Sehingga sebetulnya Ahlan wa sahlan memiliki makna yang lebih dalam lagi dari sekadar mengucapkan selamat datang dalam bahasa Indonesia.
Marhaban berasal dari akar kata rahb yang artinya luas atau lapang. Dari akar kata yang sama muncul kata rahiba yang artinya selamat datang. Maka muncullah kata marhaban untuk mengungkapkan kegembiraan kedatangan tamu yang sangat istimewa. Yang dalam penerimaannya disambut dengan penuh kelapangan dada dan untuknya dipersiapkan ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
Dari akar kata yang sama dengan “marhaban”, terbentuk kata rahbat yang antara lain berarti “ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.” Dengan demikian Marhaban ya Ramadan mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan menganggap kehadirannya tidak “mengganggu ketenangan” atau suasana nyaman kita. Sebaliknya, dengan kedatangan bulan yang mulia tersebut kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah Swt (Quraish Shihab dalam bukunya Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,penerbit Mizan, 1989).
Oleh karena itu, orang-orang yang menuliskan dan menebarkan ungkapan Marhaban ya Ramadan di mana-mana dan ke mana-mana, dan dengan berbagai cara itu, harus mempunyai tanggung jawab moral untuk turut serta mengisi Ramadan. Yaitu dengan turut melaksanakan amaliah yang sesuai dengan tuntunan al-Quran yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Jangan seperti calo bis di terminal, yang kerjanya menggiring orang untuk naik bis yang di"kawal"nya. Pada saat bis sudah penuh dengan orang yang digaetnya dan bis hendak berangkat , dia sendiri tidak ikut di dalamnya.
Bagi orang yang beriman, bukan suatu kebetulan jika pada Ramadan kali ini, umat Islam Indonesia menghadapi dua peristiwa yang sangat penting bagi kehidupan beragama dan bernegaranya. Yaitu melaksanakan ibadah shaum dan memilih calon pemimpin, yang akan bertanggung jawab akan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara kita, sampai pemilu yang akan datang lagi. Semoga momentum pemilihan calon pemimpin negara di bulan yang penuh keistimewaan ini memberikan pencerahan bagi para pemilih maupun yang dipilih untuk bertindak lebih arif. Bukan asal memilih dan bukan asal janji. Capres, siapa pun nanti yang terpilih jangan lupa janji-janji semasa kampanye dibuktikan dengan kerja nyata. Anda berjanji bukan hanya di depan manusia lho. Ada malaikat yang mencatat dan Allah yang Menyaksikan. Semoga.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (Al Isra:36)”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H