Mohon tunggu...
Elisa Koraag
Elisa Koraag Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Kompasiana ke dua

Perempuan yang suka berkawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mutiara-mutiara di Sekitarku

22 Desember 2020   23:31 Diperbarui: 22 Desember 2020   23:46 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Women Of the year versi aku, selain Almarhum Mama, ya adik-adik dan kakak-kakakku. kok bisa? ya, mereka adalah guru-guru kehidupanku. kami terlahir sebagai 11 bersaudara perempuan dari kedua orangtua kami yang sudah meninggal. Kami dibesarkan dalam satu rumah. Makan di satu meja makan. Kami dibesarkan dengan saling asah-asih-asuh. saya anak ke tujuh, dulu nggak pernah "besar: walau ada adik 4 tapi ada 6 kakak. Kalau pengambilan keputusan, suaraku nggak pernah di dengar. sampai akhirnya saat mahasiswa, kupikir nggak bisa begini terus. Sehingga dalam satu kesempatan diskusi. dengan menguatkan hati, aku mengacungkan tangan, seperti dalam kelas. Dan mulai bicara. Awalnya deg-degan khawatir nggak di dengar. Ternyata mereka semua mendengarkan. Sejak saat itu, aku bukan anak kecil lagi. 

Kakak beradik, sebelas perempuan semua, dibesarkan dalam satu rumah dengan satu ayah dan satu Ibu. Kami mempunyai tipikal yang sama. Walau tetap ada perbedaannya. Kedua orantua kami memberi kesempatan yang sama dalam segala hal. Termasuk pendidkan dan bekerja, juga pilihan pasangan hidup. Kami dibesarkan dengan sistim asah-asih dan asuh membuat kami agak sulit mempercayai orang lain. Segala hal kami rembukan dengan saudara sekandung. 

Saling asah, asih, dan asuh sudah dimulai sejak kami kecil. Jika orangtua kami ada keperluan, Maka Kakak no 1,2,3 mempunyai tugas, memasak, menyiapkan makan, membersihkan rumah. Kakak 4,5,6 mengasuh 5 adik. Oh ya sebetulnya Mama melahirkan 10 kali tapi yang ke 10 kembar, makanya jadi 11. Ketika aku remaja, 3 kakak sudah menikah dan sudah bekerja. Sistem pembiayaanpun tanggung renteng. Aku ingat, saat akan bayar uang masuk kuliah, yang membiayai kakak no 2. Kakak, 1,2,3 sempat juga membiayai kakak no 4,5 dan 6.  Begitu seterusnya. Ini terbawa hingga ketika kami menikah, anak-anak kami adalah anak-anak bersama. Kakak dan adikku adalah ibu bagi kedua anakku. 

Kebiasaan tanggung renteng dalam segala hal, berlaku hingga sekarang. Dulu ketika  akan menikah, kami berkumpul. Di atas meja ada kertas dan alat tulis. Semua menuliskan apa yang akan diberikan. Misalnya kakak no 1 uang, Kakak no 2, baju pengantin, Kakak no 3, catering, kakak no 4 dokumetasi foto - video dan seterusnya. Ini berjalan terus hingga, ketika anak-anak kakakku yang akan menikah. Berlaku hal yang sama. Kami, kakak-adik ikutan repot. Makanya ada guyonan, ketika para keponakan mempunyai pacar, sang pacar arus berhadapan dengan 10 tante-tantenya-adik-kakak, ibunya. walau keputusan akhir penilaian ada ada keponakan tapi penilaian tante-tantenya tetap jadi pertimbangan.

Adik-adik & Kakak-kakakku adalah mutiara yang menghiasi kehidupanku. Sebagai ibu bekerja, yang menjadi salah satu persoalan adalah meninggalkan anak-anak ke luar kota. Bukan nggak percaya pada ayahnya tapi aku tetap memerlukan adik-kakakku untuk ikut mengurus anak-anakku. apalagi semasa aku berdinas, anak-anak masih bayi dan balita. Maka selalu ada satu adik dan satu kakak, secara bergantian yang tinggal di rumahku selama aku berdinas. Yang menjaga anak-anak tetap ada tapi mereka orang lain. 

Dulu, saat kakak-kakaku mau hamil, minta izin dulu sama kami, adik-adiknya. Karena sudah pasti saat hamil, mau melahirkan, pas melahirkan, pas punya bayi,  adik-adiknya selalu ada dan siaga. Suami-suaminya tetap ada. tapi adik-kakak di sekeliling itu, bikin hati nyaman. Eh kadang terasa mengganggu juga. saat saya punya bayi. Kebetulan ada dua kakak yang sudah tidak bekerja. Anak-anak mereka sudah SD dan SMP. Alhasil ketika suami dan anak-anak mereka sudah berangkat kerja dan sekolah. Baru pukul 7 pagi lewat sedikit, keduanya sudah menggedor-gedor pager rumahku sambil memanggil nama bayiku. Padahal bayiku belum bangun. Kedua kakakku datang. membangunkan si bayi, memandikan, bermain-main lalu pulang.

Kumpul keluarga adalah peristiwa yang nggak bisa dilewatkan. Ulang tahun, hari raya atau libur sekolah, pasti kami berkumpul, walau cuma di rumah Mama. Rutinitas liburan sekolah, bisa ke puncak atau Pantai Anyer. Sebagai Ibu bekerja, aku harus menyesuaikan. Kalau pas bisa cuti, asyik-asyik saja. tapi kalau nggak? Maka dimulailah petulangan saat libur. Kami para pekerja akan berangkat dari kawasan puncak pukul 5.30. lalu berpisah di kawasan UKI, Cawang untuk menuju ke kantor masing-masing. Saat pulang, kami janjian bertemu di UKi Cawang paling telat jam, 20.00 lalu meluncur lagi ke kawaan puncak. ini berjalan bertahun-tahun. Liburan, nggak berlaku nitip anak. Kalau anak mau ikut berlibur, orangtua harus ikut. "Nggak ada loe nggak rame" jawaban kalau dibilang, aku nggak bisa ikut karena kerja.

dok. pribadi
dok. pribadi
Tahun 2014 kami berlibur selama 5 hari Pekalongan-Jogja,Solo dan Cirebon. Persiapan agak lama, sekitar satu tahun. Pembiayaan tetap tanggung renteng. Ada pembagian tugas, urus trasnportasi (kami pakai bus bluebird) Penginapan, makan, tiket, jadwal kegiatan, P3K, dokumentasi. Karena kami, Adik berkakak adalah Ibu bersama, semua berjalan asyik dan seru. Nggak ada yang cari Ibu masing-masing karena semua adalah ibu. Anak/keponakan jatuh, terluka, sakit, haus, lapar, mau jajajn, Ibunya ada 11. Keperluan sekolah? sama. Ibu kandungnya nggak ada, ada ibu sambung. Minta apa saja pasti dipenuhi. 

Dari adik-adik dan kakak-kakaku, aku belajar bersabar, rendah hati, tulus/ikhlas. mereka ikut mengasuh, merawat dan menjaga kedua anakku, begitu pula yang harus kulakukan untuk keponakanku yang lain. Mulanya suamiku kurang senang, melihat anakku meminta ke tante-tantenya. Kujawab, mereka nggka minta, tante-tantenya yang memberikan. Kini anak-anakku dan keponakan-keponakan, sebagian sudah dewasa dan remaja bahkan ada  ada enam keponakan yang sudah menikah dan memberi Kedua orangtuaku 11 cicit, itu artinya 11 cucuku. Cucu dari anak-anak kakakku. Makanya, aku disebut Oma muda. Kalau Oma tua (oma kandung) kalau Oma tua sekali (Uyut, almarhum Mamku yang wafat 14 Des 2020, dalam usia 91 tahun)

dok. pribadi
dok. pribadi
Di luar banyak perempuan hebat yang kukenal sebagai kawan atau kerabat atau sebagai tokoh. Kisah mereka memang menginspirasi tapi adik-adik dan kakak-kakakku adalah perempuan-perempuan yang hidup dekat denganku. Kebayang kerepotanku ketika harus izin kantor untuk membawa anak-anak imuniasasi. Atau anak terjatuh saat aku dinas di luar kota. Selalu ada adik atau kakak yang siap antar jemput dengan membawa peralatan bayi yang rempong. Semua seperti siklus yang berulang. ketika kakak-kakakku melahirkan dan punya bayi, kami adik-adik juga selalu ada. aku mengenal semua karakter keponakanku yang jumlanya 24 orang.  Aku pernah memandikan dan memberi makan mereka. Menjaga, menemani mereka piknik saat TK, mendampingi mereka ketika berlatih sepakbola/basket. Mengantar dan menjemput meerka ketika les matematika/bahasa Inggris.

Ibu-ibu mereka adalah sumber kekuatanku. Tali darah kami begitu kental menyatu. Satu dari kami dilukai, kami bersebelas tersakiti. itu yang terjadi ketika satu kakakku rumah tangganya gagal. Luka kakakku adalah luka kami. jadi kalau ditanya siapa women of the year versiku, jawabnya 10 adik dan kakakku.  Mereka mutiara-mutiara yang menghiasi kehidupanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun