Mohon tunggu...
Ela Istiqomah
Ela Istiqomah Mohon Tunggu... Freelancer - bukan penulis tapi kadang ingin menulis tulisan walau tidak jago menulis..

mahasiswa aktif Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Jakarta 2014

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Daffodil

1 Mei 2020   19:00 Diperbarui: 1 Mei 2020   19:01 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Halah, iya paling malam ini doang, besok-besok mah ya ga tau deh gimana." Jawabku dengan nada sedikit ketus.

"Tapi sayaang kaan?" Pertanyaan yang sering ia tanyakan dalan sela-sela candaan kita berdua. Dan itu terasa menyebalkan ditelingku tapi aku senang mendengar tiap kali ia mengucapknnya.

Tanpa sebuah jawaban aku hanya membalasnya dengan senyuman manis.


Melihatku tersipu malu, ia malah menggodaku dengan langsung menarik tubuhku dan mengampitnya di sela-sela ketiak favoritku. Sudah menjadi kebiasaan ia memperlakukanku seperti itu, dan aku menikmati setiap detik ia memanjakanku dengan candaan-candaan konyolnya itu. Aku pun terus berusaha menarik kepalaku dari ketiaknya, namun sebuah jitakan kecil malah mendarat halus di kepalaku. Sambil ia memintaku untuk jangan berusaha melepaskan diri dan mengancam terus menjitakku.

"Yee, yee diemm ga, diem! Jangan narik-narik! Jitaak nih ah." Beberapa kali jitakannya akhirnya tidak terelakan dan terus mendarat di kepalaku.


Suasana yang selalu aku rindukan, tiap kali ia tidak ada disampingku. Merindukannya itu seperti datang hujan yang tidak bisa dilawan. Tidak terbesit sedikitpun rasa bosan untuk merindukan sosoknya ada disampingku. Aku sungguh-sungguh jatuh cinta dengannya. Laki-laki yang membiarkan aku merasakan ketulusan cinta dan mengajarkan aku arti sebuah hubungan jauh melebihi yang aku tahu selama ini. Kami bertemu bahkan dalam sebuah ketidaksengajaan, tapi itu semua tidak menjadikan kamu lantas bermain-main dengan hubungan ini. Khususnya aku, aku lebih menghargai hubunganku lebih daripada aku sebelumnya. Banyak hal yang ia ajarkan padaku, dan banyak hal pula yang ia tunjukkan padaku. Ia adalah laki-laki yang berbeda, itu yang aku tahu. Dan aku selalu percaya ia adalah laki-laki baik. Meskipun ia tak pernah menampakkan sosok dalam dirinya tersebut ke depan orang lain. Ia selalu ingin nampak buruk dan membuat orang lain baik. Ya, itu yang sering ia ucapkan padaku. Dan, aku adalah salah satu wanita yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melihat kelebihannya dan merasakan setiap jengkal kebaikannya di hidupku. Terima kasih untuk para mantannya yang sudah membuangnya dan memberikannya untuk melengkapi aku. Dengan ia ada di hidupku, satu hal yang aku sadari ternyata penting untuk dipahami. Bahwa ketika kamu tertatih menangis, mengejar dan mempertahankan mati-matian cinta seseorang, akan selalu ada orang lain yang dari jauh sengaja menunggumu dari lelahnya mencintai, supaya orang lain itu bisa tunjukkan, bahwa cinta tidak sesempit itu, hingga akhirnya kamu akan sadar dan tahu mana yang sesungguhnya mencinta dan mana yang memainkan cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun