Mohon tunggu...
ellabazhyamabrul
ellabazhyamabrul Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya Ella Bazhya Mabrul, mahasiswa aktif semester 7. Saya suka memasak, dan melakukan kegiatan apapun diluar ruangan

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Kasus penganiayaan seorang santri dibawah umur yang tewas di sebuah pesantern di Kediri

24 Januari 2025   18:20 Diperbarui: 24 Januari 2025   18:20 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kumpulan LSM sejak awal mengawal kasus ini, Aliansi Kediri Bersatu melalui Supriyo memberikan apresiasi atas putusan majelis hakim. Meski demikian, dia berpendapat masih ada pihak-pihak yang seharusnya turut bertanggung jawab atas peristiwa ini.

"Kami akan mendalami salinan putusan dan melanjutkan upaya hukum untuk memastikan ada tersangka lain yang mungkin terlibat," tegasnya.

Supriyo meyakini bahwa ada bukti-bukti baru yang muncul dalam persidangan, termasuk dugaan upaya menutupi penyebab kematian korban. "Kami akan terus mendampingi keluarga korban dan mendorong kepolisian untuk melakukan penyelidikan lanjutan," jelasnya.

Menurut saya Kasus tragis yang menimpa Bintang Balqis Maulana di Pondok Pesantren Al Hanifiyyah menggugah perhatian masyarakat, tak hanya karena tindakan kekerasan yang menyebabkan kematiannya, tetapi juga karena dugaan upaya penutupan fakta oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Kasus ini menunjukkan bahwa kekerasan di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren, dapat merenggut hak-hak dasar anak. Terdapat beberapa poin penting yang bisa dijadikan refleksi terkait kasus ini.

Pertama, insiden ini mengingatkan bahwa lingkungan pendidikan, baik formal maupun informal seperti pesantren, seharusnya menjadi ruang aman bagi anak-anak. Pihak pesantren memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif, aman, dan terbebas dari segala bentuk kekerasan. Sayangnya, dalam kasus ini, dugaan bahwa pihak pesantren menutup-nutupi penyebab kematian Bintang menambah lapisan pelanggaran. Hal ini menjadi tanda bahwa sistem pengawasan dan pembinaan di dalam pesantren perlu dikaji ulang secara menyeluruh, agar lembaga-lembaga pendidikan tersebut tidak hanya bertanggung jawab dalam pendidikan agama tetapi juga melindungi hak-hak dasar santri.

Kedua, vonis hukuman 15 tahun bagi dua pelaku yang berstatus santri sekaligus pelajar menunjukkan bahwa hukum telah dijalankan dengan ketegasan. Meskipun begitu, ada dilema dalam sistem peradilan yang melibatkan pelaku berusia muda. Sebagai masyarakat, kita perlu menilai bahwa hukuman maksimal seperti ini memang harus diberikan kepada pelaku kekerasan yang berakibat fatal, namun penting juga agar ke depan diterapkan pendekatan pencegahan dan pembinaan yang efektif di lembaga-lembaga pendidikan sehingga tindak kekerasan seperti ini tidak lagi terulang.

Ketiga, kasus ini juga memperlihatkan pentingnya keterbukaan pihak pengelola pendidikan dan aparat penegak hukum untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. Pihak keluarga yang menuntut keadilan sering kali dihadapkan pada tantangan untuk memperoleh fakta yang sebenarnya, dan ini memerlukan pendampingan serta dukungan dari masyarakat dan LSM yang mengawal kasus.

Sebagai catatan akhir, perlu diingat bahwa Bintang adalah satu dari sekian anak yang kehilangan masa depannya akibat kekerasan di tempat pendidikan. Kasus ini harus menjadi momentum perbaikan sistem pendidikan berasrama, yang tidak hanya di pesantren tetapi juga di sekolah-sekolah umum lainnya, untuk memperbaiki regulasi, meningkatkan pengawasan, serta menjamin hak anak atas perlindungan dari kekerasan. Terakhir, peristiwa ini menggarisbawahi perlunya pendekatan lebih preventif dan responsif agar keadilan tidak hanya menjadi tuntutan formalitas tetapi benar-benar dirasakan dan mencegah insiden serupa di masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun