Tidak bayak orang tahu jika Indonesia merupakan negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia, setelah Mesir. Berdasarkan data BPS (2021), pada tahun 2020 volume impor mencapai 10,2 juta ton atau setara dengan US$ 2,6 Miliar.Â
Komoditas ini tidak lumrah dikonsumsi dalam bentuk bulir sehingga tidak banyak masyarakat aware dengan pemanfaatan gandum. Umumnya, gandum diakses dalam bentuk tepung terigu yang diperuntukkan bagi berbagai macam bahan baku mulai dari pengganti makanan pokok (roti atau pasta), kudapan, ataupun produk instan lainnya.
Angka konsumsi gandum di Indonesia terus mengalami kenaikan karena adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, dengan adanya fenomena peningkatan kelas ekonomi menengah, terdapat tren penggantian makanan pokok dari nasi menjadi pasta atau roti.Â
Hal tersebut tentu menyebabkan adanya peningkatan kebutuhan tepung terigu yang berasal dari gandum impor. Pesatnya industri makanan instan juga ikut memperparah ketergantungan.Â
Kemudian pertanyaan selanjutnya, apa penyebab ketergantungan tersebut dan apakah upaya yang perlu dilakukan untuk menekan angka impor yang terus membengkak.
Gandum merupakan jenis serealia yang berasal dari wilayah Diyarbarkir, Turki. Tanaman ini berasal dan tumbuh optimal di wilayah beriklim subtropis. Perkembangan gandum menghendaki suhu rendah, perbedaan suhu siang dan malam tinggi, dengan kelembaban yang rendah.Â
Berbeda dengan kondisi iklim Indonesia yang justru memiliki suhu udara  serta kelembaban yang tinggi, dengan paparan sinar matahari sepanjang tahun. Sehingga dapat dikatakan iklim menjadi factor pembatas utama dalam pengembangan gandum di Indonesia.
Namun faktor pembatas tersebut dapat diatasi salah satunya dengan proses perakitan varietas gandum yang mampu berproduksi optimal di lingkungan tropis. Riset Gandum di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1980an. Upaya yang dilakukan yaitu dengan mendatangkan varietas gandum dari luar negeri atau dikenal dengan tahap introduksi.Â
Berbagai jenis gandum di datangkan dari berbagai belahan dunia, juga dari Lembaga seperti CIMMYT (International Maize and Wheat Improvement Center) dan ICARDA (International Center for Agricultural Research in the Dry Areas).Â
Proses adaptasi varietas introduksi dilakukan oleh berbagai Lembaga penelitian maupun kampus-kampus di Indonesia sehingga diketahui calon varietas yang memiliki potensi berkembang di Indonesia.Â
Para peneliti juga berupaya untuk meningkatkan keragaman gandum yang mampu tumbuh di Indonesia melalui persilangan. Salah satu keberhasilan upaya mempersiapkan varietas yang mampu berproduksi di Indonesia adalah dengan dirilisnya beberapa varietas yang dinilai sesuai dengan iklim Indonesia. Varietas tersebut diantaranya Selayar, Nias, Dewata, Guri 1 Agritan, dan Guri 3 Agritan.