Mohon tunggu...
Elita Duatnofa
Elita Duatnofa Mohon Tunggu... lainnya -

menulis, sebuah kejujuran dalam bentuk lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Bangsa yang Lebay

15 Agustus 2011   07:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:46 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dulu, saya sering bertanya kenapa ada banyak “bule” yang senang tinggal di Indonesia. Dan dulu, saya bangga dengan keberadaan orang-orang asing, terutama bangsa-bangsa Eropa dan Amerika di tanah air saya. Saya pikir, mereka senang menetap di negara saya, bekerja, menikah dan bahkan punya anak di sini, karena negara saya tak ubahnya sebuah surga. Lihatlah alamnya, budayanya, keramah-tamahan penduduknya, dan betapa luasnya negeri ini. Pasti itulah alasan, dan satu-satunya alas an mengapa ada banyak bule yang senang, nyaman dan sentosa bermukim dan berbaur dengan bangsa saya.

Sampai kemudian saya mengenal pasangan suami istri warga negara Argentina yang sudah 2 tahun menetap di Indonesia. John dan Marry, nama pasangan itu, menyatakan keheranannya pada Indonesia. Jauh sebelum mereka memutuskan untuk merantau ke negeri ini, mereka tidak banyak tahu tentang Indonesia kecuali satu hal, Indonesia merupakan surga untuk mencari uang. Akhirnya setelah melalui banyak pertimbangan, mereka pun memutuskan untuk tinggal di sini, dan John bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta, sementara Marry cukup tinggal di rumah.

Benar saja, hidup mereka jauh lebih baik dari sebelumnya. Tinggal di apartemen mewah, mobil pribadi keluaran terbaru, jadwal shoping seminggu dua kali di mall kenamaan, dan semua kemudahan lainnya. Siapa yang menyangka bahwa di negaranya Marry cuma warga biasa dengan penghasilan pas-pasan bahkan kurang. Marry bercerita bahwa sebelumnya di Argentina mereka berdua sama-sama bekerja, tapi penghasilan keduanya masih terasa tidak mencukupi. Marry pun harus membawa dagangan seperti baju dan kue-kue ke kantor demi menambah penghasilan. Sama persis dengan yang banyak dilakukan oleh pegawai kantor di sini.

Marry bertanya bagaimana bisa negara ini membayar mahal para ekspat, apakah standar gaji di Indonesia memang setinggi itu? Tidak, jawab saya. Kemudian dia berkata, kalau hal itu membuatnya bingung. Negara ini pasti negara yang kaya, katanya. Jika tak kaya bagaimana mungkin bisa menjadi surga untuk warga asing sepertinya, tapi kenapa ada banyak pengamen jalanan, pengemis di setiap lampu merah, polisi cepek, dan gelandangan dimana-mana. Saya speechless mendengarnya, tidak bisa menjawab. Karena saya sendiri juga sama bingungnya dengan dia.

Lalu dia bertanya berapa penghasilan rata-rata orang Indonesia. Saya jawab, kebanyakan orang Indonesia asli yang menjadi karyawan biasa, berpenghasilan kurang dari 5 juta perbulan. Tapi ada lebih banyak lagi karyawan rendahan, yang penghasilannya tak sampai 2 juta. Dia kaget. Saya juga kaget karena ternyata dia tidak tahu.

Lalu saya berpikir… bahwa kita ini memang bangsa yang lebay. Lebay dalam membedakan pegawai pribumi dan pegawai asing. Lebay dalam memberi mereka keistimewaan. Lebay karena kita sendiri yang membuat mereka semakin betah mencari uang di sini, dan mengurangi “jatah” yang seharusnya bisa buat menggaji kita. Maka pantas saja jika beberapa waktu yang lalu para pilot Garuda berdemo menuntut hak yang sama. Jika dengan tanggung jawab yang sama, dan kompetensi yang sama, mengapa perbedaan penghasilan begitu menjulang selisihnya? Jika masih bisa dikerjakan oleh bangsa sendiri kenapa harus menggaji orang asing? Kalaupun mempekerjakan orang asing, kenapa tidak dengan standar gaji yang ada di sini? Toh mereka hidup di sini, biarkan mereka mengikuti semua standar kita, jika keberatan… suruh saja pulang ke negaranya. Siapa suruh datang ke Indonesia?

Sudah tahu ada banyak pengangguran di negeri ini, malah mempekerjakan orang asing. Jika merasa bangsa ini kekurangan SDM berkualitas, saya rasa solusi terbaik adalah dengan meningkatkan pendidikan bangsa ini. Tingkatkan prosentase anggaran untuk pendidikan, agar pendidikan berkualitas pun merata dan menyentuh semua pihak. Jika perlu disekolahkan di luar negeri, sekolahkanlah! Saya yakin uang negara kita cukup banyak. Bukankah dengan begitu kualitas SDM kita otomatis meningkat? Anak-anak Indonesia bukan anak bodoh, mereka hanya kekurangan kesempatan, yakni kesempatan untuk dibiayai negara.

Paradigma ini benar-benar harus dirubah, agar Indonesia… bisa menjadi surga untuk bangsanya sendiri. Dan kita semua memiliki tanggung jawab yang sama untuk merubahnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun