Taman di depan kapel adalah tempat yang paling tepat untuk menenangkan pikiran. Taman itu memang hijau dan asri. Bukan pohon besar seperti beringin yang membuatnya sejuk, melainkan hanya pohon-pohon setinggi lima meter yang karena kemiripannya dengan hati, disebut pohon ‘cinta cantik’. Banyak siswa berkunjung hanya untuk berjalan- jalan, menenangkan pikiran setelah mata pelajaran yang sukar dan panjang yang mengundang kantuk atau membosankan. Ada pula yang hanya duduk-duduk sambil mengobrol, curhat seputar kehidupan pribadi. Banyak pula yang menjadikan taman itu sebagai tempat bertumpah curhat, cerita, keluh kesah, kerja kelompok, bahkan ujian akhir tahun.
Ada mitos yang berkembang di taman kapel di kampus ini. Siapa pun yang menyatakan cinta di taman ini, maka cintanya sudah pasti akan diterima. Untuk alasan itulah, Chris berdiri di tengah-tengah taman, bersama cewek berambut panjang.
"Mau ngomong apa?" tanya Chris. Suaranya yang terdengar malas.
"Ehm... gue... cuma pengin ngomong." Cewek itu menarik napas panjang. "Ehm... gue... kalau gue... sayang banget sama lo.”Dengan berani, cewek itu mengutarakan perasaannya kepada Chris. Wajahnya terlihat malu-malu. Pandangan matanya begitu polos, seolah yakin jika Chris akan menerima perasaannya.
"Udah?" Chris bertanya dengan nada sinis. Ia pun membalikkan badannya. Namun, baru selangkah Chris menggerakkan kakinya, sebuah teriakan menghentikan langkahnya. Lengan kanannya pun ditahan oleh cewek itu.
"Tunggu!"
"Ngapain pegang-pegang gue!" Nada bicara Chris telah naik satu oktaf.
"E-eh... sorry." Suara cewek itu mulai sedikit melemah. Chris menaikkan sebelah alisnya.
"Emm, ini... baca ya... gue bikin khusus buat lo...." Tangan cewek itu terjulur, menyodorkan surat berwarna hijau kepada Chris. Wajahnya tertunduk, seolah terlihat memohon dan mengemis cinta. Chris menatap cewek yang ada di hadapannya, lalu memutar bola matanya. Dengan malas, ia mengambil suratnya dan membacanya.
“Please..," ujar cewek itu, berharap Chris menerima cintanya. Dia terus-terusan memandang Chris penuh harapan. "Please... terima gue."
Chris tersenyum sinis, lalu merobek surat yang sudah dibacanya secepat kilat tepat di depan mata gadis itu.
"Nggak!!" jawab Chris tegas.
Sangat menyakitkan. Kedua mata cewek itu mulai berkaca-kaca ketika Chris merobek-robek surat yang ia buat dengan susah payah. Air matanya kemudian jatuh, seiring dengan serpihan kertas yang jatuh ke tanah. Sebagian serpihan kertas itu terbang terkena embusan angin.
"Chris..." gumam cewek itu perih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H