Mohon tunggu...
Elisca Jayaningsih
Elisca Jayaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi

Hobi menonton film

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Haryati, Pemulung Lansia Yang Ingin Cucunya Sekolah Sampai Sarjana

6 Desember 2022   00:30 Diperbarui: 6 Desember 2022   07:37 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Haryati Pemulung Lansia Berumur 60 Tahun (sumber : dokumen penulis)

Surakarta - Haryati (60) seorang pemulung yang gigih mencari uang untuk terus menyekolahkan cucunya. Meski kakinya harus menahan sakit akibat asam urat, Haryati tidak kenal lelah mencari botol bekas untuk di jual kembali ke pengepul botol bekas. Botol bekas minuman kemasan, mungkin tidak ada artinya bagi sebagian orang. Namun, botol bekas itu sangat bernilai harganya bagi Haryati.

Meski dengan segala keterbatasan fisiknya, Haryati warga Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karang Anyar itu tetap bersemangat mencari botol bekas yang berserakan di pinggir jalan. Setiap harinya, Haryati berangkat mencari botol bekas mulai pukul 9 pagi hingga pukul 3 sore. Dengan berjalan kaki menyusuri jalanan sekitar rumahnya, dirinya berharap bisa mendapatkan banyak botol agar bisa langsung dijual. Walaupun begitu, terkadang Haryati tidak mendapatkan botol bekas untuk di jual hari itu.

Haryati di rumah hanya tinggal berdua saja dengan cucunya yang masih bersekolah dasar, Herman nama cucunya. Orang tua herman menitipkan Herman kepada Haryati sejak Herman masih berusia 8 bulan. Sesekali orang tua Herman menjenguk anaknya, dengan membawa sembako serta biaya untuk menyambung hidup Haryati. 

Namun, sudah 10 tahun terakhir orang tua Herman tidak pernah kembali menjenguk anaknya. Dengan begitu, Haryati lah yang harus menanggung segala kebutuhan Herman termasuk dengan biaya pendidikannya. Haryati ingin kelak cucunya itu bisa mendapatkan pendidikan yang tinggi, sehingga nantinya mempunyai kehidupan yang layak di kemudian hari. 

"kalo saya tidak mulung kasian cucu saya nanti tidak bisa sekolah. Saya ingin dia dapat pendidikan yang tinggi, agar menjadi sukses tidak hidup susah seperti saya." ucap Haryati. 

Sebelum menjadi pemulung, Haryati dulunya adalah seorang pedagang sayur keliling. Namun ketika adanya covid-19, dirinya harus beralih dengan usaha lain karena tidak adanya pemasukan dengan berjualan sayur keliling. Membuat dirinya kala itu, mengalami kehabisan modal untuk bisa kembali memulai berjualan sayur keliling. Awalnya Haryati tidak pernah berfikir untuk menjadi seorang pemulung, tetapi dari pada dirinya harus mengemis, lebih baik ia berusaha mencari uang dengan cara lain untuk melanjutkan hidupnya serta cucunya.

 "saya ga pernah malu jadi pemulung, karna uangnya halal. Bukan dari mencuri, apalagi mengemis kepada orang lain." ujar Haryati. Di usianya yang tidak muda lagi, harus mengalah dengan keadaan. Dimana ia harus bekerja sebagai seorang pemulung, agar tetap mendapatkan penghasilan setiap harinya.

Terkadang Haryati juga takut tidak bisa membiayai sekolah cucunya sampai sarjana, karna umurnya yang tidak muda lagi. Dirinya sering kepikiran bagaimana jika dirinya meninggal, akan jadi seperti apa nasib cucunya nanti. Tidak ada sanak keluarga yang bisa menolong, dia takut cucunya akan hidup semakin susah jika dirinya tidak ada. Haryati selalu berdoa untuk terus diberi kesehatan, juga kemudahan dalam hidupnya agar tetap bisa menemani cucunya hingga sampai sarjana. Karna bagi Haryati, Herman cucunya adalah segalanya.

 "saya hanya meminta kepada Allah agar selalu diberi kesehatan dan umur panjang, itu saja sudah cukup." tuturnya. Walau penghasilan memulung tidak menentu, dan terkadang tidak cukup juga untuk makan setiap harinya. Akan tetapi Haryati bukanlah sosok yang pantang menyerah, dan akan terus bersemangat serta berjuang demi mencari uang untuk biaya sekolah cucunya agar bisa sampai menjadi seorang sarjana nanti. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun