Mohon tunggu...
Elisa DeboraYunita
Elisa DeboraYunita Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswi

NIM: 43223110031| Program Studi: Strata Akuntansi Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Pendidikan Anti Korupsi dan Etik Umb | Dosen Pengampu : Prof.Dr.Apollo, M.Si., AK.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB 2 - Kebatinan Mangkunegara IV Pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

21 November 2024   07:27 Diperbarui: 21 November 2024   07:27 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bagaimana seharusnya pemimpin beretika sesuai dengan nasihat-nasihat Mangkunegara IV dalam Serat Wedhatama, yaitu:

  • Eling lan waspada (selalu ingat dan waspada)

Eling lan Waspada dalam Serat Wedhatama mengajarkan pemimpin untuk selalu ingat akan tanggung jawabnya dan waspada terhadap segala situasi. Pemimpin yang eling akan menjaga nilai dan tujuan, sementara waspada berarti berhati-hati dalam setiap keputusan. Prinsip ini mendorong pemimpin untuk tetap peka dan sigap dalam menghadapi perubahan serta tantangan, demi menjaga kestabilan dan kesejahteraan.

  • Awya mematuh  nalutuh

Awya Mematuh Nalutuh dalam Serat Wedhatama mengajarkan prinsip kepemimpinan yang menekankan pentingnya menjaga kehormatan, etika, dan kesopanan dalam bertindak. "Awya mematuh" berarti menghindari sikap atau perbuatan yang tidak pantas atau tidak sesuai dengan norma, sementara "nalutuh" mengarah pada sikap yang bijaksana dan penuh tanggung jawab. Seorang pemimpin harus bertindak dengan penuh perhatian terhadap perilaku dan keputusan, memastikan bahwa tindakan yang diambil selalu sesuai dengan nilai moral yang baik, serta menjaga reputasi dan kehormatan diri dan masyarakat

  • Nggugu karepe priyangga

Nggugu Karepe Priyangga dalam Serat Wedhatama mengajarkan pemimpin untuk mendengarkan dan memahami pendapat atau keinginan orang lain, terutama yang lebih berpengalaman atau bijaksana. Prinsip ini mengajak pemimpin untuk menghargai masukan dari orang lain, terbuka terhadap pandangan yang berbeda, dan membuat keputusan berdasarkan pertimbangan yang matang dari berbagai sumber. Pemimpin yang menerapkan prinsip ini harus memiliki sikap rendah hati dan kemauan untuk belajar demi menghasilkan keputusan yang lebih baik.

  • Bangkit ajur ajer

Bangkit Ajur-Ajer dalam kepemimpinan Serat Wedhatama mengajarkan tentang kemampuan pemimpin untuk pulih dan memperbaiki keadaan setelah menghadapi kerusakan atau kegagalan. Ini menekankan pentingnya ketangguhan pemimpin dalam mengatasi krisis dan memulihkan situasi menjadi lebih baik. Seorang pemimpin harus bisa menginspirasi dan memberi semangat kepada orang-orang di sekitarnya agar tetap berjuang meski dalam kesulitan.

  • Lumuh asor kudu unggul

Lumuh asor kudu unggul dalam kepemimpinan Serat Wedhatama menekankan bahwa pemimpin harus tetap rendah hati meskipun memiliki kemampuan dan posisi yang tinggi. Sikap sombong dapat tercermin dari tutur kata dan perilaku pemimpin yang meremehkan orang lain. Oleh karena itu, pemimpin yang bijaksana harus mampu menjaga kerendahan hati, menghargai orang lain, dan berbicara dengan bijak tanpa merendahkan siapapun, guna menciptakan suasana yang positif dan mendukung kemajuan bersama.

  • Mung Ngenaki Tyasing Lyan

Mung Ngenaki Tyasing Lyan dalam konteks kepemimpinan Serat Wedhatama mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus mampu menghormati dan menerima orang lain meskipun mereka memiliki perbedaan. Prinsip ini menekankan pentingnya toleransi, saling menghargai, dan tidak memandang rendah perbedaan, baik itu dalam hal latar belakang, pandangan, atau budaya. Pemimpin yang baik tidak akan menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain hanya karena perbedaan yang ada. Sebaliknya, pemimpin yang bijaksana akan mengedepankan sikap inklusif, merangkul keberagaman, dan membangun hubungan yang harmonis antar individu, demi menciptakan suasana yang saling mendukung dan membangun.

Asta Brata adalah konsep dalam kebudayaan Jawa yang merujuk pada delapan sifat atau perilaku yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Asta Brata berasal dari kata "Asta" yang berarti delapan dan "Brata" yang berarti sifat atau tingkah laku. Konsep ini pertama kali diperkenalkan dalam berbagai karya sastra, termasuk dalam Serat Wedhatama yang mengajarkan tata krama dan etika kepemimpinan yang bijaksana.

Secara umum, Asta Brata mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kualitas-kualitas tertentu yang mencakup aspek moral, sosial, dan spiritual. Berikut adalah kategori kepemimpinan asta brata (Serat Ramajarwa R.Ng. Yasadipura).

Ambeging Lintang dalam konsep Asta Brata menggambarkan pemimpin sebagai penuntun dan contoh bagi masyarakatnya, seperti bintang yang memberikan arah di malam hari. Pemimpin harus mampu menunjukkan jalan yang benar, memberi motivasi, dan menjadi teladan dalam moralitas dan tindakan. Selain itu, pemimpin harus bisa memberikan harapan dan menjaga kestabilan masyarakat, terutama di saat sulit. Dengan demikian, pemimpin yang mengamalkan Ambeging Lintang berperan sebagai pemandu dan sumber inspirasi untuk kemajuan bersama.

Ambeging Surya dalam konteks kepemimpinan Asta Brata mengacu pada prinsip pemimpin yang bertindak dengan keadilan, kekuatan, dan kebenaran, mirip dengan peran matahari yang memberikan terang bagi kehidupan. Pemimpin yang mengamalkan Ambeging Surya harus dapat menerangi jalan bagi rakyatnya, memastikan setiap kebijakan yang diambil adil dan berlandaskan kebenaran.

Ambeging Rembulan dalam konteks kepemimpinan Asta Brata mengajarkan pemimpin untuk menjadi sumber ketenangan dan penyeimbang dalam masyarakat, seperti bulan yang memberikan cahaya lembut di malam hari. Pemimpin yang mengamalkan prinsip ini harus mampu meredakan ketegangan, memberi rasa aman, dan menciptakan suasana yang harmonis. Seorang pemimpin dengan Ambeging Rembulan juga diharapkan dapat menjadi contoh ketenangan, terutama dalam situasi sulit, serta memancarkan kebijaksanaan yang memberikan arah dan kejelasan.

Ambeging Angin

Ambeging Angin dalam kepemimpinan Asta Brata mengajarkan pemimpin untuk memberikan solusi, kesejukan, dan nafas hidup bagi masyarakatnya. Seperti angin yang mengalir dengan bebas dan membawa kesegaran, seorang pemimpin harus dapat menghadirkan ide-ide baru, menyegarkan situasi yang stagnan, serta membantu masyarakat mengatasi kesulitan. Pemimpin yang mengamalkan Ambeging Angin juga diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang nyaman, di mana orang merasa terdengar dan dihargai, serta dapat menghirup kehidupan yang penuh harapan dan kesempatan.

Ambeging Mendhung dalam kepemimpinan Asta Brata menggambarkan pemimpin yang berwibawa dan mampu memberikan manfaat, seperti mendung yang menyiapkan hujan untuk kehidupan. Pemimpin ini memiliki pengaruh kuat dengan kebijakan yang bijaksana dan dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Seperti hujan yang menyuburkan tanah, pemimpin dengan sifat ini membawa kemakmuran dan perlindungan kepada masyarakat. Kepemimpinan ini menunjukkan kemampuan untuk memberikan harapan dan membimbing dengan kebijakan yang adil dalam menghadapi kesulitan.

Ambeging Geni dalam kepemimpinan Asta Brata menggambarkan pemimpin yang tegas dan berani dalam menegakkan hukum dan keadilan, mirip dengan api yang membakar tanpa ragu. Pemimpin ini memiliki kemampuan untuk bertindak dengan cepat, membuat keputusan yang jelas, serta menghukum pelanggar untuk memastikan keadilan tercapai. Seperti api yang membersihkan, pemimpin ini berusaha menghapus ketidakadilan, korupsi, dan penyalahgunaan hukum, tanpa takut menghadapi tantangan. Mereka memastikan hukum dihormati dan diterapkan dengan adil untuk semua orang.

Ambeging Banyu

Ambeging Banyu dalam kepemimpinan Asta Brata mengajarkan pemimpin untuk menerima berbagai perbedaan dan memahami kebutuhan masyarakat. Seperti laut yang dapat menampung segala sesuatu, pemimpin ini harus terbuka terhadap semua pendapat dan kritik, tanpa membeda-bedakan. Pemimpin yang bijaksana akan mengelola masalah dengan kesabaran dan kebijaksanaan, menjaga keharmonisan dalam masyarakat.

Ambeging Bumi

Ambeging Bumi dalam kepemimpinan Asta Brata mengacu pada pemimpin yang memiliki dasar yang kuat, stabil, dan mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Seperti bumi yang menopang kehidupan, pemimpin ini menjaga kestabilan sosial, ekonomi, dan politik. Ia memberikan rasa aman, melindungi, serta mendukung pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan. Pemimpin yang mengikuti prinsip ini berfokus pada kesejahteraan masyarakat dan mengelola tantangan dengan bijaksana demi keseimbangan dan kemajuan bersama.

Secara keseluruhan, Asta Brata mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kualitas moral dan kemampuan yang seimbang dalam semua aspek kepemimpinan, dari kebijakan hingga sikap terhadap masyarakat. Pemimpin yang mengamalkan prinsip Asta Brata mampu menciptakan kemakmuran, kesejahteraan, dan keharmonisan dalam masyarakat.

Tiga Martabat Manusia dalam tradisi Jawa, yang meliputi Wiryo, Arto, dan Winasis, menggambarkan tiga aspek penting dalam kehidupan manusia yang harus dimiliki agar seseorang dapat mencapai kesejahteraan dan kehormatan. Ketiga martabat ini saling terkait dan mencakup dimensi moral, sosial, dan intelektual dalam kehidupan.

  • Wiryo (Keluhuran)
    Wiryo mengacu pada kehormatan dan keluhuran, baik secara pribadi maupun sosial, yang mencakup akhlak, moralitas, dan etika. Individu dengan wiryo dihormati karena perilaku baik, karakter mulia, dan kesetiaan terhadap nilai-nilai kebaikan. Dalam kepemimpinan, wiryo berarti pemimpin yang dihormati karena sifat baik, kejujuran, dan tanggung jawabnya.
  • Arto (Kekayaan)
    Arto merujuk pada kekayaan atau harta benda, yang mencakup uang, tanah, dan sumber daya lainnya. Dalam pandangan tradisi Jawa, kekayaan bukanlah tujuan hidup, melainkan sarana untuk mencapai kesejahteraan dan membantu orang lain. Pengelolaan kekayaan yang bijaksana dan berbagi dengan yang membutuhkan merupakan inti dari arto yang sebenarnya.
  • Winasis (Ilmu)
    Winasis berarti ilmu atau pengetahuan, yang mencakup kemampuan berpikir, belajar, dan berkembang. Ini meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kebijaksanaan dalam menghadapi masalah. Orang dengan winasis dihargai karena kepandaian dan kemampuannya memberi solusi. Dalam kepemimpinan, winasis menunjukkan bahwa pemimpin harus memiliki pengetahuan luas dan wawasan untuk memimpin dengan bijaksana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun