Mohon tunggu...
ella ning
ella ning Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA NEGERI 3 BREBES

Seorang gadis yang suka membaca, menulis, mendengarkan musik dan juga berimajinasi. Si pemimpi yang ingin jadi menteri Luar Negeri dan selalu punya keinginan untuk jalan-jalan ke Edinburgh.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Bawah Langit Yogyakarta, 1942: Cinta Terlarang

18 November 2024   20:24 Diperbarui: 19 November 2024   08:47 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayudhia merasa agak canggung, namun ketulusan dalam suara Willem membuatnya merasa tidak terancam. Ia tahu bahwa ada banyak ketegangan antara orang Belanda dan pribumi. Namun, berbicara dengan Willem terasa berbeda dari yang biasa ia rasakan ketika berbicara dengan orang-orang Belanda lainnya. Willem tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang lebih rendah hanya karena status pribuminya. Bahkan, dalam percakapan singkat itu, ia merasa dihargai sebagai seorang manusia, bukan hanya sebagai seorang gadis pribumi.

Hari-hari berlalu, dan semakin sering Ayudhia bertemu dengan Willem di jalanan kota. Setiap kali mereka bertemu, percakapan mereka semakin mendalam. Ayudhia tahu bahwa mereka berada di dunia yang sangat berbeda, dunia yang penuh dengan batasan-batasan sosial yang tidak bisa diabaikan. Willem adalah seorang bangsawan Belanda, dan ia adalah seorang pribumi yang berjuang dalam keterbatasan. Mereka seakan berada di dua dunia yang tak dapat dipertemukan, namun sesuatu dalam diri mereka terus menghubungkan mereka. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Pada suatu siang yang terik, di bawah pohon rindang yang meneduhkan jalan, Willem menyapa Ayudhia lagi. Kali ini, tidak ada keraguan di matanya. "Cah Ayu, Anda sudah tahu tentang perubahan besar yang sedang terjadi di kota ini?" tanya Willem dengan nada yang lebih serius.

Ayudhia mengangguk, meskipun perasaan cemas mulai menghampirinya. "Saya mendengar tentang pasukan Jepang yang semakin menguasai Yogyakarta," jawabnya. "Tapi kami tetap berusaha untuk bertahan."

Willem terdiam beberapa saat, lalu berkata, "Saya tahu bahwa kita tidak dapat mengubah segalanya. Namun, saya ingin membantu. Saya ingin melihat dunia yang lebih baik, di mana perbedaan tidak menjadi halangan."

Ayudhia menatapnya dengan intens. "Apa yang bisa kita lakukan, Willem?" tanya Ayudhia dengan hati yang penuh ketidakpastian. "Kami adalah orang yang terjajah. Kita tidak bisa mengubah apa yang sudah ditentukan."

Willem menggenggam tangan Ayudhia dengan lembut, mencoba memberikan keyakinan. "Saya tahu dunia ini sulit, Cah Ayu. Tapi jika kita berjuang bersama, mungkin kita bisa menemukan jalan. Mungkin suatu hari nanti, orang-orang seperti kita bisa hidup tanpa batasan yang ada sekarang."

Percakapan mereka terhenti, namun dalam hati Ayudhia, ada perasaan yang berkembang—perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan. Cinta mereka mungkin terlarang, tetapi ada harapan dalam setiap kata yang diucapkan Willem. Ada sesuatu dalam dirinya yang percaya bahwa meskipun dunia mereka berbeda, mereka bisa mencapainya bersama. Mereka bisa melampaui segala rintangan dan melihat dunia yang lebih adil, meski hanya dalam impian mereka.

Namun, meskipun begitu banyak harapan yang ada di antara mereka, Ayudhia tahu bahwa dunia yang mereka hadapi tak akan pernah bisa menerima hubungan mereka. Cinta mereka adalah cinta yang terlarang, tetapi meskipun terlarang, ia tetap hidup dalam setiap tatapan, setiap percakapan, dan setiap harapan yang mereka bawa di bawah langit Yogyakarta.

***

Ella Ning, gadis yang suka menghabiskan seluruh waktunya untuk berpikir dan menulis di perpustakaan sekolah, SMA NEGERI 3 BREBES. Sosok yang juga menyukai sastra dan berlogika ketika menulis. Pertama kali menulis ketika berada di bangku SMP kelas 7. Berkeinginan untuk bertemu Jeon Wonwoo, member dari boygroup SEVENTEEN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun