Teh dan hujan adalah perpaduan yang sempurna dari sebuah sore. Tak ada panas atau mendung yang menggelayut. Hanya ada suara rintihan hujan dan bau tanah basah yang khas. Aromanya menggoda naluriku untuk sekedar melepas rindu dengan apa yang disebut kanak-kanak.
Celana pendek dan kaos singlet, itulah pakaian wajib saat hujan dulu. Diiringi suara cempreng ibukku, aku bermandikan hujan dengan riangnya. Larangan itu kuasa aku tolak. Badungnya aku nampak ketika hujan tiba. Ibukku sudah mengingatkan berkali-kali, sampai capai beliau berteriak. Aku masih setia pada hujan. Menikmatinya dan menggodanya untuk semakin deras.
Kini, aku mencoba menikmati hujan. Namun tak ada lagi singlet atau celana pendek. Aku menikmatinya dengan secangkir teh atau kopi di tangan. Bukan lagi menikmati aroma tanah yang basah, karena hampir semua telah tertutup semen. Aku begitu merindukan hujan di masa dulu. Seperti sore ini, hanya ada aku, secangkir teh dan lamunan tentang hujan di luar sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H