Mohon tunggu...
Elisdawati HanikaPutri
Elisdawati HanikaPutri Mohon Tunggu... Animator - mahasiswa

menulis adalah aku

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengaruh Mutu Buku terhadap Literasi Masyarakat

23 September 2021   21:58 Diperbarui: 23 September 2021   22:06 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut sitepu (2012:8) Buku adalah kumpulan kertas berisi informasi, tercetak, disusun secara sistematis, dijilid serta bagian luarnya diberi pelindung terbuat dari kertas tebal, karton, atau bahan lain.

Setiap abadnya dunia mengalami perubahan, diera ini dunia semakin dinamis dan berkembang cukup pesat di bidang perbukuan. Tak hanya buku cetak kini di era 4.0 telah hadir buku-buku elektronik yang bisa kita akses dengan mudah. Jika kita menengok ke belakang, buku disebutkan sudah ada pada tahun 2400-an SM setelah orang-orang mesir menemukan kertas (papyrus). Dilansir dari beberapa sumber buku di Indonesia sendiri awalnya terbuat dari gulungan daun lontar dan Sejarah mencatat bahwa buku pertama lahir di Indonesia pada abad ke-9.

Dunia perbukuan nasional banyak sekali menghadapi berbagai permasalahan, sehingga kini di Indonesia sendiri telah memiliki 3 regulasi atau pelaturan perundang-undangan mengenai buku. Yang pertama, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta. Yang ke-2, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang sistem pembukuan. Yang ke-3, Pelaturan Pelaksanaan UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang sistem pembukuan. Ini semua di lakukan untuk menjaga mutu dari buku itu sendiri.

Pembahasan

                Budaya literasi kini sedang gencar-gencarnya disosialisasikan  oleh kementrian sosial dan budaya terhadap masyarakat Indonesia, pasalnya tingkat literasi di Indonesia terbilang cukup rendah. Riset Central Connecticut State University 2016 mencatat bahwa literasi di Indonesia berada ditingkat ke-2 terbawah dari 61 negara. Padahal, literasi menentukan kesejahteraan karena percaturan global sudah pada tingkat literasi.

                Selain itu, mutu buku juga sangat penting dan berpengaruh terhadap kualitas literasi masyarakat. Buku bermutu sejatinya berasal dari penulis yang berkualitas juga, sehingga ketika buku di baca oleh masyarakat luas akan memberikan informasi atau pengetahuan yang jelas dan sebenar-benarnya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 1 Nomor 3 Tahun 2017 Buku yang bermutu adalah buku yang memenuhi standar mutu yang mencakup isi, penyajian, desain, dan grafika.  

                Buku juga memiliki standar pembukuan yang mencakup standar penulisan, standar penerjemahan dan penyaduran, standar penerbitan, dan standar produksi. Sehingga pada saat buku telah melewati standar-standar itu, buku tersebut akan disebut sebagai buku yang bermutu. Sehingga masyarakat yang membacanya akan tertarik dan membuat budaya literasi semakin terus meningkat. Dan untuk mempertahankan keorisinilan sebuah buku, pemerintah juga membuat Regulasi untuk menangani pelanggaran hak cipta. Semua itu telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta.

                Lalu bagaimana jika banyak buku yang tidak bermutu dibaca oleh masyarakat luas? Menurut saya pribadi, Ketika masyarakat membaca buku yang tidak bermutu maka masyarakat akan mendapatkan informasi yang keliru yang beredar di masyarakat, standar kebenaran di masyarakat akan bias, dan akan membuat masyarakat akan terbiasa dengan informasi yang tidak valid. Sehingga untuk menjauhkan hal itu semua kita harus dapat memilah dan memilih buku mana saja yang memiliki mutu yang sesuai dengan standar yang telah di tetapkan oleh Undang-Undang sistem pembukuan.

                Sebagai langkah peningatan budaya literasi, maka harus ditingkatkan juga fasilitas buku yang memadai dan bermutu untuk masyarakat. Maka dari itu disini juga harus adanya pembinaan dari pelaku pembukuan. Sebelumnya siapa sajakah pelaku pembukuan itu? Ada 10 pelaku pembukuan yang terlibat di dalam proses pembukuan di antaranya: Penulis, Penerjemah, Penyadur, Editor, Ilustrator, Desainer, Penerbit, Penceta, Toko buku, Pengembang buku elektronik. Nah, untuk mendukung gerakan literasi ini kita juga perlu peran mereka agar mendapat pembinaan oleh para pelaku perbukuan, agar buku yang beredar adalah buku-buku yang sesuai dengan Undang-Undang pembukuan, yaitu buku yang di tulis dan di terbitkan sesuai dengan standar, kaidah, dan kode etik pembukuan.

Simpulan

                Literasi memang harus di budayakan oleh masyarakat, terlebih lagi oleh para generasi muda yang akan mewarisi peradaban. Literasi ini pun harus didukung dengan fasilitas-fasilitas yang memadai agar minat masyarakat terus bertambah. Fasilitas yang dimaksud adalah kehadiran buku yang memiliki mutu. Sehingga mereka akan memiliki pengetahuan yang luas dengan materi yang berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun