Yang harus diperbaiki mental SDM orang Indonesia sendiri, termasuk para petugas, perwakilan pemerintah dan TKI nya itu sendiri, sampai ke calo/sponsor dan perusahaan yang mengurus pemberangkatan (dokumen) TKI.”
Okti melanjutkan: “Pengalaman saya, SDM Indonesia masih bisa disogok, masih minta imbalan diluar gaji mereka, dan kerja asal bapak senang alias bisanya membuat laporan yang baik dan bagus, tapi hasil di lapangan nol. itu intinya.”
Sementara terkait keadaan mantan TKI yang sudah kembali ke kampung, memiliki problem yang tidak sedikit.” Kenaikan taraf ekonomi di kampung itu relatif, bagaimana si TKi dan keluarganya itu sendiri, kalo mereka boros, konsumtif, ya tidak ada perubahan, malah tki jadi sapi perah, terus-terusan kerja demi menghasilkan uang, untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya yang boros/konsumtif di kampungnya” Ujar Okti
Okti mengalami apa yang dialami para Tki yang pertama kali bekerja di LN. Bahasa. Kendala bahasa tidak membuat Okti putus asa. Dengan keyakinan dan niat belajar yang besar, kendala bahasa bisa diatasi. “Kendala bahasa aku hadapi santai saja. Aku tahu makanan mereka tidak beda dengan makanan yang aku makan, jadi kenapa harus takut?” Okti tertawa. “Maksudnya, kalo aku gak ngerti ya aku nanya. Aku salah ya aku minta maaf, berusaha tidak mengulangi kalo sudah dikasih tahu, itu kuncinya”.
Hal yang menguntungkan menurut Okti, karena sejak SMP, ia sudah menyukai Bahasa Inggris dan di Singapura, Bahasa Inggris adalah Bahasa Nasional. Sehingga Okti menjadi kondisi itu sebagai kesempatan dapat pelajaran kurus baru. Semua praktek antara mengucapkan (bicara dengan majikan dll), membaca (pesan dari majikan, belanja ke pasar, membaca plang/rute kendaraan, membaca pesan guru/bekal anak majikan, dll), dan menulis (mengisi daftar hadir anak sekolah, menulis pesan daftar keperluan ke majikan) dll.
Dengan tekad yang kuat untuk mencari uang, Okti tidak pernah gentar berhadapan dengan agency. Menurut Okti, “semua sesuai prosedur saja, aku salah aku minta maaf... kalo mereka salah, aku juga bilang dan itu akan aku laporkan ke KBRI, KDEI, KJRI dll, yang terkait”.
Selanjutnya aku dan Okti bertemu di beberapa acara blogger tapi tidak pernah terbangun kedekatan dari hati ke hati. Aku tetap sebatas penganggumnya. Sampai awal Sept, aku dan ia mendapat undangan hadir di suatu acara yang mengharuskan datang pagi dan tidak terlambat. Ia dari Cianjur, untuk hadir jam 8 pagi di Jakarta, bukanlah hal mudah. Lalu ia bertanya, adakah yang mau menerma ia menginap semalam, agar besok pagi bisa datang segar dan tidak terlambat? Aha, pucuk dicinta ulam tiba, tanpa berpikir panjang, aku menyanggupi menerimanya bermalam. Dengan catatan, ia mau menerima rumahku apa adanya.
Kebetulan aku dan suami pernah bertemu dengan Okti dan suami di sebuah acara, beberapa bulan lalu. Suamiku juga salut pada Okti dan keluarga yang menempuh perjalanan panjang dari Cianjur untuk hadir di Jakarta. Sehingga ketika aku minta izin, mengajak Okti menginap di rumah kami, suamiku mengizinkan. Yang terlintas dalam pemikiranku, aku bisa bertukar pikiran. Di luar dugaan Fun Blogging mengadakan kegiatan mencari pasangan, untuk berkenalan dan menuliskan pada blog mengenai sosok yang akan kita kenali. Okti langsung memilih aku, padahal aku ingin memilih dia. Maka kami sepakat untuk saling mengenal lebih jauh.
Pada hari yang ditentukan kami janjian bertemu di sebuah acara blogger. Senang banget bertemu Okti, Aku nggak bisa mnejelaskan mengapa senang bertemu dengannya. Ini barangkali yang dibilang rasa kagum. Kami mengikuti acara dengan semangat, ngobrol, bercanda dan akhirnya pulang bersama. Sepanjang jalan pulang kita melanjutkan obrolan, seakan takut kehabisan waktu. Topik yang kami obrolkan banyak, mulai dari hal yang terjadi di sekitar blogger dan perbloggingan, dunia perempuan, kehidupan pribadi, cita-cita dan pemikiran masing-masing.
Tiba di rumahku sudah larut malam, si bungsu sudah tidur dengan Papanya. Aku dan Okti tidur di kamar si Bungsu. Karena lelah, tak banyak lagi yang kami obrolkan. Sesudah bersih-bersih dan ganti pakaian, kamipun tidur.