Hubungan antara bidan dan pasien untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental pasien dapat dibina melalui komunikasi yang baik atau biasa disebut dengan komunikasi terapeutik.Â
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan suatu hal yang sudah menjadi kewajiban seorang bidan untuk menguasainya. Dengan adanya komunikasi dapat menciptakan hubungan yang baik dengan memunculkan rasa kepercayaan antara pasien dengan bidan. Namun kadang kala terdapat keluhan yang muncul dari pasien.Â
Kelemahan dalam berkomunikasi menjadikan masalah antara pasien dan bidan karena dapat menjadikan proses layanan kebidanan yang diberikan tidak berjalan dengan maksimal dan memunculkan rasa ketidaknyamanan pasien. Pasein terkadang ada yang mengeluh bahkan marah karena kurang puasnya dengan pelayanan yang diberikan, yang biasanya disebabkan karena adanya kesalahpahaman dengan bidan, tidak pahamnya mengenai informasi yang disampaikan.
Complain pada umumnya dipersepsikan sebagai kesalahan, masalah, stress, frustasi, kemarahan, konflik, hukuman, tuntutan, ganti rugi, dan sejenisnya (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional).Â
Komplain atau ketidakpuasan pasien berdampak terhadap rendahnya kualitas mutu pelayanan yang diberikan. Dengan begitu diperlukan adanya komunikasi antara bidan dengan pasien, salah satunya dengan komunikasi terapeutik agar tercipta keberhasilan dalam membantu penyelesian masalah pasien sehingga meningkatkan kesehatan fisik dan mental serta dapat mencegah adanya komplain pasien. Dalam komunikasi terapeutik menggunakan prinsip hubungan interpersonal.Â
Tidak hanya bidan yang memberikan informasi pada pasien, namun juga pasien akan secara sukarela mengekspresikan atau mengungkapkan pikiran serta perasaannya yang memunculkan rasa lega dan tidak ada kesalahpahaman yang muncul sehingga kemungkinan munculnya komplain pun berkurang.Â
Dalam pemberian komunikasi terapeutik, seorang bidan dapat melakukan dengan beberapa teknik seperti yang telah dinyatakan Stuart dan Sundeen dalam Suciata, yaitu mendengarkan pasien menyampaikan masalahnya dengan perhatian, bertanya untuk mendapatkan informasi, menerima yang berarti bersedia mendengarkan tanpa menunjukkan keraguan, mengklarifikasi jika terjadi kesalahpahaman, serta memberikan umpan balik atau feedback terhadap masalah yang terlah disampaikan pasien agar dapat mengetahui apakah pesan dapat diterima dengan baik.
Dalam pemberian komunikasi terapeutik, seorang bidan perlu mempersiapkan diri terlebih dahulu atau disebut dengan fase pra interaksi, kemudian bidan perlu memperkenalkan diri yang dilanjutkan dengan menggali informasi mengenai pasien yang disebut dengan fase pra interaksi di fase ini juga didapatkan masalah pada pasien, setelah bidan mengetahui apa permasalahan pasien maka diketahui juga kebutuhan pasien sehingga dilakukan tindakan medis yang dibutuhkan yang disebut dengan fase kerja, diakhiri dengan mengevaluasi dan membuat kontrak kesepakatan mengenai kunjungan selanjutnya, fase ini disebut dengan fase terminasi.Â
Dengan dilakukannya semua fase tersebut, berarti komunikasi terapeutik telah diberikan, sehingga akan muncul hubungan saling percaya antara bidan dan pasien. Karena disaat pasien mengutarakan masalahnya, seorang bidan hadir untuk memberikan pertolongan menyelesaian masalah tersebut.Â
Jika seorang bidan dapat menjalankan perannya dengan baik, memberikan komunikasi serta pelayanan yang memuaskan sehingga masalah yang ada dapat terselesaikan tentunya pasien akan merasa nyaman, tidak ada kecemasan, serta tidak akan muncul keluhan.Â
Begitu juga sebaliknya, jika seorang bidan tidak dapat berkomunikasi dengan baik bisa saja memunculkan kesalahpahaman sehingga hubungan saling percaya antara pasien dengan bidan tidak dapat dibangun akan memunculkan rasa kecemasan pada pasien, sehingga bisa terjadi komplain dan permasalahan pasien tidak dapat terselesaikan yang berarti pelayanan tidak berjalan secara maksimal.