Mohon tunggu...
Elita Wijayani
Elita Wijayani Mohon Tunggu... Lainnya - siswa SMAN 3 Tenggarong

PESERTA RBMK MUSIM 3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menghidupkan Kesetaraan di Tengah Pandemi

4 September 2020   19:24 Diperbarui: 4 September 2020   19:27 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SDGs Goals (sumber: http://generasipedulisesama.blogspot.com/2017/10/kesetaraan-gender-dalam-sustainable.html)

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Kesetaraan gender/gender equality adalah tujuan ke-5 dari SDGs. Namun, selama masa pandemi COVID-19 dengan kemungkinan terselesaikan dalam jangka waktu dekat sangat kecil terjadi. Maka dari itu, mengingat tujuan ini diharapkan sudah dicapai pada tahun 2030 maka tujuan ini harus terus di laksanakan.

Selama masa pandemi ini tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kebiasaan kehidupan sehari-hari kita mau tak mau harus berubah. Aturan WFH (Work From Home) yang diputuskan oleh pemerintah untuk masyarakat kini menjadikan sebuah masalah yang masih kurang diperhatikan. Meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga adalah salah satunya. 

Meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh meningkatnya rasa stres dan pembagian tanggung jawab baru yang tidak seimbang dalam sebuah keluarga. Ketidak seimbangan tanggung jawab ini seringkali membebani kedua belah pihak, suami dan istri.

Sebelum pandemi global melanda Indonesia, pembagian tanggung jawab di dalam keluarga berdasarkan gender sudah tertanam kuat di masyarakat sebagai 'norma gander'. Norma yang beranggapan bahwa istri bertanggung jawab mengurus segala kebutuhan rumah tangga seperti, mencuci, mendidik anak, memasak dan membersihkan rumah. 

Sedangkan, suami bertanggung jawab menafkahi keluarga. Namun, norma gender yang sudah berlaku di masyarakat ini tidak sepenuhnya memenuhi kesetaraan gender yang seharusnya di mulai dari keluarga. 

Norma gender yang bersifat kaku ini kebanyakan mengorbankan perempuan. Hal itu dikarenakan tanggung jawab yang lebih besar dipikul oleh para istri. Terlebih lagi jika istri tersebut adalah wanita karir, maka beban besar tersebut menjadi terlipat gandakan.

Lasmiyati, seorang ibu rumah tangga sekaligus seorang guru mata pelajaran matematika di SD 012 Samarinda Utara mengungkapkan bahwa di saat pandemi pekerjaan rumah tangga menjadi dua kali lipat lebih banyak dari sebelum pandemi. 

Hal ini dikarenakan ia yang diharuskan mengajar dari rumah atau WFH serta mengurus keluarganya yang sekarang juga belajar dan bekerja dari rumah. Selain itu, pekerjaan rumah tangganya hanya dikerjakan oleh beliau seorang diri. 

Oleh karena itu, penting untuk membahas ketidak seimbangan tanggung jawab baru di rumah berdasarkan gender pada saat pandemi ini serta dapat dijadikan ajang untuk membangun kesetaraan gender pada masyarakat yang dimulai dari keluarga masing-masing.

kesetaraan gender dalam pekerjaan rumah tangga (Sumber: https://manado.tribunnews.com/2018/03/13/kesetaraan-dan-keadilan-gender-dimulai-dari-lingkunga
kesetaraan gender dalam pekerjaan rumah tangga (Sumber: https://manado.tribunnews.com/2018/03/13/kesetaraan-dan-keadilan-gender-dimulai-dari-lingkunga

Momen WFH yang dapat merubah tanggung jawab istri maupun suami di dalam rumah ini memberikan angin segar serta tantangan bagi kesetaraan gender dalam keluarga. Oleh karena itu, harus ada usaha yang dilakukan guna mewujudkan kesetaraan gender yang di mulai dari keluarga. Berikut adalah usaha yang dapat dilakukan:

Menghilangkan Kepercayaan yang Menganggap Pekerjaan Rumah Tangga Hanya Dikerjakan oleh Istri

Dewasa ini, masih banyak yang menganggap bahwa pekerjaan rumah tangga merupakan pekerjaan seorang istri sedangkan suami bertugas mencari nafkah. 

Pemikiran ini bersumber dari pemikiran patriarti yakni pemikiran Jawa tradisional tentang peran gender tradisional yang memposisikan wanita lebih rendah daripada kaum laki-laki baik pada sektor publik maupun dalam rumah tangga. Namun pemikiran seperti ini adalah pemikiran yang sudah kuno dan tidak dapat lagi digunakan di era modern seperti sekarang ini.

Pemikiran di era sekarang seharusnya sudah tidak ada lagi pemikiran yang merendahkan perempuan lagi. Masa sekarang ini sudah waktunya kesetaraan gender di junjung tinggi. 

Salah satunya dengan membagi pekerjaan rumah tangga dengan adil. Hal ini juga diungkapkan oleh Supriyantini di dalam bukunya yang berjudul 'Hubungan antara pandangan peran gender dengan keterlibatan suami dalam kegiatan rumah tangga'. 

Ia berpendapat bahwa suami yang memiliki pandangan peran gender yang modern memiliki kepercayaan bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara dan terdapat struktur pembagian kekuasaan yang fleksibel antara perempuan dan laki-laki. 

Oleh karena itu suami lebih dapat menyesuaikan diri dengan peran istri di dalam rumah dibandingkan dengan suami yang memiliki pandangan peran gender tradisional, sehingga dengan pandangan modern tersebut suami bersedia menerima tanggung jawab yang lebih besar dalam kegiatan rumah tangga .

Mendiskusikan Pekerjaan Rumah Tangga

Mendiskusikan pekerjaan rumah tangga itu perlu karena hal ini kerap memicu pertengkaran antara suami dan istri, atau orang tua dengan anak. Bahkan pada sebuah survey tahun 2018 di AS pada pasangan yang baru bercerai, perdebatan soal tugas rumah tangga disebut sebagai satu dari tiga alasan utama perceraian. Salah satu penyebab mengapa hal tersebut terjadi adalah adanya pembagian pekerjaan rumah tangga yang tidak adil. Oleh karena itu, dengan mendiskusikan pekerjaan rumah tangga dapat mengetahui apakah ada pihak yang merasa keberatan atau tidak setuju.

Adanya Pembagian Pekerjaan Rumah yang Adil

Adil dalam koteks ini merupakan sesuatu pekerjaan rumah yang diberikan sesuai porsinya dengan mempertimbangkan kesibukan dari suami maupun istri. Para suami dan istri yang WFH mengerjakan pekerjaan kantornya di rumah. 

Selain itu, diwaktu senggangnya suami dapat meluangkan waktu untuk ikut serta dalam membersihkan rumah, memasak, mendidik anak dan mencuci. 

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan dalam bukunya yang berjudul "Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam keluarga". Ia berpendapat apabila pembagian tugas dan dalam menjalankan kewajiban keluarga dengan melaksanakan peran dapat dilakukan dengan seimbang dan dilakukan atas kesepakatan bersama maka akan tercipta kehidupan pernikahan yang harmonis dan merupakan indikasi dari keberhasilan penyesuaian pernikahan.

Kesetaraan gender merupakan sesuatu yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup tiap individu. Sebab pada hakikatnya kesetaraan gender dapat terwujud jika ada usaha-usaha kan konsistensi untuk mewujudkannya. Momen WFH karena pandemi ini dapat menjadi waktu yang tepat untuk mewujudkannya. 

Perwujudan ini dapat di mulai dari hal-hal kecil yang sering kali diabaikan. Keluarga adalah tempat yang paling strategis untuk memulai mewujudkannya. 

Pembagian pekerjaan rumah tangga yang adil merupakan salah satunya. Oleh karena itu, mulailah untuk tidak membeda-bedakan sesuatu berdasarkan gender karena di masa yang sudah modern ini sudah tidak ada lagi yang membeda-bedakan sesuatu berdasarkan gender melainkan kesetaraan gender.

"Tulisan ini dibuat oleh Peserta Remaja Belajar Menulis Konten Musim 3 Bastra ID"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun