Mohon tunggu...
Elis Komariah
Elis Komariah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Curug Cilember, Curug Penuh Pesona

9 Januari 2018   23:19 Diperbarui: 9 Januari 2018   23:38 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemudian kami melangkah masuk kedalam area objek wisata. Sebelumnya saya dan teman-teman membayar tiket masuk sebesar Rp. 6.000,-. Sangat terjangkau bukan sahabat Kompasioner? Tentu saja, ini sangat terjangkau. Setelah registrasi tiket dengan membayar, kami langsung melihat area sekitar objek wisata. Tumbuhan khas hutan hujan menjadi populasi utama di area objek wisata ini. Beberapa diantaranya ada juga tumbuhan paku serta yang lainnya.

 Oya, perlu sahabat Kompasioner tahu bahwa area objek wisata Curug Cilember ini tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan lokal saja, melainkan wisatawan mancanegara. Setiap kali melirik kanan dan kiri saya melihat warga asing, terutama orang timur tengah. Mereka semua berkunjung ke sini, tentu untuk berlibur sama seperti halnya Saya dan teman-teman.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Bergerak maju ke tempat yang lebih tinggi, saya dan teman-teman melewati tangga-tangga batu yang berliku, disetiap sisi kanan dan kiri ada ukiran tanah pesanan dengan nama yang dirangkai dengan bunga-bunga. Bagi sahabat Kompasioner yang ingin menghadiahkan kepada orang yang tersayang, ini sangat romantik. 

Kenyang dengan pemandangan ukiran tanah dan bunga, saya kemudian terpukau dengan indahnya curug ke 6. Luar biasa, curug ini adalah curug yang paling banyak dikunjungi karena letaknya mudah dijangkau, pencahayaan nya yang bagus serta panorama yang menghadap langsung ke setiap penginapan, membuat siapun betah untuk berlama-lama disini.

Belum puas dengan Curug ke 6 kami bergerak naik kembali ke curug yang lebih tinggi. Ternyata semakin tinggi apa yang ingin kita raih, semakin banyak pula resiko dan tantangannya. Kalimat ini bukan berlaku hanya untuk kisah hidup kita saja sahabat Kompasioner, tetapi berlaku juga bagi seorang traveler. 

Pasalnya ketika bergerak menaiki medan ini saya dan teman-teman disambut dengan tebing-tebing yang curam, batu-batu besar, jalanan berliku serta struktur tanah yang tidak menentu. Makannya, untuk bergerak ke area curug yang paling atas setidakanya kita harus mengajak semacam pemandu wisata yang sudah mengetahui kontur disana, supaya kita tidak salah ambil jalan. Selain pemandu wisata tadi yang dibutuhkan, saat berkunjung kesini sahabat Kompasioner harus memperhatikan setiap tanda peringatan yang ada di sekitar jalan. Sehingga sahabat Komapsioner mengetahui rute mana yang bisa dipakai dan mana yang tidak.

Dengan berbagai hal yang Saya dan teman-teman lalui saat menikmati objek wisata di Bogor ini, pada akhirnya kami hanya sampai di curuh ke 3 saja. Pada saat itu, rute menuju curug 2 dan 1 tidak bisa dilalui dikarenakan longsor, sehingga jalan untuk kesana terblokir. Meski saya sedikit kecewa tentang hal ini, tapi bagi Saya ini sangat luar biasa menyenangkan. 

Alam memang menyediakan kejuatan yang sangat indah dan pelajaran yang beramakna, serta memberikan pelajaran lain yang bersifat religious, yaitu bahwa Tuhan adalah Maha Pencipta segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi dengan segala ciptaan-Nya yang begitu menakjubkan.

Berhentinya perjalanan Saya dan teman-teman di Curug ke 3, kemudian Kami pun bergerak turun dan kembali ke tempat peristirahatan. Perjalanan seharian yang begitu melahkan dengan kebahagian serta kepuasan, ini bercampur aduk. Namun, perasaan utama kami adalah bahagia.

Kami beristirahat disalah satu kedai dengan menyantap sajian makanan khas daerah Bogor. Suasana dingin sangat kental disini, sehingga saya rekomendasikan sahabat Kompasioner untuk memakai pakaian tebal serta menyantap makanan dan minuman yang masih hangat. Selain itu, Karena hutan ini adalah jenis hutan hujan, makan sahabat Kompasioner jangan heran jika disini sahabat Kompasioner merasakan curah hujan yang lebih sering.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Sambil menceritakan pengalaman satu sama lain saat kami berjalan dari setiap curug ke curug, lambat laun anggota tubuh pun merasakan reakasi yang boleh dikatakan sangat normal dan juga tidak aneh, apalagi bagi kaum traveler. Rasa seperti ini menjadi rasa yang tidak akan pernah terhapuskan bagi setiap traveler, termasuk sahabat Kompasioner juga yang kebetulan hobi ber-traveling. Ya betul, rasa ini adalah rasa pegal di badan. Ini adalah rasa yang wajib dirasakan bagi seorang traveler. Jika sahabat Kompasioner adalah seorang traveler, namun tidak pernah merasakan rasa pegal ini, makan sahabat Kompasioner bukan sorang traveler sejati. Hehe...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun