Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Bukannya Tidak Mampu, Namun...

16 Mei 2017   14:59 Diperbarui: 16 Mei 2017   15:05 1449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beasiswa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, beasiswa berarti tunjangan yang diberikan kepada pelajar atau mahasiswa sebagai bantuan biaya belajar. Sedangkan menurut Wikipedia, beasiswa adalah pemberian berupa bantuan keuangan yang diberikan kepada perorangan yang bertujuan untuk digunakan demi keberlangsungan pendidikan yang ditempuh. Beasiswa umumnya diberikan oleh lembaga pemerintah, perusahaan maupun yayasan. Dari apa yang saya amati pada beasiswa-beasiswa nasional, biasanya penerima beasiswa adalah orang yang memiliki kemampuan akademis yang mumpuni namun tidak mampu secara finansial. 

Hal ini dapat dengan jelas terlihat dari permintaan untuk melampirkan surat keterangan tidak mampu bagi calon penerima beasiswa yang umumnya terdapat di dalam persyaratan pengajuan beasiswa. Namun kenyataan di lapangan kadang menunjukkan hal yang berbeda, penerima beasiswa tersebut bisa jadi justru adalah orang yang sebenarnya masih mampu. Berlawanan dengan tanggapan masyarakat pada umumnya yang sebagian besar lebih terfokus ke arah ketidakadilan kepada hak orang tidak mampu, saya ingin menanggapi dengan cara pandang yang sedikit berbeda.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebenarnya hal yang telah saya ungkapkan sebelumnya, yaitu orang mampu yang mendapat beasiswa, sudah sangat banyak di Indonesia. Tentu yang saya maksud bukanlah semua orang mampu yang menerima beasiswa, namun penerima beasiswa yang memiliki persyaratan tidak mampu di dalamnya, yang memang sebagian besar beasiswa nasional di Indonesia adalah seperti itu. 

Banyak orang yang sebenarnya masih mampu namun memalsukan surat keterangan tidak mampu untuk mendapatkan beasiswa. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Bukankah yang seperti itu dapat dibilang egois karena merebut hak orang yang tidak mampu? Begitu kira-kira pikiran sebagian besar orang ketika menanggapi salah satu isu pendidikan ini.

Kembali lagi kepada penjelasan saya di awal, bahwa memang sebagian besar – bahkan hampir semua – beasiswa nasional di Indonesia ditujukan kepada orang yang memiliki kemampuan akademis yang mumpuni namun tidak mampu secara finansial. Tidak ada masalah memang apabila pemberi beasiswa meminta kemampuan akademis yang mumpuni sebagai syarat, karena hal tersebut berkaitan dengan umpan balik yang akan diterima si pemberi beasiswa dari si penerima beasiswa. 

Misalnya pemberi beasiswa adalah lembaga pemerintah. Setelah penerima beasiswa lulus dari sekolah atau universitasnya tersebut lembaga pemerintah dapat meminta umpan balik, misalnya si penerima beasiswa ditarik sebagai pegawai di lembaga pemerintah tersebut. Namun untuk hal dikhususkan bagi orang yang tidak mampu? Menurut saya pribadi, tidak seharusnya semua beasiswa dikhususkan bagi orang yang tidak mampu. Mengapa demikian?

Saya adalah seorang mahasiswa yang masih bisa dibilang berkecukupan. Setiap hari saya masih dapat makan dengan cukup, rumah saya pun adalah rumah yang layak huni. Hal ini adalah hasil dari pekerjaan dan tabungan orang tua di masa lalu. Namun demikian, saya adalah anak ketiga dari 4 bersaudara dan saat ini ayah saya sudah tidak bekerja secara formal di perusahaan, sehingga sekarang pemasukan keluarga kami tidak menentu. Hal ini membuat saya terdorong untuk mencari dan mengajukan beasiswa. 

Pernah saya ingin mengajukan beasiswa, saat itu yang ingin saya ajukan adalah beasiswa PPA, namun setelah melihat salah satu syaratnya adalah surat keterangan tidak mampu, saya langsung ragu untuk melanjutkannya. Surat keterangan tidak mampu bisa didapatkan dari kelurahan, namun untuk ukuran rumah saya yang masih terlihat layak huni saya jadi merasa tidak pantas untuk meminta surat keterangan. Sehingga pada akhirnya saya menyerah untuk mengajukan beasiswa PPA tersebut.

Saya juga memiliki seorang teman. Ia lagi-lagi bisa dibilang masih berkecukupan, namun ia menerima beasiswa bidikmisi. Pada awalnya saya heran, namun daripada saya langsung berpikir negatif, saya mencoba untuk mendekati dan mencari tahu penyebab ia mengambil beasiswa bidikmisi tersebut. Ternyata, walaupun orang tuanya berkecukupan, ia tidak menerima uang untuk biaya kuliah sama sekali dari orang tuanya. 

Hal ini dikarenakan jurusan yang diambilnya bertentangan dengan apa yang orang tuanya inginkan. Ia juga sudah mencoba untuk bekerja namun tetap tidak mencukupi untuk membayar biaya kuliah, sehingga ia terpaksa untuk memanipulasi surat keterangan tidak mampu untuk membayar biaya kuliahnya.

Kesimpulan dari seluruh tulisan saya di atas adalah menurut saya tidak seharusnya semua beasiswa dikhususkan bagi orang tidak mampu karena banyak juga orang yang sebenarnya masih mampu namun membutuhkan beasiswa karena alasan tertentu. Pengubahan syarat tersebut tentunya lebih baik dibandingkan orang-orang harus memanipulasi dan berbohong demi mendapatkan beasiswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun