Saya mengharapkan pemerintah mampu menyediakan ruang terbuka yang dapat diakses semua orang. Karena sudah terlalu sumpek kalau menghabiskan waktu hanya di dalam ruangan/bangunan. Baik itu di rumah atau di tempat kerja. Lagipula untuk kesehatan, manusia perlu sering-sering berada di ruang terbuka. Badan dunia semacam PBB merasa penting untuk mengadakan peringatan Hari Habitat Dunia. Karena apa? Karena lingkungan hidup yang bersih dan sehat, akan memberikan dampak positif bagi warganya. Kehidupan yang nyaman akan otomotasi meningkatkan kwalitas hidup manusianya, sejalan dengan peningkatan kinerja produktifitas.
Di Indonesia, penyediaan ruang terbuka bagi mayarakat umum sudah memliki landasan hukum, yaitu berdasarkan Undang-undang Penataan Ruang- Â UUPR no.24/1992. Namun harus jelas Pembagian kewenangan secara tegas antara Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam hal merawat.
 Lalu ruang terbuka  bagaimana yang harus ada? Hmm, kalau yang ini agak setengah menghayal. Tapi saya nggak peduli, mana tahu pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), mampu mewujudkannya.  Sebuah ruang terbuka  yang dapat diakses/dikunjungi/didatangi setiap orang harus disertai fasilitas, transportasi. Agar Ruang terbuka ini mudah didatangi. Perlu ada sarana listrik, telekomunikasi , sumber air dan tempat sampah.
Sejujurnya di Jakarta cukup banyak ruang terbuka. Taman-taman kota seperti Taman Langsat, Taman Ayodya, Taman Christina Martha Tiahahu, Taman Puring, dan taman-taman lainnya. Sayang Cuma sebatas ruang terbuka, ada toilet tapi terkadang airnya nggak jalan, ada lampu taman tapi beberapa mati dan pecah. Saya nggak tahu, taman-taman tersebut ada dibawah pemeliharaan siapa, Pemerintah Kabupaten/kota, daerah atau pusat?
Seputaran Tugu Monumen Nasional (Monas)  adalah  tempat favorite saya setelah pelataran Kota Tua.  5 fasilitas yang sebutkan di atas ada. Tetapi karena pelataran Tugu Monas terbilang luas, jumlah petugas keamanan kurang memadai. Copet dan pemalak termasuk pemalakan dari penjual makanan/minuman yang menjual dengan harga selangit, tersebar. Dan bukan hal aneh jika pedagang asongan, main kucing-kucingan dengan petugas. Diijinkan berjualan asal membayar setoran. Kalau nggak bayar setoran nggak bakal bisa jualan di seputaran pelataran Tugu.
Yang belum saya lihat adalah adanya perpustakaan, padahal saya tahu pasti Badan Perpustakaan dan Arsip, masing-masing wilayah administrasi, memiliki perpustakaan keliling. Kehadiran perpustakaan keliling di GBK Â dan ruang-ruang terbuka lainnya akan memberi stimulus menarik bagai masyarakat sekaligus memancing minat baca.