Mohon tunggu...
Eli Yulianti
Eli Yulianti Mohon Tunggu... Administrasi - Hi

Eli yulianti

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teks Kritik pada Novel "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck"

10 Maret 2021   18:14 Diperbarui: 10 Maret 2021   18:29 4511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Karya sastra yang menghubungkan antar makhluk hidup seperti manusia dengan tuhan, manusia dengan lingkungan. Dalam karya sastra seharusnya terdapat informasi mengenai karakter yang dijuluki dengan dijelaskan secara mendetail.

Yang disampaikan oleh Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama Buya Hamka. Dalam novelnya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, novel yang menjadi fenomenal tersendiri dalam karya sastra Indonesia, terutama unsur sosial dan mengangkat nilai tradisional atau budaya asli.

Novel ini mengisahkan tentang dua insan yang saling mencintai dengan penuh rasa tulus dan ikhlas. Dibalik kisah kasih cinta mereka, ada latar belakang mengenai peraturan adat yang sangat tegak yaitu Adat Minang. Adat Minang kala itu menganggap bahwa warisan dapat membuat orang berselisih.

Nilai tradisional budaya dan dari segi stuktur bahasa sangat dirasakan dan dimengerti oleh pembaca pada setiap bagiannya. Bahkan dalam beberapa paragraf kita dapat menemukan pesan amanat, terutama dalam ranah budaya. Namun, dengan bentuk seperti itu tidak membuat novel ini menjadi membosankan karena penulis menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Gaya penulis untuk mengungkapkan setiap pesan dan amanat membuat kita sadar bahwa baru sedikit yang kita kenal dari nilai budaya yang diketahui.

Adapun hal lain yang dapat diunggulkan dari novel ini adalah kemampuan Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama Buya Hamka untuk melukiskan suasana yang dapat begitu fasih digambarkan sehingga seakan-akan mengajak pembaca untuk menikmati suasana di Negeri Minang tersebut dengan karyanya. 

Alur cerita juga dirangkai dengan begitu baik, menggunakan alur campuran yang dapat pembaca lihat dan rasakan dulunya seperti apa dan bagaimana. Konflik yang dibangun juga membuat novel ini layak menjadi novel kebangkitan bagi sastra budaya. Banyak inspirasi yang kemudian bisa hadir dalam benak pembaca.

Satu hal yang ditemukan dan terlihat ada kejanggalan dalam novel ini adalah ada beberapa tokoh yang tidak diceritakan akhirnya. Mungkin maksud penulis disini, ia ingin menggambarkan tokoh yang mendominasi di akhir cerita ini. 

Para pembaca yang merasakan hal ini pasti bertanya-tanya, apakah beberapa pemeran dalam novel ini tidak dijelaskan secara jelas dari karakter yang diperani, kemana beberapa tokoh lain yang masih terlihat dikeadaansebelumnya dan dengan penggunaan bahasa yang digunakan sangat kental dari budaya nya tersebut.Meskipun tidak begitu jelas dari karakter hingga bahasa yang digunakan, tetapi akan lebih baik jika karakter tokoh dapat dimunculkan dengan jelas dan jangan sampai tokoh lain dihilangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun