Bulimia sangat berbahaya bagi tubuh. Gangguan atau kelainan pola makan tersebut dihasilkan oleh ketakutan bahwa tubuh akan menjadi gemuk setelah makan, dan ketakutan mental itu akan terpancar melalui penyiksaan fisik. Gejala umum bulimia seperti depresi, krisis kepercayaan diri yang rendah, penampilan yang tidak proporsional, hubungan keluarga yang terganggu, nafsu makan berkurang, sulit mengontrol emosi, mudah terjangkit penyakit, berat badan ringan, dan kekurangan nutrisi.
Selain makan berlebih, penderita bulimia juga cenderung melakukan diet yang sangat ketat dan olah raga yang berlebihan. Si penderita berusaha untuk membersihkan atau memuntahkan makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Dan ini diperkirakan sebagai aksi untuk mengurangi rasa benci atau rasa bersalah karena sudah binge. Penderita terobsesi untuk membersihkan diri mereka dari makanan itu, sehingga makanan yang masuk tidak sempat terserap tubuh.
Penderita bulimia seringkali melakukan pesta makan, dan ini diduga terdorong oleh depresi atau stress yang berkaitan dengan berat badan, bentuk badan atau makanan. Mereka menganggap, makan merupakan kegiatan paling menyenangkan dan bisa menghilangkan depresi. Namun kebahagiaan itu hanya berlangsung sementara karena akhirnya mereka kembali membenci makanan serta marah atas kontrol diri terhadap pesta makan yang kurang. Kebencian inilah menjadi pemicu utamanya dari penderita bulimia.
Penelitian menunjukan bahwa kelainan psikologis ini juga disebabkan oleh proses kimiawi yang ada di dalam otak. Para ahli menduga bahwa kelainan neurotransmitter dalam otak, utamanya adalah neurotransmitter serotonin yang menjadi pemicu terjadinya penyakit bulimia nervosa ini. Namun dugaan awal ini masih belum bisa dijelaskan secara spesifik karena kompleksnya penyakit ini.
Akibat dan bahaya dari bulimia berdampak kepada organ tubuh. Organ tubuh akan rusak akibat pembersihan secara ekstrim ini antara lain adalah pembengkakan kelenjar ludah di pipi, masalah pada kelenjar ludah yang berupa rasa nyeri atau pembengkakan, asam lambung berlebih pada kerongkongan bisa menyebabkan borok, pecah atau penyempitan dan terganggunya proses pencernaan akibat pencahar. Dan ini bisa mengakibatkan disfungsi organ pencernaan. Selain itu ketidakseimbangan cairan tubuh akibat stimulus zat diuretik secara berlebih.
Namun bulimia yang diderita oleh sahabat saya ternyata mengarah kepada penyakit kanker usus besar (kanker kolon). Namun sejauh ini, penyebab kanker usus besar memang belum diketahui secara pasti. Diduga kuat pemicu yang berpotensi memunculkan penyakit kanker kolon ini antara lain akibat diet yang salah (terlalu banyak mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan protein, serta rendah serat), jarang melakukan aktivitas fisik, sering mengkonsumsi bahan pengawet makanan maupun pewarna yang bukan untuk makanan, dan merokok..!!
Berdasarkan buku Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal, dikatakan bahwa meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merokok dengan kanker usus besar, namun penelitian terbaru menunjukkan, perokok jangka lama (30-40 tahun) mempunyai risiko berkisar 1,5-3 kali. Di Amerika Serikat diperkirakan 1 dari 5 kasus kanker usus besar mengarah kepada perokok. Karena itu untuk mencegah terkena kanker usus besar dianjurkan untuk tidak merokok.
Gejala kanker usus besar yang sering dikeluhkan penderita antara lain: 1. perdarahan pada usus besar yang ditandai dengan ditemukannya darah pada feses saat buang air besar. 2. perubahan fungsi usus (diare atau sembelit) tanpa sebab yang jelas, lebih dari 6 minggu. 3. penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. 4. rasa sakit di perut atau bagian belakang. 5. perut masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar. 6. rasa lelah yang terus-menerus 7. kadang-kadang kanker dapat menjadi penghalang dalam usus besar yang tampak pada beberapa gejala seperti sembelit, rasa sakit, dan rasa kembung di perut.
Terapi bedah merupakan salah satu cara yang efektif untuk menangani kanker usus besar. Namun, bila sudah terjadi metastasis (penyebaran), penanganan menjadi lebih sulit. Dengan berkembangnya kemoterapi dan radioterapi, memungkinkan penderita stadium lanjut atau pada kasus kekambuhan untuk menjalani terapi adjuvan. Terapi adjuvan adalah kemoterapi yang diberikan setelah tindakan operasi pada pasien kanker stadium III guna membunuh sisa-sisa sel kanker. Terapi adjuvan bisa dilakukan tanpa suntik (infus), melainkan dengan oral/tablet (Capacitabine). Capacitabine tablet memungkinkan pasien menjalani kemoterapi di rumah. Capacitabine juga merupakan kemoterapi oral yang aman dan bekerja sampai ke sel kanker.
Mencegah akan jauh lebih baik daripada mengobati. Untuk menghindari terkena kanker usus besar lakukan upaya pencegahan. Pencegahan menurut dr. Adil S Pasaribu SpB KBD, spesialis bedah dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, sebaiknya anda menghindari makanan tinggi lemak, protein, kalori, serta daging merah. Sering mengkonsumsi kalsium dan asam folat. Setelah menjalani polipektomi adenoma disarankan pemberian suplemen kalsium. Selain itu tambahkan suplementasi vitamin E, dan D. Makan buah dan sayuran setiap hari. Pertahankan Indeks Massa Tubuh antara 18,5 - 25,0 kg/m2 sepanjang hidup. Lakukanlah aktivitas fisik, seperti jalan cepat setidaknya 30 menit sehari. Hindari kebiasaan merokok. Segera lakukan kolonoskopi dan polipektomi pada pasien yang ditemukan adanya polip. Dan terakhir, lakukan deteksi dini dengan tes darah samar sejak usia 40 tahun.
Sedangkan menurut dr. Aru W Sudoyo, Konsultan Hematologi dan Onkologi Medik dari FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, bagi mereka yang telah mengalami gejala, seperti perdarahan pada saat buang air besar dan tertutupnya jalan usus atau penyumbatan, deteksi dini sangat disarankan. Salah satu penyebab terjadinya kanker usus besar (kanker kolon) adalah akibat pola makan yang salah. Umumnya kanker ini bergerak secara perlahan-lahan dan diam-diam. Memerlukan waktu sekitar 15-20 tahun untuk berkembang, sehingga sangat penting untuk terdeteksi secara dini.