Mohon tunggu...
Ell Faridzy
Ell Faridzy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pegiat Teknologi

Merupakan pegiat teknologi yang berfokus pada pengembangan sistem skala besar. Selain itu menulis hal-hal yang bermanfaat adalah suatu hoby.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tasawwuf, Menjadi Manusia Rohani Part 1 (Ringkasan Ngaji Ihya Halaman 951)

8 Mei 2019   15:39 Diperbarui: 8 Mei 2019   15:43 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah ajaran yang radikal tetapi penting, terutama ketika kita hidup di era ketika kita dikepung oleh berbagai sumber kenikmatan yang memanjakan tubuh, syahwat. Ajaran ini mengajak kita untuk melepaskan diri dari semua hal yang menjadi sumber kenikmatan. 

Kalaupun tidak bisa melepaskan semuanya minimal kita mengurangi keterikatan terhadap sumber-sumber kenikmatan bagi kita tersebut.

"Sesungguhnya jika manusia dicegah dari sesuatu yang menjadi sumber kesenangannya, dan dikatakan kepadanya 'ganjaranmu di akhirat tidak akan dikurangi karena dicegah dari kesenangan-kesenanganmu', maka ia akan menjadi benci atau tidak suka terhadap ucapan tersebut, dan bahkan merasa sakit karena dihalang-halangi dari kesenangannya. Jika ia merasa demikian, maka itu artinya ia merasa nyaman dengan dunia, padahal itu [nyaman dengan dunia itu] sebenarnya adalah hal yang merusak bagi dirinya."

Jadi tanda bahwa kita terikat dengan hal-hal duniawi adalah ketika kita dicegah dari kesenangan-kesenangan tersebut kita merasa sakit hati, tidak suka, sedih atau galau. 

Begitu kita terikat dengan hal-hal duniawi seperti itu, maka itu semua menjadi sumber kerusakan bagi diri kita. Ihya' memang mengajarkan kita untuk menjalani cara hidup alternatif. Ketika orang menikmati dunia, kita justru diajak untuk menjauh dari dunia.

Cara berpikir Al-Ghazali ini dipraktikkan dalam pesantren dan menjadi sebuah sub-kultur perlawanan seperti disebutkan Gus Dur. Gerakan perlawanan semacam ini juga berkembang di Barat untuk melawan gaya hidup konsumtivistik yang mengeksploitasi dan merusak lingkungan secara besar-besaran. 

Green Peace yang menolak penggunaan plastik berlebihan, gerakan decluttering, semuanya sesuai dengan ajaran Al-Ghazali dalam kitab Ihya': mengajak untuk mengurangi konsumsi berlebihan dan mencukupkan diri dengan kebutuhan dasar.


"Kemudian setelah orang meninggalkan sebab-sebab kesenangan dan kenyamanan duniawinya, maka hendaklah ia melakukan uzlah, menyendiri dengan dirinya saja, dan mengawasi kalbunya sehingga ia tidak sibuk [ketungkul] dengan hal-hal lain kecuali zikir kepada Allah dan berefleksi tentang Allah. Dan hendaklah ia waspada terhadap sesuatu yang keluar dari dirinya berupa syahwat dan perasaan galau (waswas), sehingga ia bisa mengendalikan akar dari penyebab syahwat. Sesungguhnya setiap perasaan waswas itu ada penyebabnya dan tidak akan hilang kecuali dengan memutus hubungan dengan penyebab waswas tersebut. Jika ia berhasil, maka hendaklah ia konsisten sepanjang umurnya karena tidak ada akhir bagi jihad kecuali kematian."

Jadi ada dua langkah besar: pertama melawan nafsu yang dalam teori Imam Al Ghazali adalah melepaskan diri dari ikatan-ikatan duniawi, dan setelah itu uzlah atau memisahkan diri dari keramaian dunia diikuti oleh zikir untuk mengingat Allah dan merenungi ciptaan-Nya.

Jika dimaknai secara longgar, uzlah bukan sekadar berarti menyingkir secara fisik tetapi juga mengambil jarak dengan cara mengendalikan pikiran. Jalan sufi itu bisa berarti melakukan tindakan yang disarakan dalam Kitab Ihya' ini, tetapi juga bisa berarti jalan spiritual: tetap berada di tengah keramaian, tetapi tetap bisa berjarak (uzlah mental). Biasanya orang ketika bersama orang lain akan sulit mengondisikan diri berjarak dengan orang lain. 

Cara terbaiknya ya memang pergi secara fisik, tetapi jika tidak dimungkinkan yang terpenting adalah menjaga agar pikiran tidak berkelana (nggelambyar) ke mana-mana. Fokus. Caranya adalah dengan melakukan zikir. Di sini zikir berfungsi sebagai "pengumpulan diri yang berantakan" (gathering self) yang terdistraksi oleh begitu banyak urusan duniawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun