Mohon tunggu...
Elisa Wahyu
Elisa Wahyu Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga

ibu-ibu yang mencoba kembali menarik pena dan memenuhi lembaran kertas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Kebal-Kebul" Asap Pesan Dapur Simbokku

8 April 2013   04:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:32 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"ealah, kok ya bisa malah tembak-tembakan ki lho" ucap simbokku sambil sesekali meniup bara di depannya. "yo kui mbok, orang jaman sekarang yang semakin hari semakin edan" aku menyahut sambil melanjutkan memotong kangkung. "ora usah ikut-ikutan lho nduk...melu-melu edan malah bisa edan beneran nanti, bahaya buat perempuan kayak kowe kui" tatapan simbok beralih padaku. "njih botenlah mbok...sudah banyak yang edan, ngapain ditambahi. Negara sekarang semakin hari semakin nggak jelas mbok. Kasus korupsi yo nggak rampung-rampung, malah makin banyak. Kekerasan yo dimana-mana. Jadi harus selalu waspada, begitu leres kan mbok?" "yo bener kui, bener banget nduk...saiki jaman edan, negara dan isinya edan kabeh. Rakyat dinggo dolanan, duit dan kekuasaan dijadikan barang konsumsi utama pejabat. Sik kudune diayomi malah dijajah, sik kudune diayemi malah digawe susah, tobat tenan nduk...nduuuukk...simbok sampe bingung" simbok geleng-geleng kepala sambil menyeka keringatnya. "harga sembako naik, ini asap masih mengebul juga karena kayu belakang rumah, nek simbok disuruh pake gas, yo ra wani" simbokku bercerita. "lha niku mbok, pemerintah sudah lupa dengan apa yang disebut tugas, sik diinget ya cuma jabatanne" aku menyambung apa yang dikatakan simbok. "pokoke diinget-inget wae yo nduk...kudu sabar, ngati-ati lan waspada jaman saiki. Susah membedakan mana teman, mana lawan. Sik penting kerjo sik bener ben iki dapure tetep iso kebal-kebul. Kui pesenne simbok. Wis cepet dimasak kui kangkunge nduk, ben iso dinggo sarapan" simbok berlalu ke ruang depan. Aku mengangguk pelan dan menatap bayangan punggungnya dari kejauhan. Itulah simbokku, dia hidup di tiga jaman dan katanya sekarang yang paling edan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun