Disini penulis menawarkan sebuah ide sederhana berangkat dari program GLS yang dicanangkan pemerintah. Bagaimana agar peraturan membaca buku non teks pelajaran selama 15 menit setiap hari tetap berjalan, namun juga siswa tetap menikmati membaca buku bahkan pada akhirnya akan keranjingan membaca, ditengah minimnya koleksi buku-buku anak di perpustakaan sekolah.
Diatas penulis sudah menyebutkan beberapa laman web yang bisa diakses guru maupun siswa. Guru bisa menugaskan siswa untuk membaca minimal 1 cerita tiap anak, setiap hari. Kemudian esoknya sebelum jam pelajaran dimulai, siswa diminta menceritakan kembali apa yang sudah dia baca dirumah. Cukup 15 menit setiap pagi untuk mendengarkan anak-anak bercerita dengan bahasa mereka sendiri.
Untuk sekolah dasar yang mayoritas siswanya membawa gadget, baik smartphone maupun tablet, bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk membaca buku digital 15 menit setiap hari melalui gadgetnya. Kemudian mereka diminta membuat kesimpulan dari hasil bacaannya dan mempostingnya di status facebook. Agar semakin terpacu, guru bisa mengadakan kompetisi "like". Status yang paling banyak mendapat like dari guru dan teman-temannya menjadi pemenang dan anak diberi reward, bisa berupa bintang prestasi atau hadiah buku bacaan. Â
Remaja tanggung usia kelas 5 atau 6 SD umumnya sudah mengenal instagram. Media sosial yang biasanya jadi ajang pamer foto ini bisa dimanfaatkan untuk wadah pamer hasil membaca buku anak-anak. Caranya bisa dengan memposting foto selfie bersama buku yang sudah selesai dibaca kemudian caption-nya berisi quote atau kata-kata yang paling menarik dari buku itu.
Media youtube juga bisa dimanfaatkan untuk mengajak anak-anak membaca buku. Sekolah bisa membuat channel youtube dan secara rutin mengunggah video kegiatan membaca buku nonteks pelajaran 15 menit setiap pagi, atau mengunggah video kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan literasi lainnya. Akan lebih baik lagi jika sekolah membuat video khusus promosi pentingnya membaca buku bagi generasi muda.
Masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendekatkan anak dengan buku melalui gadget. Semua kembali pada kemauan guru dan pihak-pihak yang berwenang di sekolah. Jika membaca buku cetak mulai terasa membosankan, tidak ada salahnya membaca buku digital bukan?
Kesimpulan
Teknologi yang berkembang sangat pesat, khususnya di bidang telekomunikasi haruslah dimanfaatkan secara optimal, termasuk dalam dunia literasi. Anak-anak yang tumbuh di  era digital tidak bisa dipisahkan begitu saja dari gadget yang merupakan salah satu produk kemajuan zaman. Tugas kita sebagai orangtua dan guru adalah bagaimana meramu gadget agar bisa menjadi kawan yang baik bagi anak kita. Tidak sulit sebenarnya, hanya diperlukan sedikit inovasi agar program Gerakan Literasi Sekolah Kemdikbud bisa tetap berjalan dengan menyenangkan dan akhirnya membaca bisa menjadi budaya bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H