Mohon tunggu...
Elisa Koraag
Elisa Koraag Mohon Tunggu... Administrasi - Influencer

Saya ibu rumah tangga dengan dua anak. gemar memasak, menulis, membaca dan traveling. Blog saya dapat di intip di\r\nhttp://puisinyaicha.blogspot.com/\r\nhttp://www/elisakoraag.com/ \r\nhttp:www.pedas.blogdetik.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Toba Dream, Kisah Ayah dan Anak yang Keras Kepala

24 November 2015   00:14 Diperbarui: 24 November 2015   00:54 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari awal film di putar, menampilkan Mathias Mucus sebagai Sersan Tebe yang pensiun dari dinas sebagai tentara, sudah membuat emosi saya teraduk-aduk. Adegan itu mengantarkan ingatan saya pada almarhum Ayah saya. Kisah kehidupan tentara dengan suka-dukanya, selalu punya tempat di hati saya. Jadi apa yang digambarkan dalam film, sebagian saya alami. Bagaimana pensiunnya Alm. Ayah membuat banyak perubahan terjadi dalam kehidupan keluarga kami. Lebih kurangnya, sama lah dengan apa yang di gambarkan dalam film Toba Dream. Alm. Ayah saya juga seorang yang idealis.

Setelah penggambaran adegan Sersan Tebe mengucapkan salam perpisahan dengan pasukannya, cerita berlanjut dengan rapat keluarga. Intinya, Sersan Tebe, akan membawa keluarganya pindah ke Kampung halamannya di pinggir Danau Toba. Dari tiga anak, yang bereaksi paling keras adalah si Sulung Ronggur yang diperankan Vino Bastian.

Penulis naskah, penulis scenario dan sutradara, pas benar mengarahkan Vino menjadi tipikal “Anak Kolong”, sebutan bagi anak-anak yang lahir dari keluarga militer. Penolakan Ronggur atas rencana Ayahnya pulang kampung, melanjutkan ketegangan yang tampaknya sudah ada. Lagi-lagi tipikal permusuhan Ayah dan anak sulung keluarga militer, tergambar sempurna.

Singkat cerita, pemberontakan khas anak muda, mengantar Si sulung masuk dalam jebakan Mafia Narkoba, demi membuktikan kepada Si Ayah, bahwasannya Si anak mampu mencari uang. Mampu menjadi “orang” seperti yang dibayangkan si anak sebagai keinginan Sang Ayah. Kenyataannya bukan itu yang diinginkan Sang Ayah. Miss communication karena keras kepala dan ciri khas para lelaki yang enggan mengungkapkan apa yang di rasa menjadi “blunder” atas hubungan keduanya. Sang Ayah menuduh Si anak nggak patuh dank eras kepala, Si Anak beranggapan Sang ayah membencinya.

Sampai di sini, saya melihat betapa keras kehidupan dalam sebuah keluarga berayahkan anggota militer. Dalam militer, Negara selalu nomor satu. Keluarga, orangtua, istri dan anak bisa dikorbankan demi Negara. Kondisi ini yang tida banyak dipahami, maka friksi dalam keluarga militer, sesungguhnya dikarenakan benteng-benteng yang dibangun dengan sengaja.

Sesungguhnya saling percaya, keterbukaan komunikasi, ungkapan perasaan sayang harusnya tetap dibangun ditengah keluarga. Biarpun Sang Ayah sering berdinas. Tidak bisa menuntut ibu memenuhi peran ayah. Artinya pola kebersamaan dalam keluarga harus dibangun dengan menjalankan peran masing-masing. Jangankan dalam keluarga militer, dalam keluarga yang Sang Ayah sebagai pengusaha, waktu tidak cukup, selalu menjadi alasan.

Jalan cerita, sebetulnya standar saja. Tapi pesan penulis cerita yang ingin mengangkat budaya Tanah Batak, lumayan bisa diterima. Walau ada yang terasa sebagai sebuah paksaan, ketika masalah agama disinggung. Ceritapun masih bermain dalam pakem, di mana yang salah harus menerima resiko, apapun alasannya.  Seruan Ronggur kepada aayahnya, bahwasannya ia hanya ingin diterima dan melihat ayahnya tersenyum dan bangga pada dirinya, cuma itu.

Yang jadi pertanyaan, sesungguhnya adakah orangtua, khususnya Ayah- yang tidak bangga pada anaknya? Biarlah itu jadi renungan kita bersama.

Bertahun-tahun seruan untuk menjadikan Film Nasional sebagai tuan rumah di negeri sendiri terus digaungkan. Berhasil atau tidak seruan itu, silahkan nilai sendiri. Tapi sebagai warganegara, saya pecinta film nasional. Saya berusaha untuk menonton film-film nasional sesering saya bisa.

Terkadang persoalannya, terletak pada kwalitas dan laku-atau tidak lakunya film nasional di pasaran. Tidak bisa bicara dusta, motif ekonomi dibalik industry perfileman nasional, masih menjadi isyu utama. Sehingga, bioskop hanya memberi waktu singkat untuk pemutaran film nasional, jika penonton sedikit, sudah bisa dipastikan, nggak sampai seminggu, film itu sudah lenyap.

Judul : Toba Dreams (2015)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun