Eksistensi diri semakin menjadi kebutuhan seseorang yang terus meningkatkan arti kehidupan dirinya dari segi sosial. Bahkan seseorang berani untuk mengambil suatu keputusan beserta konsekuensinya untuk menampilkan eksistensi diri yang sebenarnya. Eksistensi diri ini dapat dilakukan melalui banyak hal salah satunya adalah Eksistensi melalui media sosial, Media sosial menjadi tak hanya sumber informasi namun menjadi tempat mengelola eksistensi individu. Eksistensi diri melalui media sosial dilakukan oleh banyak kalangan, mulai dari para pejabat, kalangan artis, hingga para remaja mulai dari pelajar hingga mahasiswa. Mereka senantiasa melakukan eksistensi diri semata-mata bertujuan untuk diakui keberadaannya di mata orang lain dengan menampilkan kesan yang menarik perhatian.Â
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksistensi adalah hal berada, keberadaan (Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia, 2016). Eksistensi diri dapat dikatakan sebagai keberadaan atau kehadiran diri seseorang. Eksistensi ini menjadi sangat penting beberapa tahun terakhir, hal tersebut lebih sering dialami oleh kaum remaja khususnya mahasiswa baru. Mahasiswa baru dapat didefinisikan  mahasiswa baru merupakan masa transisi dari siswa menuju mahasiswa dan memiliki beberapa sisi positif, diantaranya siswa merasa lebih dewasa, lebih bereksplorasi terhadap gaya hidup dan nilai yang berbeda-beda, menikmati kebebasan dari pengawasan orang tua, dan lebih tertantang secara intelektual dengan adanya tugas-tugas akademik, namun tidak tertutup kemungkinan mahasiswa juga mengalami kesulitan. Masa transisi ini sebagai sebuah culture shock yakni mahasiswa belajar kembali terhadap masalah sosial dan psikologis dalam menghadapi hal baru, dan cenderung akan mengalami kebingungan untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Karena adanya masa transisi dan culture shock yang dialami mahasiswa baru, maka terdapat cara yang sekiranya mengatasi hal tersebut yaitu dengan pengolahan kesan yang dilakukan baik secara langsung tatap muka atau secara dalam jaringan melalui sosial media yang digunakan. Â
Erving Goffman mengenai Teori Dramaturgi "We display many masks on what we want to serve, there is no true self." kutipan tersebut dapat dimaksud bahwa sebuah front stage yang merupakan istilah yang digunakan goffman untuk menganalogikan sebuah 'pertunjukan' yang ingin diperlihatkan pada audiens ini adalah sesuatu yang ingin kita perlihatkan dari diri kita kepada lawan bicara/partner interaksi yang sedang terjadi. jika dalam kasus ini adalah seorang mahasiswa baru yang ingin memberi eksistensinya melalui media sosial. perlu diingat pula Frontstage merupakan sisi/citra yang diperlihatkan sebagai sebuah Impression terhadap audiens yang belum familiar dengan kita sebagai aktor.
Cara seseorang melakukan pengelolaan kesan terhadap lingkungan yang baru yang meliputi konsep dramaturgi melalui tatap muka atau secara langsung. Dapat diilustrasikan begini, sebagai contoh mahasiswa baru sebelum memasuki kehidupan berkuliah secara resmi dari instansi terdapat beberapa tahapan formal maupun informal yang harus dilewati. pertama, dalam tahapan formal terdapat daftar ulang yang merupakan tahapan seorang mahasiswa baru yang sudah resmi diterima dalam sebuah instansi untuk mengisi data diri, data diri tersebut dapat berupa asal sekolah menengah yang telah ia lewati. dari hal tersebut memperlihatkan bahwa adanya bawaan asal sekolah yang diperlihatkan seorang aktor yang akan dipertunjukkan pada audiens yaitu jika disini termasuk pada instansi administrasi. jika ilustrasi tersebut belum dapat mewakilkan, terdapat ilustrasi lainnya, yaitu pertemuan pertama sebagai seorang mahasiswa baru tentu menjadi ajang utama eksistensi ataupun pengelolaan kesan. karena sebagian besar mahasiswa baru memasuki lingkungan yang benar-benar berbeda dari lingkungan semasa masih sekolah. Jadi, dengan sadar seorang mahasiswa baru akan melakukan pengelolaan kesan agar terlihat baik atau familiar dengan orang-orang lain. kata familiar disini didefinisikan sebagai sesuatu yang diperlihatkan atau diberikan kepada lawan bicara ataupun interaksi guna memberi kesan baik/ akrab ataupun memberikan perasaan untuk membiasakan diri dengan aktor. contohnya, seorang mahasiswa baru dengan lulusan pondok akan berpakaian selayaknya orang biasa yang pernah pergi ke pondok dengan pembawaan-pembawaan syar'i nya memperlihatkan bahwa aktor tersebut melakukan frontstage sebagai seorang lulusan pondok. lain hal nya dengan mahasiswa baru yang merupakan seorang lulusan SMA biasa, pembawaannya akan terkesan liberal ataupun terkesan bebas dengan aksesoris-aksesorisnya.Â
setelahnya kita dapat masuk kedalam backstage walaupun eksistensi ini jarang terlihat maupun dibahas, namun menurut saya ini termasuk dalam eksistensi yang merupakan cara meningkatkan arti kehidupan yang ingin dijalani oleh seorang individu. sebelum memasuki pembahasan lebih jauh kita harus mengetahui apa itu backstage, Backstage merupakan citra yang ditunjukkan pada seseorang yang sudah familiar dengan aktor, dan sisi luar. agar memperjelas pembahasan, saya akan melanjutkan ilustrasi diatas. anggaplah seorang mahasiswa baru lulusan pondok ini telah melewati tahapan pertemuan diatas, selanjutnya banyak orang-orang yang tertarik ingin menjadi temannya dengan alasan ia seorang lulusan pondok. lambat laun setelah mengenal lebih lanjut tahapan ini setelah memiliki familiaritas yang lebih dalam mengenal atau dalam istilah ini melihat frontstage aktor. jika masuk kedalam ilustrasi, setelah mengenal aktor yang seorang lulusan pondok ternyata ia memiliki jiwa yang lebih bebas dan liberal dari yang audiens ini kira karena mereka sudah mengenal lebih lanjut setelah temu sapa pertama, maka backstage ini pun terungkap karena adanya familiaritasnya ini.Â
Frontstage, mengapa banyak orang melakukan pengelolaan kesan ini? karena masyarakat tuntutan sosiak memaksa orang untuk menghadirkan suatu citra diri tertentu karena masyarakat memaksa kita untuk beralih bolak-balik di antara banyak peran yang rumit, yang juga membuat kita selalu kurang jujur, tidak konsisten dan tidak terhormat. dari hal tersebut menjelaskan dalam pandangan dramaturgi masyarakat yang memaksakan citra apa saja yang diinginkan atau familiaritas yang dicari suatu masyarakat.
"We display many masks on what we want to serve, there is no true self. Roles are just the actors". Dramaturgi sering diterapkan oleh kita secara sadar maupun tidak Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H