 Diperbarui: 2 Juni 2016   20:31 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: www.greeners.co)

Tak jauh berbeda dengan rekaman video investigasi sekitar dua tahun lalu tentang perlakuan kejam dari pihak manajemen sirkus terhadap lumba-lumba. Masih banyak pihak tidak bertanggungjawab yang ingin melanggengkan bisnis biadab beromzet besar itu. 

Perlakuan keji terhadap lumba-lumba setidaknya menyangkut tiga hal: mekanisme pengangkutan, durasi untuk melakukan atraksi menghibur, dan cara-cara pelatihan. Semuanya tidak mematuhi aturan internasional. Kepedulian akan nasib hewan seakan tidaklah penting jika dibandingkan raupan rupiah yang akan didapat.

SEKILAS SOAL ANIMAL WELFARE

Jika satwa memiliki kesempatan dan akal untuk memilih sebuah habitat, maka kemungkinan besar Indonesia akan menjadi pilihan kurang favorit. Bagaimana tidak, jika masih banyak berkeliaran cara pandang yang menyedihkan. 

Rangkaian kejadian itu mempertegas fakta bahwa masyarakat umum di negara ini masih kurang teredukasi, baik soal perlindungan satwa liar secara khusus dan perlakuan yang pantas pada segala hewan secara umum. Istilah Animal Welfare mungkin belum benar-benar diinternalisasi oleh masyarakat luas kecuali yang bergerak di bidang serupa.

Menurut Patti Strand, Presiden dari National Animal Interest Alliance, istilah animal welfare mengarah pada relasi erat yang harmonis antara manusia dengan binatang. Hal tersebut sepaket dengan kewajiban untuk memperlakukan dengan tanggung jawab. 

Isu animal welfare kadang dikonotasikan dengan semakin meningkatnya awareness masyarakat di era globalisasi, padahal lima poin kebebasan soal kesejahteraan hewan sudah ada sejak tahun 1965 tepatnya dimulai di UK. Lima poin itu menyangkut; freedom from hunger and thirst, freedom from discomfort, freedom from pain, freedom to express normal behavior, and freedom from fear and distress. Beberapa kejadian di Indonesia membuktikan bahwa masyarakat belum cukup peduli untuk memenuhi kelima hal tersebut.

Harus ada pembenaran cara pandang. Menjadi manusia yang peduli terhadap isu animal welfare tidak serta merta mengharamkan kita mengambil keuntungan dari keberadaan pada satwa. 

Perlu diketahui bahwa ada beberapa golongan ekstrim yang mengedepankan hak hewan sehingga tidak membenarkan semua perlakuan pengambilan manfaat, bahkan menjadikan beberapa hewan ternak sebagai bahan pangan. Isu animal welfare berbeda dengan istilah animal right.Keduanya memang sering tumpang tindih, namun animal welfare lebih merujuk pada tata cara yang tepat dalam perlakuan terhadap segala hewan.

Kala menuliskan setiap paragraf disini, saya dibawa pada memori saat seorang murid saya yang masih SD dengan polosnya bertanya:

miss, jika gajah mati, apakah Tuhan akan menangis?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun