Mohon tunggu...
ELIZA RAHMAWATI
ELIZA RAHMAWATI Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS SILIWANGI

Seorang eksplorator kehidupan dengan rasa ingin tahu yang tak terbatas. Bersemangat dalam setiap petualangan yang menggabungkan kreativitas dengan ketajaman analitis untuk menemukan solusi inovatif. Keterlibatan dalam berbagai bidang menciptakan perspektif unik yang saya bagikan melalui tulisan dan interaksi inspiratif.

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Politik Tanah Priangan Timur" Membedah Dualitas Kepentingan melalui Tinjauan Roscoe Pound Interests Theory - Jeremy Bentham's Utilitarianism

2 Desember 2023   13:58 Diperbarui: 2 Desember 2023   14:21 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: wawancara Bapak Jimmy

Permasalahan di atas pasti menimbulkan dampak terhadap masyarakat. "Anggaran dari anggota dewannya sih mungkin ada dan sudah diatur, cuma seringkali yang jadi hambatan itu di pihak ke duanya (organisasi masyarakat). Nah uang itu biasanya kepotong di tengah jalan. Misal pembuatan gorong-gorong, itu biasanya enggak semua dana yang diturunkan dari pusat jumlahnya segitu, kadang udah dikurangi. Kita sebagai rakyat kecil kadang mau nanya anggaran sebenarnya berapa, tapi kan kita enggak bisa apa-apa jadi cuma bisa lihat dan dengar," imbuhnya. Melihat dari perspektif masyarakat bahwa program atau kebijakan tidak selalu melibatkan kepentingan masyarakat sehingga menimbulkan dampak public trust serta mengira adanya potongan fee di jalan karena, tidak ada transparansi fee kegiatan secara merata kepada masyarakat khususnya di wilayah Mangkubumi.

Ketika transparansi menjadi semakin langka, muncul kekhawatiran yang mendasar di kalangan masyarakat. Tanpa akses yang jelas terhadap informasi, kepercayaan pun tergerus. Masyarakat menginginkan lebih dari sekadar kabar buruk atau temaramnya kebenaran. Mereka mengharapkan tanggapan yang tegas terhadap kurangnya transparansi. Sebagai pilar utama dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan bertanggung jawab, transparansi bukanlah sekadar janji kosong, melainkan jalan yang harus ditempuh untuk membangun kepercayaan dan menjaga integritas dalam setiap tingkatan kebijakan. Tindakan konkrit seringkali menjadi kunci keberhasilan, sebuah inisiatif sering terletak pada kemampuan untuk menerjemahkan niat baik menjadi tindakan yang nyata dan berdampak positif. Terdapat upaya konkrit untuk menghadapi permasalahan tersebut dengan diadakan reses untuk menjaring kepentingan rakyat. "Kalau yang formal lewat reses itu termin dalam 1 tahun itu ada 3 putaran reses, triwulan pertama misalnya januari-maret, jadi reses bertahap mengambil aspirasi dari rakyat bawah ke dewan diusulkan menjadi poin di APBD. Secara tidak formal misalnya dengan pengajian, saya main ke daerah tapi ada rakyat tidak ikut reses dan rapat resmi, tapi rakyat itu bilang mesinnya rusak perlu dibantu, tanpa dia usulkan kemudian kita usulkan," kata Bapak Endang Rusyanto, S. Ag di basecamp aktivis, Selasa (21/11/2023).

Berdasarkan uraian di atas, tindakan konkrit seperti itu dapat menjadi solusi agar tidak terjadi kesalahpahaman antara masyarakat dengan pemerintah setempat dalam menghadapi sebuah masalah terkait dengan kebijakan. Oleh sebab itulah, perspektif masyarakat menginginkan adanya sebuah tim controling yang memiliki kejujuran atau integritas yang tinggi yang menyangkut transparansi.

"Supaya ada keterbukaan. Makanya ide yang saya keluarkan perlu adanya tim pengontrol. Sekarang lagi ramai proyek pemilu, saya tidak pernah dilibatkan. Jangan sampai pemerintah pusat memberikan fee hanya untuk membengkakkan perut seseorang saja. Upayanya harus ada di pihak masyarakat yang benar-benar jujur. Orang jujur saat ini termasuk orang yang langka, semakin kesini orang semakin realistis. Sekarang mencari orang jujur itu susah," jelas Bapak Jimmy.

sumber: wawancara Bapak Jimmy
sumber: wawancara Bapak Jimmy

Ketika solusi diberikan dan melakukan sebuah tindakan maka harus siap dengan konsekuensi yang dihadapi bisa menjadi boomerang, maka perlu diperhitungkan skala prioritas dan skala kebermanfaatan. Ditinjau melalui Jeremy Bentham's utilitarianism pada validitasnya adalah adicita moralistis-fatsun yang menempatkan tindakan yang dapat dikatakan baik ialah mendatangkan utilitas (manfaat) kendatipun tindakan yang tidak baik ialah yang mendatangkan penderitaan dan kerugian. Tesaurus dari "the greatest happiness of the greatest number" selalu sepadan sebagai kebahagiaan yang ditetapkan oleh mayoritas. Persepsi utilitarianism melandaskan kebahagiaan sebagai standar emas moralitas yang personalitasnya "impartial promotion of well-being", yakni mendukung kebahagiaan atau kesejahteraan yang tidak tendensius. Utilitarianism juga lekat dengan tahapan perhitungan antara kebahagiaan (pleasure) dan penderitaan (pain), karena seandainya suatu tindakan mendatangkan kebahagiaan yang lebih besar dari penderitaan, maka tindakan tersebut mempunyai "kedayagunaan" terhadap masyarakat, begitu pun berbanding terbalik, apabila tindakan mendatangkan penderitaan yang kian besar, maka tindakan itu tidak mempunyai "kedayagunaan".

Dalam merangkum perjalanan analisis politik Tanah Priangan Timur, khususnya di Kota Tasikmalaya, ditemukan bahwa kompleksitasnya tak terelakkan dan terperinci melalui pemahaman dualitas kepentingan. Roscoe Pound dengan teori kepentingannya dan Jeremy Bentham dengan utilitarianismenya memandang bahwa kebijakan seharusnya bertujuan untuk kebahagiaan sebanyak mungkin. Melalui penutup ini, kita diingatkan bahwa politik bukanlah arena pertarungan, tetapi panggung di mana warga dapat berkolaborasi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dengan merangkum dualitas kepentingan melalui lensa teori Pound dan Bentham, diharapkan kita dapat membentuk landasan yang solid di Kota Tasikmalaya menjadikannya tempat yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua warganya.

Penulis menyampaikan perspektif bahwa dualitas kepentingan seperti tari yang kompleks di atas tali tipis etika dan realitas. Seiring langkah harus menyeimbangkan antara kebutuhan pribadi dan tanggung jawab sosial. Itu seperti berjongkok di persimpangan antara ego dan altruisme. Saat kita mengejar kepentingan diri, ada bayangan pertanyaan apakah kita telah melangkah terlalu jauh dari keadilan. Tetapi, dalam dualitas ini terdapat keajaiban navigasi moral yang menciptakan cerita kehidupan yang berwarna. Sebab, di tengah dualitas kepentingan itulah kita menemukan makna sejati tentang kebijaksanaan dan keseimbangan yang menjadikan kehidupan ini penuh warna dan mendalam. Dualitas kepentingan bukan hanya berbicara kepentingan yang kontradiktif melainkan menemukan titik temu di antara perbedaan.

Penulis: Eliza Rahmawati - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Siliwangi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun