Sound of Borobudur adalah sumber inspirasi musik dan harmonisasi peradaban. 8 April 2021, digelar pertunjukan musik yang menggunakan alat-alat musik yang dibuat dari replika alat musik pada gambar relief di candi borobudur.
Menurut Dewa Budjana apa yang dilakukannya adalah kelanjutan dari 5 tahun lalu.  Hari Raya Ke-budayaan Borobudur dihelat pada Sabtu-Minggu, 17 -- 18 Desember 2016  bertajuk BOROBUDUR CULTURE FESTIFAL. Sudah memainkan alat musik yang dibuat berdasarkan replika relief  waditra berdawai pada cerita Karmawibhangga, atas prakarsa dari Trie Utami, Redy Eko Prasetyo, Bachtiar Djanan dan Indro Kimpling Suseno didiskusikan untuk diwujudtampakkan, sehingga menghasilan ide 'Sound of Borobudur'. Alat musik yang tergambar di relief itu dibikin kembali buah hasil diskusi bersama.  (Sumber:)Â
Ada ribuan relief yang menggambarkan hukum alam dan hukum sosial, termasuk hukum sebab dan akibat. Bicara candi Borobudur, harus fokus karena banyak sekali nilai-nilai peradaban yang ada dan tergambar pada relief-relief di Borobudur. Â Candi dengan latar Budha Mahayana, ditemukan Sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris tahun 1814. menurut Legenda di bangun Bangsa Syalendra selama 75-100 tahun. Candi Borobudur berukuran panjang 121,66 meter dan lebar 121,38 meter. memiliki Tinggi 35,40 meter. Dengan susunan bangunan berupa 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di puncaknya. Terdiri dari 6 teras berdenah persegi dan3 teras berdenah lingkaran.Â
Candi Borobudur mempunyai 1.460 panil relief cerita yang tersusun dalam 11 deretan mengitari bangunan candi dan relief dekoratif berupa relief hias sejumlah 1.212 panil. Relief cerita pada tingkat Kamadhatu (kaki candi) mewakili dunia manusia menggambarkan perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki candi yang asli terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang menggambarkan hukum sebab akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha.
Sejauhmana musik menjadi  bagian dari penyembahan (ajaran Budha) & penyebaran (Ajaran  Budha?)
Apakah dulu Borobudur pernah menjadi pusat musik dunia?Â
Pernakah dulu  ada pertunjukan musik dari berbagai negara dunia di Borobudur? atauÂ
Apakah berbagai warga dunia pernah singgah di Borobudur dan menularkan budaya bermusik mereka?
April 2021, sejumlah musisi Indonesia, diantaranya Dewa Budjana, dan Tri Utami menggelar Sound of Borobudur, pertunjukan musik yang menggunakan replika alat-alat musik yang dibuat berdasarkan gambaran di relief-relief di Candi Borobudur.
Dewa Budjana: "Candi borobudur itu seperti perpustakaan yang semuanya ada di sini termasuk seni'
Apa yang dilakukan Dewa Budjana dan kawan-kawan, sebuah tambahan catatan dari pesan di masa lalu. Bisa jadi di masa depan akan ada pesan-pesan lain yang bisa dipahami. Saya memahami keberadaan candi Borobudur sebagai jembatan komunikasi masa lalu ke masa sekarang serta masa depan. Karena apa yang tergambar pada relief-relief di candi Borobudur, sebagian besar saya pahami sebagai nilia-nilai yang sudah ada di masyarakat Indonesia dan sudah ada atau tertulis dalam masih-masing kitab suci. Dilarang membunuh, mencuri, ajakan berderma, berbagi antara yang mampu dan nggak mampu. Bayar upeti/pajak, Proses pendidikan (ajar-mengajar) kemanusiaan (hukum sebab akibat-ada konsep surga dan neraka) Ada orang berada (mampu) ada orang susah/miskin. ada pemabuk, ada pembelajar. Ada pertanian, peternakan, tambak.
Pertama kali melihat Candi Borobudur langsung saat SMP tapi cuma melihat dari kejauhan. Saat itu saya akan berlibur di rumah kerabat di Magelang. Antusias, takjub dan kagum karena melihat salah satu dari 7 keajaiban dunia. Beberapa tahun kemudian  saya datang, masuk, melihat dan menyentuh Candi Borobudur yang masih proses renovasi, sekitar tahun 1982. Tdak seantusias ketika melihat pertama kali, yang saya rasa, membosankan dan panas. Saya tidak bisa menikmati relief-relief dan stupa-stupa maupun pemandangan di sekitar karena terlalu berisik dengan suara pengunjung dan pedagang asongan. Kesan yang nggak ok banget.  Tapi saya masih tetap mendatangi candi Borobudur setiap ada kesempatan ke Yogjakarta. Kalau ditanya untuk apa, entahlah. Kebanggaan semu barangkali, bisa foto-foto.
Tak ada kata terlambat untuk belajar dan memulai sesuatu yang positif atau bermanfaat. Saya baru mencari  informasi lebih banyak tentang Candi Borobudur tahun 2021. Ketika bertemu dengan Dirjen kebudayaan Farid Hilmar di Balai Konservasi Borobudur di Yokjakarta, Maret 2021. Dalam perbincangan santai, saya menyimak serius apa yang disampaikan Pak Farid  Hilmar, bahwasannya Borobudur terancam hilang keasliannya dan keberadaannya. Kok bisa? tahun 2019  pengunjung mencapai 4,39 juta sedangkan tahun 2020 karena pandemi hanya 996.000 pengunjung.  (Sumber:) Bayangkan anak tangga yang diinjak jutaan manusia, jutaan tangan yang menyentuh dan menginjak stupa-stupa & relief-relief.
Secara umum, ancaman datang dari alam dan dari manusia. Dari alam, gempa, letusan gunung merapi, hujan/badai, dll. Dari manusia? Tahulah kita, susah sekali masyarakat itu mematuhi larangan. Dilarang menginjak-injak, dilarang menyentuh/memegang, dilarang memanjat, dilarang duduk, dilarang meludah, dilarang membuang sampah, dll, semua diabaikan. Termasuk permen karet yang ditempelkan di relief atau di stupa. Entah pelakunya iseng atau bodoh. Pak Farid juga bercerita ada stupa yang harus dipotong karena ada balita yang memasukan kepalanya dan nggak bisa ke luar. Oh ya, coret-coret juga banyak. Seolah bangga menegaskan keberadaannya di Borobudur. Si XXX di sini Jan 2021, contoh. Atau nama kelompok, nama komunitas dll.Â
Edukasi dong! Nggak semudah itu Ferguso. Beri sanksi dong! Berapa petugas yang harus dikerahkan untuk mengawasi pengunjung? pakai CCTV? tetap realitasnya nggak mudah. Apa perlu Candi Borobudur di tutup dari pengunjung wisatawan? Nah loh. saya mencoba melempar ingat ke pertama kali melihat langsung candi Borobudur, antusias, takjub dan kagum. Sebatas itu saja. Kelak di kemudian hari ada rasa bangga sebagai orang Indonesia karena memiliki Borobudur. Informasi seputar Borobudur saya baca untuk menambah wawasan pengetahuan. Belum punya keinginan ikut menjaga dan melestarikan. Cuma sebatas menyebarluaskan tentang keindahan Borobudur dan ajakan untuk datang mengunjungi sebagai obyek wisata. Saya mengajak anak-anak ke Borobudur di dorong ke sadaran, mereka harus tahu, Indonesia memiliki Mahakarya Candi Borobudur. Bukan cuma sekadar tahu dari catatan buku pelajaran.
Bisa jadi karena keterbatasan kita sebagai manusia dan keterbatasan teknologi, banyak pesan yang belum terbaca.Â
Sound of Borobudur, misalnya. Dewa Budjana dan kawan-kawan sudah meneliti  berbagai alat musik dan membuat replikanya  dari 5 tahun lalu.  April 2021, replika alat musik itu bisa dibunyikan/dimainkan kem bali  dengan harmonisasi standar sekarang. Karena harmonisasi jaman dulu nggak bisa direka ulang. Alat-alat musik itu tergambar pada relief-relief di candi Borobudur. Ada lebih dari 200 alat musik yang tergambar  pada Relief di kaki candi Borobudur yang tertutup. Â
Inikan menarik, karena alat musik yang tergambar ada relief-relief di kaki Candi Borobudur bukan hanya ada di seluruh daeran di Indonesia tapi juga ada di negara-negara lain. Â Musik memang lekat dengan penghiburan tapi pada beberapa kebudayaan, kedukaanpun diiringi dengan musik. Ada dua kelompok pertanyaan besar.
Pertama, Sejauhmana musik menjadi  bagian dari penyembahan (ajaran Budha) & penyebaran (Ajaran  Budha?)Â
Pada satu artikel di sini, di jelaskan bermain musik dilakukan dihadapan kaum bangsawan. Ternasuk penggambaran alat musik dan cara memainkannya. Saya memahami bisa jadi dalam proses penyebaran ajaran Budha.
Di dalam ajaran budha, penyembahan dan penyebaran bisa dilakukan dengan bermusik.
https://sunartofilsuf.wordpress.com/2018/03/13/musik-buddha/
https://irvynwongso.wordpress.com/tag/musik-buddhis/
Kedua, Apakah dulu Borobudur pernah menjadi pusat musik dunia? Atau pernakah dulu  ada pertunjukan musik dari berbagai negara dunia di Borobudur atau berbagai warga dunia pernah singgah di Borobudur dan menularkan budaya bermusik mereka? Bisa jadi hari ini, belum di dapat jawabannya. Karena alasan itupula menjadi hal penting melestarikan Borobudur agar tetap ada dan terjaga keasliannya. Musik adalah bahasa universal, bisa jadi silaturahmi yang terganjal bahasa, teratasi dengan musik.Â
 Sound of Borobudur: Sumber Inspirasi Musik dan Harmonisasi Peradaban, menjadi catatan tersendiri untuk kelak digali dan dipelajari lebih jauh guna memahami pesan yang ditorehkan di masa lalu.  Temuan berbagai bentuk alat musik dan suara yang ditimbulkan juga memberi banyak makna. Sejatinya hal buruk jangan diulang dan hal baik dilanjutkan. Harmonisasi kehidupan antara mahluk hidup dan alam akan tercipta ketika tercipta kesadaran  saling menghormati. Hukum sebab akibat jelas adanya, segala sesuatu akan ada dampak dari apa yang yang pernah terjadi atau pernah dilakukan di masa lalu. Candi Borobudur masih menyimpan berjuta misteri yang menunggu untuk disingkap.
Sumber informasi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H