Â
Gojek kian merajalela. Gojek dicari, Gojek dicaci. Berita pengemudi gojek yang "digebuki" makin banyak. Sejalan dengan makin banyaknya order gojek. Memang kalau dari sisi pemerataan ada betulnya, jika para ojek pangkalan melarang Gojek memasuki wilayah mereka. Tapi kalau mengacu kepada hukum, di mana setiap warganegara Indonesia berhak mencari nafkah di mana saja, maka pembatasan yang dilakukan ojek pangkalan, jelas melanggar hukum.
Tapi kalau alasan, ojek pangkalan jadi rejekinya berkurang, memang kasihan juga. Saya tidak paham, mengapa para ojek pangkalan ini tidak mau bergabung dengan Gojek. Apalagi kian banyak testimoni para pengemudi Gojek yang bisa membawa pulang rata-rata di atas Rp 5 juta setiap bulan. Kalau ini bukan denger-denger atau gosip. Tapi hasil interview saya dengan beberapa pengemudi Gojek yang mengantar saya. Beberapa bahkan rela berhenti dari pekerjaan sebagai karyawan diperusahaan dan beralih menjadi pengemudi Gojek.
Kalau dari segi ekonomi, nyata perubahannya kan menjadi sesuatu yang aneh, jika para ojek pangkalan enggan bergabung. Saya sempat berdiskusi dengan suami yang mengajak saya melihat dari sisi sosial dan budaya. Kalau sudah ke arah sana, pembicaraan jadi rada berat. Apa yang disebut sebagai sisi sosial dan sisi budaya menurut saya hanya mencari pembenaran bukan kebenaran. Suami saya mengatakan, harusnya para ojek pangkalan ini bersatu. Melawan konglomerasi memang tidak mudah. Â Mengandalkan kedekatan dan kepercayaan, harusnya bisa ojek pangkalan bisa memiliki pelanggan yang loyal. Misalnya, untuk jarak pendek biarlah ini jadi bagiannya ojek pangkalan. Kan mereka beroperasi di wilayah-wilayah sekitar perumahan saja.
Tapi persoalannya kembali kepada hukum ekonomi. Para ojek pangkalan ini menerapkan tarif yang suka-suka. Jika urusan belanja di pasar tradisional, tawar menawar menjadi suatu seni maka berbanding terbalik dengan naik ojek. Jujur saya jengkel benar jika untuk jarak yang sama, ojek pangkalan ini masih tetap memberlakukan tarif yang harus ditawar dulu. Sebagai perempuan dan ibu, Gojek menjadi pilihan karena ada sebuah perusahaan yang bisa menelusuri pengemudinya jika terjadi sesuatu pada saya atau anak atau barang antaran yang menggunakan layanan Gojek.
Selain itu, Gojek ini sedang di atas angin. berbagai promo terus diluncurkan yang membuat masyarakat mendapakan sesuatu yang baru dan baru. Promo Gojek Ceban selama Ramadhan diperpanjang lagi. Yang mulanya hanya sampai 10 Juli diperpanjang hingga 17 Juli 2015. Baru saja saya menerima email pemberitahuan Layanan Gojek Ceban diperpanjang untuk semua layanan gojek hingga 27 Juli dan diberlakukan flat 24 jam. Itu artinya ditiadakan layanan "Rush Hour".Â
Dengam keuangan yang mantap, banyak promo terus diluncurkan Gojek, seperti apresiasi untuk masyarakat berupa kaos gojek edisi "Karya Anak Bangsa". Cuma disuruh berselfie dengan Gojek lalu sebarklan lewat Twitter atau instagram dengan #KaosGojekDong, sebuah kaos akan dikirim. Saya sudah dapat.
Alasan apresiasi ini karena Gojek sudah melayanai sejuta order. Edankan? Apa ojek pangkalan mau bertahan? Kekerasan yang mereka gunakan justru membuat masyaakat tidak bersimpatik. Jika masyarakat sudah bergerak dan mendukung Gojek, ojek pangkalan makin ditinggalkan. Sementara promo dapat kredit  Rp. 50.000 untuk penggunaan pertama dan pertambahan kredit Rp. 50.000 setiap referal kode kita digunakan, juga akan tetap dimanfaatkan. Kredit Gojek saya sudah menembus Rp. 1 juta. Mau dapat kredit Rp.50.000 silakan masukan kode referal saya. 528541401
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H