senja memeluk langit dengan indahnya,Seakan lukisan Tuhan di atas kanvas biru langit.Rona keemasan menari di balik permainan awan,
Mataku terpesona oleh keindahannya,
Kupandang dari tepian Sungai Kapuas.
Di pelupuk mataku, tergambar wajahmu yang lembut,
Senyumanmu menyinari setiap sudut hatiku.
Namun, jarak memisahkan kita, tak mampu kuatkan tekadku.
Aku di sini, engkau di sana, hanya rindu yang mengalir.
Ibu, apa yang sedang kau lakukan di sana?
Rumahmu yang damai, sederhana dan hangat.
Terasa begitu jauh, tak terjangkau oleh langkahku.
Aku merindukan ceritamu, tawamu, dan bahkan tangismu
Saat kita duduk, menikmati senja, melepas penat sehari.
Ibu, rindu ini semakin mendalam.
Ingin rasanya kembali ke pangkuanmu,
Merasakan hangatnya pelukanmu,
Masakanmu yang selalu kusantap dengan lahap.
Bahkan omelanmu, saat aku tak membersihkan rumah.
Ibu, aku sungguh merindukanmu.
Aku merindukan saat di mana aku selalu mencarimu begitu aku tiba di rumah.
Ayah, di mana Ibu?
Ka, di mana Ibu?
Ibu, aku ingin pulang.
Namun, katamu, "Bertahanlah dulu, selesaikan kuliahmu."
Senyuman terukir di sudut bibirku,
Akan kubuat Ibu bangga.
Ibu, aku merindukanmu, aku sungguh mencintaimu.
Pangkalan Banteng, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H