Bom atom "Little Boy" yang dijatuhkan AS di kota Hiroshima dan "Fat Man" di kota Nagasaki menimbulkan korban tewas seketika diperkirakan mencapai 200 ribu orang. Selain itu, korban tewas akibat leukimia, kanker, dan radiasi bom atom tersebut mencapai puluhan ribu orang. Hal itu belum termasuk orang-orang yang mengalami kecacatan permanen.
Tragedi besar juga pernah menimpa dunia akibat kegagalan program nuklir. Seperti kejadian pada April 1986, reaktor yang beroperasi di Chernobyl, Ukraina, dulu bagian Uni Soviet tiba-tiba meledak. Atapnya terlempar menyebabkan bahan radioaktif tumpah ke langit dan menyebar di wilayah sekitarnya. Teras reaktornya terbakar, orang-orang yang tidak mengenal bahaya radiasi nuklir, tanpa pelindung mencoba memadamkan api. Kemudian mereka jatuh sakit dan meninggal. Pemerintah Soviet mengumumkan 31 orang menjadi korban tewas mendadak dan beberapa lainnya diprediksi akan terkena penyakit parah pada bulan-bulan atau tahun-tahun berikutnya.
Satu sisi, penggunaan fisi nuklir sebagai sumber energi dinilai cukup ekonomis karena nuklir diketahui dapat memperbarui diri. Menilik PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) yang bisa diproyeksikan untuk pembangkit listrik pengganti batubara dan mengantisipasi habisnya cadangan minyak bumi. Sebaliknya, pemanfaatan energi nuklir sebagai energi terbarukan juga patut menjadi perhatian karena bahaya yang tidak tanggung-tanggung. Penggunaan nuklir untuk senjata perang dan kejadian kecelakan program nuklir telah banyak memberi pencerahan dibalik ketakutan yang semakin meningkat. Hal ini menumbuhkan para penentang sejak tahun 1960-an dari masyarakat yang sadar ancaman nuklir.
Mengaca Manifesto Einstein Tentang Nuklir
"Saya tidak tahu dengan senjata apa Perang Dunia III dilakukan, tetapi pada Perang Dunia IV peperangan akan dilakukan dengan tongkat dan batu."
(Albert Einstein)
Dikutip detiknews, sang fisikawan terkemuka dunia Albert Einstein juga sempat mengeluarkan manifesto yang dirilis pada 9 Juli 1955, menolak pengembangan senjata nuklir sebagai senjata perang. Einstein juga menyesali keterlibatan tidak langsungnya dalam proyek Manhattan pimpinan Openheimer. Proyek yang menewaskan banyak korban akibat bom atom yang pernah mengguyur Negeri Sakura tahun 1945 silam.
Memperediksikan kawasan rentan konflik dan memiliki persenjataan nuklir sewaktu-waktu bisa luluh lantak jika mereka benar-benar mengunakan nuklirnya sebagai senjata berperang. Menjadi cikal bakal kehancuran peradaban dunia. Sepertinya tepat jika merujuk pada ungkapan Einstein di atas tentang kelanjutan keilmuan program nuklir yang disalahgunakan sebagai senjata pemusnah massal karena ambisi manusia dan berakibat musnahlah peradaban maju yang telah dibangun saat ini, dan manusia yang tersisa harus mengulangi lagi peradabannya sehingga terjadi semacam siklus perputaran peradaban.
"Demi Selangkah" Upaya Penyelesaian Konflik Nuklir Dunia
Amerika Serikat meluncurkan Prakarsa Keamanan Proliferasi (PSI) pada tahun 2005, bertujuan mencegah perdagangan gelap nuklir. Sebagian besar negara Asia, termasuk Cina dan India telah bergabung dalam rencana ini. Akhir perkembangannya, Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) dan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tengah (CANWFZ) menandatangani Deklarasi Zona Perdamaian, Kebebasan dan Netralitas (ZOPFAN).
Tokyo pada tahun 1970 dan Seoul tahun 1990-an juga serius memilih opsi meninggalkan persenjataan nuklir setelah proses panjang dalam hal pertimbangan penilaian biaya-manfaat secara keseluruhan, faktor ekonomi serta kepercayaan pada komitmen keamanan yang ditawarkan AS. Mereka memilih meninggalkan ambisi nuklirnya meski berada di wilayah rentan ancaman konstan Korea Utara dan Cina yang terus menambah kekuatan militernya.