Mohon tunggu...
Elita Duatnofa
Elita Duatnofa Mohon Tunggu... lainnya -

menulis, sebuah kejujuran dalam bentuk lain.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hukuman Mati untuk Pembuang Sampah Sembarangan

16 Agustus 2011   06:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:44 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merdeka!

66 tahun merdeka, sebenarnya bangsa ini sudah cukup tua. Tapi seperti yang dikatakan pepatah juga, bahwa tua belumlah tentu dewasa.

Pernah suatu hari, dan sebenarnya beberapa kali, saya mengeluh di jalan. Sendirian mengendarai sepeda motor dan berada tepat di belakang Kijang Inova berwarna hitam. Hari itu sangat panas. Sehingga bukannya menyalip mobil di depan saya itu, tapi saya malah jadi berangan-angan, seandainya saja saat ini saya yang berada di dalam mobil itu, tentunya asyik karena tidak harus berpanas-panasan, dan tidak lagi risau tentang kulit yang terbakar matahari. Lalu saya sempat berpikir, atau mungkin merenung dan menebak-nebak bahwa orang yang ada di dalamnya pastilah orang terdidik. Dan saya, mungkin kurang cukup terdidik sehingga belum cukup maju dan mampu membeli mobil sendiri. Sebenarnya saya bergumam begitu sambil tertawa sendiri, hal yang sebetulnya biasa saya lakukan di perjalanan, berceloteh sendiri, mengomentari sesuatu sediri, ya… sebatas menghilangkan bete’ saja, sih.

Tapi kemudian sesuatu mengejutkan saya. Seseorang dari dalam mobil itu membuka jendela dan… ups! Dia melempar sampah ke jalan. What the hell? Sejak kapan jalan raya beralih fungsi menjadi tempat sampah? Saya pun tersenyum sinis, tanpa ada yang melihat tentunya. Mencabut kembali tebakan-tebakan saya yang menyangka bahwa penumpang di mobil itu adalah kalangan terdidik. Kemudian dari situ saya belajar, bahwa kendaraan yang digunakan sesorang, merk pakaian yang dikenakan, jenis makanan yang ia makan, sama sekali tidak ada hubungannya dengan “terdidik” atau tidaknya seseorang.

Tapi kembali lagi pada persoalan “membuang sampah sembarangan”, kenapa ya kok banyak orang yang begitu egois. Egois? Ya, egois! Kenapa dia tak mau menyimpan sampah di dalam mobilnya tuk sementara dan memilih membuangnya di jalan, yang entah… apa ada orang lain yang akan memungutnya dan memasukkan ke dalam tempat sampah kemudian. Tidak rela mobilnya dikotori sampah, sementara dia mengotori jalan umum yang… hey! Jalan ini juga bagian dari negeri gue. Jangan kotori!

Maka kemudian secara tiba-tiba saya mendapatkan ide, agar pembuang sampah sembarangan dihukum mati. Sepertinya kejam, tapi rasanya itu cukup adil. Bagaimana tidak, dia membuang banyak sampah, jika satu sampah saja yang dibuang sembarangan dalam satu hari, berapa banyak yang dibuang dalam satu bulan, dan lalu berapa jika dikumpulkan selama setahun? Itu baru sumbangan sampah satu orang. Dan jika ini terus terjadi tanpa tindakan tegas, maka akan ada berapa orang yang mati karena sampah? Kita sudah merasakan dampaknya sekarang, setiap musim hujan… banjir dimana-mana, tidak hanya Jakarta yang terkena banjir, tapi juga beberapa kota lainnya. Sumber masalahnya sebenarnya satu, sampah. Nah, bagaimana dengan beberapa waktu ke depan? Bukankah sampah-sampah itu kelak bisa membunuh generasi-generasi mendatang? Kalau begitu kenapa tidak kita beri hukuman mati saja para pembuang sampah sembarangan? Toh dia juga tidak mencintai negeri ini, buat apa dia diberi hidup di sini?

Hmmm, dan rasanya saya jadi bersyukur. Bersyukur dibuat mengerti bahwa sampah harus dibuang di tempat sampah. Bersyukur karena saya sanggup bahkan rela untuk mengotori tas, juga saku celana saya dengan sampah permen, tissue, bungkus snack dan entah ada sampah apa lagi di dalam sana. Mungkin beberapa orang menganggapnya jorok, tapi saya betul-betul tidak akan membuangnya kecuali saya menemukan tempat sampah, tempat dimana memang seharusnya sampah dibuang. Biarlah tas saya kotor, asalkan saya tidak merugikan lingkungan yang saya diami, negeri saya ini.

Maka di hari kemerdekaan ini, marilah belajar untuk membuang sampah dengan benar. Sepele kedengarannya, tapi berefek jangka panjang. Saya berani bertaruh, bahwa membuang sampah di tempatnya, adalah salah satu sikap cinta tanah air. Maka cintailah tanah airmu, dengan membuang sampah pada tempatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun