Selama pemerintahannya, Mangkunegaran IV memperkenalkan berbagai reformasi dalam sistem pemerintahan, termasuk perbaikan administrasi, pengelolaan perpajakan, dan peningkatan sistem keamanan serta keadilan. Meskipun berada di bawah pengaruh Belanda, ia berhasil mempertahankan otonomi kerajaan dan menjaga hubungan baik dengan pemerintah kolonial.
Dalam bidang ekonomi, Mangkunegaran IV mendorong perkembangan kerajinan tangan seperti batik, tenun, dan perak, yang menjadi industri lokal yang menguntungkan. Beliau juga memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan pertanian, yang menghasilkan kemakmuran bagi kerajaan. Kebijakan ekonomi ini memperkuat kemandirian Mangkunegaran di tengah pengaruh kolonial.
Sebagai pelindung budaya, Mangkunegaran IV memprioritaskan pelestarian seni dan kebudayaan Jawa. Ia mendirikan berbagai pusat seni dan mendukung pengembangan gamelan, wayang kulit, tari, dan seni tradisional lainnya. Inovasi dalam seni dan kebudayaan ini menjadi bagian dari upayanya untuk menggabungkan nilai tradisional dengan pengaruh modern, yang memperkaya kebudayaan Jawa.
Kepemimpinan Mangkunegaran IV juga dikenal karena penerapan nilai-nilai kebatinan dalam pemerintahannya. Ia mengajarkan pentingnya pengendalian diri, kejujuran, dan kesederhanaan, yang menjadi pedoman bagi pemimpin dan masyarakat Mangkunegaran. Nilai-nilai kebatinan ini turut memastikan bahwa pemerintahannya tetap adil dan jauh dari penyalahgunaan kekuasaan.
Meskipun Mangkunegaran IV meninggal pada tahun 1881, warisan kepemimpinannya tetap hidup hingga saat ini. Ia meninggalkan jejak dalam pengelolaan kerajaan yang lebih modern, pengembangan kebudayaan yang kaya, dan prinsip-prinsip moral dalam kepemimpinan. Mangkunegaran IV dikenal sebagai pemimpin yang mampu mempertahankan identitas budaya Mangkunegaran, menjaga kemakmuran rakyat, dan membawa kerajaan menuju kemajuan meskipun berada di bawah pengaruh Belanda.
Serat Wedhatama adalah karya sastra Jawa baru yang sedikit dipengaruhi Islam dan tergolong sebagai karya legendaris. Pencipta serat ini adalah KGPAA Mangkunegara IV, yang memerintah Praja Mangkunegaran dari 1853 sampai 1881. Serat Wedhatama mengandung banyak ajaran mengenai kehidupan manusia yang masih relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini. Serat Wedhatama terdiri dari lima bagian utama yang masing-masing terdiri dari beberapa pupuh, yaitu Pangkur, Sinom, Pocung, Gambuh, dan Kinanthi. Setiap pupuh mengandung ajaran yang mendalam mengenai kehidupan, yang disusun dalam urutan yang sistematis.
Pangkur
Pupuh Pangkur terdiri dari 14 pupuh yang mengajarkan tentang dasar-dasar moral dan etika hidup. Ajaran dalam bagian ini berfokus pada pentingnya kesederhanaan dan kerendahan hati, serta pengendalian diri. Dalam pupuh Pangkur, diungkapkan bahwa manusia seharusnya tidak terjebak pada hawa nafsu dan kesenangan duniawi. Untuk mencapai kebahagiaan sejati, seseorang harus mampu menahan diri dari godaan dan fokus pada pencapaian ketenangan batin. Selain itu, pupuh ini juga mengajarkan tentang pentingnya berbuat baik dan menjaga hubungan harmonis dengan sesama manusia. Manusia diajarkan untuk tidak membanggakan diri sendiri dan selalu bersikap rendah hati serta menjaga moralitas dalam setiap tindakan.
SinomÂ
Bagian Sinom dalam Serat Wedhatama terdiri dari 18 pupuh dan melanjutkan ajaran moral yang telah disampaikan pada Pangkur. Ajaran dalam Sinom lebih fokus pada pengembangan pengendalian diri dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pupuh ini, ada penekanan pada pentingnya keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan spiritual. Manusia harus dapat mengelola pikiran dan perasaan mereka agar tidak terjerumus dalam perbuatan buruk. Sinom mengajarkan agar seseorang dapat menjadi pribadi yang bijaksana, sabar, dan mampu menghadapi segala cobaan dengan hati yang lapang. Selain itu, dalam pupuh ini juga terdapat ajaran tentang kesetiaan kepada Tuhan dan bagaimana menjalani hidup dengan keikhlasan serta tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Pocung