Mohon tunggu...
L KD
L KD Mohon Tunggu... -

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ekonomi Gelembung Sabun Indonesia

8 November 2013   18:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:25 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan salah satu dari negara yang mengalami perekonomian gelembung sabun yaitu skenario perekonomian yang pernah membuat Amerika jatuh ke dalam krisis pada tahun 2008/2009 lalu dan belum pulih hingga saat ini.

Dimulai pada tahun 2009 ketika China melakukan pembangunan konstruksi dan infrastruktur besar-besaran secara agresif menggunakan dana kredit murah dari Amerika. Untuk keperluan pembangunan ini China mengimpor material mentah dari negara-negara berkembang di ASEAN dan Australia dalam jumlah sangat besar. Gayung bersambut karena pada saat itu negara-negara berkembang di ASEAN dan Australia sedang mencari pasar baru karena permintaan dari negara-negara barat sangat berkurang akibat krisis bidang perumahan di Amerika.

Kebijakan Ekonomi Amerika yang melakukan pencetakan uang untuk memenuhi kebutuhannya (Quantitative Easing=QE) membuat tingkat suku bunga bank di Amerika hampir nol. Seperti tsunami sejumlah besar dana yang tidak kurang dari 4 trilyun Dolar Amerika menyiram perekonomian di negara-negara berkembang karena para konglomerat di Amerika dan China mengambil keuntungan dengan memanfaatkan perbedaan tingkat suku bunga yang besar antara Amerika dan negara-negara berkembang di ASEAN dan Australia. Para konglomerat ini meminjam uang dari bank-bank di Amerika dan Jepang yang suku bunganya rendah, dan menginvestasikan uang pinjaman ini ke negara-negara berkembang khususnya ASEAN dan Australia.

Besarnya aliran dolar Amerika ke pasar Indonesia memberi akibat:
1. Kurs Rupiah menguat drastis hampir 50% dari nilai sebelum krisis Amerika 2008/2009
2. Obligasi / Surat Hutang pemerintah RI yang biasanya memiliki tingkat suku bunga antara 10-15% mencatat rekor terendah turun ke level sekitar 5% untuk obligasi berjangka 10 tahun.
3. Dalam 2 tahun (2008-2010) prosentase kepemilikan pihak asing atas obligasi pemerintah RI naik lebih dari 2x lipat yaitu dari 14% menjadi 34%
4. Total hutang pemerintah RI ke pihak luar negeri meningkat hampir 2x lipat dalam 4 tahun (2008-2012)
5. Investasi langsung pihak asing di Indonesia meningkat lebih dari 3x lipat dalam 4 tahun (2007-2011)

Indikator kenaikan di atas membuat Bank Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mengerem laju pertumbuhan yang tidak normal diantaranya dengan memotong suku bunga simpanan Bank dari 12.75% menjadi sekitar 5.75%

Perekomian Indonesia pada tahun-tahun sebelum krisis 2008/2009 bertumbuh rata-rata sebesar 6% per tahun dan merupakan yang pertumbuhan yang terbesar di ASEAN. Sementara 60% dari perekonomian Indonesia berasal dari konsumsi dalam negeri.

Rekor suku bunga terendah di Indonesia membuat tingkat konsumsi masyarakat Indonesia naik drastis melalui skema kredit konsumsi murah. Lembaga keuangan Moody mencatat bahwa pertumbuhan tingkat kredit di Indonesia selama enam tahun terakhir (2008-2013) selalu mengalami kenaikan rata-rata 22% per tahun, bahkan 5 tahun belakangan ini nilai kredit konsumsi tanpa agunan di Indonesia sudah meningkat 3 kali lipat. Pada saat yang sama jumlah pemegang kartu kredit di Indonesia bertambah 60% dan nilai transaksi kartu kredit juga meningkat 3 kali lipat.

Kekuatiran akan terjadinya krisis akibat hutang konsumsi masyarakat Indonesia memaksa Bank Indonesia untuk membatasi jumlah kartu kredit yang boleh dimiliki setiap penduduk Indonesia. Bank Indonesia juga melarang penerbitan kartu kredit untuk orang Indonesia yang penghasilannya di bawah USD 330 setiap bulannya.

Pasar otomotif Indonesia meningkat lebih dari 3 kali lipat dalam kurun waktu 2004-2012. Penjualan sepeda motor melonjak drastis. Untuk tahun 2013 saja naik sekitar 20% dibandingkan tahun 2012. Pertumbuhan barang konsumsi yang sekitar 10-15% beberapa tahun belakangan membuat berbagai merk barang konsumer dari barat (Eropa/Amerika) tertarik untuk masuk ke pasar Indonesia untuk mengeruk keuntungan cash dari ledakan belanja konsumen Indonesia.

Kredit yang murah tidak pernah lepas dari gelembung sektor properti. Harga apartemen kondominium di Jakarta tiap tahun meningkat antara 11-17% sejak tahun 2008. Bahkan harga perumahan mewah di Jakarta pada tahun 2012 naik sekitar 38%, sementara di Bali naik 20% pada tahun yang sama. Dalam rentang Januari - Mei 2013, aktivitas penjualan real estate di Indonesia sudah mengalami kenaikan 70%. Untuk periode Juni 2012 hingga Mei 2013, total kredit pembelian apartemen di Indonesia meningkat dua kali lipat dari USD 659.3 Juta menjadi USD 1.15 Milyar.

Mengatasi gelembung sektor properti ini, Bank Indonesia mengeluarkan aturan bahwa pembelian properti kedua dan seterusnya dengan luas lebih dari 70 m2 harus memberikan uang muka minimal 40%. Bank Indonesia juga melarang penjualan properti sebelum gedung selesai dibangun.

Sepertiga perekonomian Indonesia ditopang oleh ekspor sumber daya alam seperti batu bara dan gas alam. Besarnya ketergantungan ekspor sumber alam Indonesia kepada pasar China membuat ekspor Indonesia terpuruk ketika perekonomian China melemah dan mengurangi jumlah ekspornya. Harga batubara yang jatuh drastis karena China mengurangi impornya menjadi tamparan keras bagi ekspor Indonesia (juga Australia). Pelemahan perekonomian China membuat neraca ekspor Indonesia mengalami defisit sejak Januari 2012.

Defisit perdagangan Indonesia diperburuk dengan perilaku konsumtif yang memaksa pemerintah Indonesia mengimpor minyak mentah dalam jumlah besar. Sehingga ketika pemerintah Amerika mengumumkan akan mengurangi kebijakan QE maka pasar finansial di Indonesia mengalami kepanikan besar. Inilah yang membuat kurs rupiah turun tajam sekitar 13%, indeks saham Indonesia turun 25% dan suku bunga obligasi pemerintah Indonesia untuk jangka waktu 10 tahun naik drastis ke tingkat sekitar 9% setelah sebelumnya sempat menyentuh tingkat 5% untuk beberapa bulan.

Pada Agustus 2013 indeks pasar saham Indonesia melewati garis kecenderungan (trendline) peningkatannya selama 5 tahun terakhir, yang bisa menjadi sinyal bahwa pelemahan akan terus terjadi di bulan-bulan yang akan datang. Padahal selama 5 tahun belakangan inin sejak 2009 indeks bursa saham Indonesia sudah menguat sekitar 4x lipat.

Pelemahan rupiah sejak awal 2013 mendorong tingkat inflasi perekonomian Indonesia membesar dua kali lipat. Hal ini memaksa Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan Indonesia untuk menaikkan suku bunga simpanan dari level 5.75% menjadi 7.25%. Kurs rupiah terhadap dolar saat ini terus merangkak naik. (Kurs Rupiah adalah sekitar Rp 13.000 per dolar Amerika pada awal krisis Amerika di tahun 2008).

Dikawatirkan kenaikan suku bunga ini akan memicu pecahnya gelembung properti serta gelembung kredit konsumsi yang bisa memicu krisis serupa yang dialami Amerika pada tahun 2008/2009. Sayangnya bila sampai krisis kali ini terjadi, dampaknya akan lebih buruk karena perekonomian wawasan negara-negara di ASEAN seperti Thailand dan Malaysia serta Australia juga mengalami perekonomian gelembung sabun yang serupa dengan yang terjadi di Indonesia. Begitu juga negara-negara di Amerika Latin, Afrika serta China juga mengalami masalah yang sama. Perekonomian global yang saling tergantung saat ini mengalami kondisi genting yang jauh lebih berbahaya dibandingkan krisis dunia di tahun 1997.

Lantas apa saja yang bisa kita lakukan sebagai warganegara Indonesia untuk membantu pemerintah kita agar perekonomian kita tidak memburuk? Berikut adalah beberapa hal yang bisa kita lakukan:
1. Kurangi belanja konsumsi melalui skema hutang: ngga usah menambah hutang, ngga usah pengin properti baru melalui hutang, ngga usah kredit kendaraan baru, dst.
2. Konsumsi barang-barang buatan dalam negeri sendiri untuk mengurangi tekanan neraca impor barang dari luar negeri.
3. Mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dengan berbagi transportasi menggunakan transportasi publik atau menggunakan alat transportasi seperti sepeda yang hemat energi.
4. Belanja di pasar tradisional di dekat lingkungan kita yang menjual barang-barang segar produksi lokal agar perekonomian berputar di sekitar lingkungan tempat tinggal kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun