Pope Joan Â
Novel "Pope Joan" karya Donna Woolfolk Cross menceritakan tentang keluarga Sang Kanon (Imam) dari Ingelheim yang memiliki tiga anak.Â
Matthew merupakan anak pertama dari keluarga sang Kanon, John anak kedua yang memiliki pengetahuan lebih rendah dari pada saudara yang lain, dan anak terakhir dari keluarga tersebut yaitu Joan, perempuan dengan kecerdasan yang alami.Â
Lahirnya Joan dianggap aib oleh sang Kanon, karena menurut sang Kanon perempuan merupakan sumber dari segala dosa.Â
Awal mula sang kakak sulung Matthew gemar mempelajari bidang akademis, karena perintah dari sang ayah yang berambisi menjadikan putra sulungnya sekolah di perguruan tinggi.Â
Sedangkan John putra kedua dari sang Kanon lebih tertarik pada bidang pertempuran. Sang Kanon berharap, anak ketiga yang dinantikannya itu berjenis kelamin laki-laki yang nantinya akan dijadikan sebagai imam di sebuah gereja.
Namun, kenyataan di luar ekspetasi sang Kanon, lahirnya Joan sebagai perempuan membuat ayahnya marah, dan kecewa.Â
Dengan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi membuat sang Kanon semakin benci kepada Joan, dan Joan mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya sebagaimana menjadi seorang perempuan.Â
Di sinilah unsur patriaki terjadi, Joan tidak diperbolehkan mendapat pengetahuan yang lebih tinggi ketimbang laki-laki, Joan hanya ditugaskan membantu kesibukan sang ibu, sebagaimana perempuan seharusnya.
Dalam novel Pope Joan karya Donna Woolfolk, memfokuskan pada tokoh perempuan karena disesuaikan dengan konsep dasar feminis, yaitu tokoh perempuannya yang bernama Joan yang mengalami penindasan, kemudian tokoh tersebut melakukan berbagai macam cara untuk bisa terlepas dari ketidaksetaraan gender, dan penindasan yang ia alami.
Dalam novel pertamanya, Donna Woolfolk Cross menerangi abad kegelapan dalam lingkungan politik, kefanatikan, dan agama yang menyertainya.
Novel "Pope Joan" ini sangat menginspirasi, sebab dalam novel ini menceritakan perjuangan perempuan dalam emansipasinya. Pope Joan sebagai tokoh utama menunjukan bahwa perempuan juga punya hak untuk menuntut ilmu, dan tidak boleh distereotipkan.Â
Bentuk stereotipe atau pelabelan negatif yang dialami oleh perempuan yaitu, berupa adanya ketidaksetaraan gender dengan menganggap perempuan itu aib keluarga yang tidak boleh mendapatkan pendidikan yang layak, meski sang perempuan mempunyai IQ diatas rata-rata.
Padahal, menurut Pope Joan perempuan juga bisa melakukan apa yang laki-laki lakukan.
Feminisme merupakan sebuah kajian yang menitik beratkan tentang ketidakadilan gender. Kajian feminisme membahas bagaimana patriaki lebih mendominasi dari pada kaum perempuan, dan feminisme tercipta untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dalam sistem patriaki. Tujuannya adalah meningkatkan derajat, dan menyetarakan kedudukan perempuan dengan laki-laki.
Novel "Pope Joan" karya Donna Woolfolk Cross ini dapat digunakan sebagai rujukan bahwa perempuan tidak harus dikelompokan dalam hal-hal tertentu, khususnya tentang masalah kepemimpinan. Pope Joan sebagai tokoh utama mendiskripsikan bahwa apabila perempuan dapat belajar, dan berusaha untuk meraih kesetaraan gender.
Novel ini juga sangat cocok jika kita kaitkan pada zaman sekarang, yang mana perempuan lebih cenderung mementingkan masalah postur atau gaya berpakaian tanpa melihat ada hal lain yang harus dibanggakan dalam dirinya.Â
Novel ini tentu sangat cocok untuk pembaca yang suka dengan cerita terkait feminisme. Selain ceritanya yang sangat menarik, novel ini banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil seperti bagaimana keras upaya yang dilakukan seseorang pasti akan membuahkan hasil yang maksimal.
Novel ini sangat disarankan untuk dibaca, karena dalam segi aspek, dan isi cerita terkandung makna yang sangat positif dan, memotivasi untuk terus melakukan yang terbaik dengan usaha yang dilakukan.Â
Â
"Hidup perempuan"!!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H