Mohon tunggu...
Elisabet Riski T
Elisabet Riski T Mohon Tunggu... Lainnya - Aksara Puan

Pemimpi yang penuh ambisi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Toxic Workplace, Dilema antara Putus atau Terus?

17 April 2021   00:49 Diperbarui: 17 April 2021   00:57 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://factorialhr.com/

"Workplace bullying in any form is bad for business. It destroys teamwork, commitment and morale." --Tony Morgan 

Lebih memilih gaji banyak tapi lingkungan kerja negatif atau gaji sedikit tapi lingkungan kerja positif? Jika menuruti keinginan duniawi, saya ingin memiliki gaji banyak dengan lingkungan kerja yang positif, hehe. 

Tidak dapat dipungkiri, kita semua pasti menginginkan lingkungan kerja yang saling mendukung satu sama lain. Terhindar dari rasa iri dengki dan saling menjatuhkan. Sungguh menyenangkan rasanya jika dapat bekerja di tempat yang positif untuk mengembangkan karir dan keterampilan.

Mencari pekerjaan di zaman yang serba bersaing seperti saat ini memang terasa cukup sulit, apalagi bagi anak kemarin sore yang belum punya banyak pengalaman. Maka kebanyakan dari kita merasa cukup dan enggan untuk melihat peluang yang lain ketika berhasil mendapat pekerjaan. Dalih 'yang pentingkan nggak nganggur'  menjadi penguat tiap pekerja untuk tetap bertahan dalam pekerjaan, apapun kondisinya. 

Gaji tinggi dan perusahaan yang ternama tidak cukup untuk membuat pekerjanya bahagia dan sejahtera. Lingkungan sekitar pun turut ambil bagian dalam kenyamanan dan kesejahteraan.

Tidak ada profesi yang 100% menyenangkan dan sesuai dengan keinginan kita. Masing-masing profesi pasti memiliki tantangan yang harus dihadapi. Namun perlu kita ketahui, apakah itu membuat kita stres, jenuh, tidak bersemangat, atau bahkan sampai depresi? Jika hal itu terjadi, kita patut untuk waspada. Sayangnya, kebanyakan dari kita kurang bisa menyadari situasi yang terjadi di tempat kerja. 

Mengenal masing-masing rekan kerja dan sesekali menganalisis wataknya memang sangat diperlukan. Dalam dunia pekerjaan kita tidak boleh  'manut' atau 'nggah nggih' saja. Kita wajib memperhatikan kondisi mental selama bekerja. Apakah stres yang kita hadapi murni dari pekerjaan saja atau pengaruh dari lingkungan kerja? 

Berada di lingkungan kerja yang beracun atau toxic workplace harus segera disadari sedini mungkin. Iniliah sebabnya kita perlu mengenal secara mendalam tentang siapapun yang ada di lingkungan pekerjaan kita, mulai dari atasan sampai dengan rekan kerja.

Kenalilah atasanmu!

Bagaimana atasanmu? Apakah ia cukup mengayomi anak buah? Apakah ia memperlakukan sama terhadap anak buahnya? Apakah ia memperhatikan pekerjaanmu? Apakah ia mengapresiasi pekerjaanmu? Jika itu semua terjadi maka beruntunglah, kamu telah memiliki pemimpin yang cukup baik.

Namun jika semua itu tidak pernah kamu alami selama bekerja, segeralah pikirkan kembali untuk putus atau terus dari pekerjaan tersebut.

Pemimpin yang baik adalah ia yang mampu menuntun dan mengarahkan anak buahnya. Perhatikan sikap atasanmu, apakah ia tipe atasan yang memiliki sikap leadership atau bossy? Atasan yang memiliki sikap leadership akan lebih menghargai bawahan sebagai mitra dalam pekerjaan, dengan membangun relasi positif dan mengharagai kinerja anak buah.

Sementara itu, atasan yang bossy  tidak mempedulikan bawahannya. Ia cenderung peduli pada keuntungan yang didapat dan cenderung menyalahkan bawahan jika situasi berjalan dengan buruk. 

Selain itu, kamu juga perlu mengamati apakah atasanmu mudah terpengaruh oleh anak buah yang  toxic? Jika iya, ini cukup membahayakan karena bisa saja ia tidak terbuka terhadap situasi dan cenderung percaya dengan yang ia dengar tanpa peduli dengan fakta yang ada.

Lain di mulut, lain di hati 

Pernah dengar peribahasa 'lain di mulut, lain di hati'? Begitulah kira-kira gambaran manusia bertopeng, segala yang terucap berbanding terbaik dengan isi hatinya. Di depan kita terlihat baik dan ramah, tapi di belakang kita melakukan yang sebaliknya. Lebih parah lagi jika di belakang kita ternyata ia menciptakan drama, mencoba untuk memfitnah dengan cerita yang dibuat-buat.  

Mendapat rekan kerja yang hobi nggosip atau membicarakan kita di belakang memang meresahkan. Tak sedikit hal ini pasti terjadi di tiap lingkungan pekerjaan dengan porsi yang beragam.  Apa sih susahnya ngomong langsung? 

Tanda-tanda perilaku negatif dari rekan kerja di lingkungan kerja yang kurang sehat adalah tidak profesional. Rasa iri dan dengki yang akhirnya dilibatkan dalam dunia pekerjaan, atau dalam artian mencampurkan masalah pribadi dan pekerjaan. Segala cara pasti akan dilakukan untuk menyingkirkan kamu yang dianggapnya sebagai saingan.

Tentu saja dalam dunia pekerjaan kita akan menemukan orang seperti itu: ada yang terlihat manis hanya di depan kita, ada yang terang-terang tidak suka dengan kita, ada yang terlihat jutek padahal sifat aslinya baik. 

Ilustrasi: https://factorialhr.com/
Ilustrasi: https://factorialhr.com/

Lalu, apa yang harus kita lakukan jika sudah terjebak pada toxic workplace? Segala keputusan kembali pada masing-masing individu. Kalau kalian merasa memiliki mental baja, silakan saja bertahan pada lingkungan kerja yang buruk. Tapi tetap harus hati-hati, jangan sampai nanti kamu malah ikut ketularan menjadi orang toxic bagi rekan yang lain. 

Cara yang dapat kamu lakukan untuk menghadapi situasi tersebut adalah menanamkan sikap positif, tetaplah peduli dan jalin komunikasi yang baik terhadap rekan kerja, serta berikan yang terbaik dalam pekerjaanmu. 

Di sisi lain, kamu juga perlu mempertimbangkan matang-matang. Apakah kondisi ini akan berpengaruh untuk jenjang karirmu mendatang? Jangan terlalu memaksakan diri dengan menganggap mampu dan cukup kuat berada dalam toxic workplace.

Sebaliknya jika kamu merasa hal ini sudah tidak baik bagi kelangsungan pekerjaanmu, sebaiknya segeralah ambil keputusan untuk resign. Jangan risau dengan jumlah gaji yang akan hilang ketika resign. Percayalah pada kemampuanmu!

Jangan sampai berlarut-larut dalam tekanan mental. Ingat, kita bekerja untuk mencari uang, menyengkan keluarga, mengejar mimpi, bukan untuk ke berobat karena masalah stres atau depresi.

Bekerja dengan maksimal dan sungguh-sungguh! Kualitasmu tidak akan pernah pudar dengan cibiran orang yang iri terhadapmu. Jangan mudah menyerah dan terpuruk ketika menghadapi situasi buruk. Kondisi lingkungan kerja yang buruk bukan untuk diratapi dan disesali, melainkan untuk pelajaran bagi kehidupan ke depan supaya bisa mempersiapkan diri menjadi pribadi yang lebih baik, kuat, dan tangguh.

Salam Sejahtera

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun