Indonesia memiliki beragam potensi wisata sejarah di berbagai wilayah, khususnya di Yogyakarta. Salah satu ikon wisata sejarah yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Taman Sari. Taman Sari merupakan situs peninggalan sosial budaya yang dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755-1792 Masehi. Bangunan ini  terletak di sebelah barat daya keraton inti yang beralamat di Patehan, Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 1758 Masehi, kompleks Taman Sari mulai dibangun dan ditandai dengan relief Sengkalan Memet berwujud empat ekor naga yang saling membelit. Relief tersebut bermakna "Catur naga rasa tunggal" yaitu tahun Jawa 1758 Masehi.
Pada tahun 1998, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengalihfungsikan Taman Sari menjadi cagar budaya dan pada tahun 2000 menjadi pusat penelitian pendidikan dan pariwisata. Keberadaan kompleks Taman Sari sangat diistimewakan bagi keluarga Kesultanan Yogyakarta karena dulunya digunakan sebagai tempat rekreasi bagi keluarga kerajaan sekaligus sebagai penghargaan kepada para permaisuri yang ikut menderita karena peperangan, namun sekarang boleh dikunjungi oleh siapa saja. Di samping itu, keunikan bangunan Taman Sari menjadi salah satu daya tarik turis domestik hingga mancanegara sehingga Taman Sari menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Yogyakarta.
Taman Sari merupakan kompleks pemandian keluarga raja Keraton Yogyakarta yang terdiri dari 58 bagian bangunan. Tetapi tidak lebih dari 18 bagian bangunan yang masih dapat dikenali. Berbagai bentuk bangunan yang dapat dinikmati sebagai wisata di Taman Sari antara lain sebagai berikut. (1) Gedong Temanten dan Gedong Pangunjukan. Fungsinya yaitu sebagai tempat untuk menyediakan makanan dan minuman bagi keluarga kerajaan setelah beraktivitas di pemandian. Kedua bangunan tersebut masih kokoh dan saat ini digunakan sebagai lokasi tiket masuk dan tempat penjagaan Taman Sari. (2) Gedung Sekawan atau Sedah Merah. Bangunan ini dulu sering digunakan sebagai tempat untuk minum teh dan memakan kue bagi keluarga kerajaan. Gedung Sekawan dinamai juga dengan Sedah Merah karena para bangsawan maupun abdi dalem biasanya "nginang" di Gedung ini. Oleh karena itu kegiatan mengunyah sirih hingga memunculkan warna merah tersebut menjadi nama "Sedah Merah".
(3) Gapura Panggung dan Gapura Agung. Gapura Agung berada di sebalah barat dan Gapura Panggung berada di bagian timur Taman Sari. Bangunan ini merupakan pintu gerbang utama yang digunakan sebagai tempat pengawal dan raja untuk mengawasi Taman Sari. Bentuk kedua gerbang tersebut menggunakan gaya arsitektur Jawa seperti sulur-sulur tanaman, burung, serta sayap dan ekor burung Garuda. Pada saat ini Gapura Panggung menjadi pintu masuk utama menuju kompleks Taman Sari. (4) Kolam Pemandian Taman Sari. Kolam pemandian di Taman Sari terdiri dari tiga bagian yang dihiasi pot-pot besar. Bagian pertama yaitu Umbul Muncar yang digunakan untuk anak-anak sultan. Bagian kedua Umbul Binangun digunakan untuk para selir raja dan bagian ketiga yaitu Umbul Pamungkas merupakan pemandian khusus bagi Sri Sultan. Di antara kolam khusus dan kolam utama terdapat sebuah bangunan. Biasanya raja akan melihat para putri dari bangunan tersebut. Raja tersebut akan melemparkan bunga dari atas bangunan kepada seorang putri yang menarik hatinya. Putri yang terkena lemparan bunga, maka diperbolehkan mandi di kolam khusus bersama raja.
(5) Gerbang Kenari. Gerbang tersebut dulunya melengkung tetapi sekarang bentuknya menyerupai Candi Bentar. Gerbang Kenari dulu digunakan sebagai gerbang belakang dari kompleks Taman Sari. (6) Gapura Carik. Gerbang Carik merupakan bangunan yang digunakan sebagai kantor. Gapura Carik dilengkapi dengan tiga buah bilik yang saling terhubung dengan pintu. Pada sisi selatan gapura terdapat penampil dengan jenjang kebawah.
(7) Gedong Garjitowati. Saat ini bangunan tersebut sudah runtuh dan hanya menyisakan pondasi berbentuk empat persegi panjang. Selain Gedong Garjitowati, sebenarnya masih terdapat tiga bangunan lain yaitu Pasiraman Garjitowati, Pasiraman Nagaluntak, dan Gerbang Peksiberi. Tetapi bangunan-bangunan tersebut telah hilang. (8) Gerbang Taman Umbulsari. Dahulu sebenarnya terdapat bangunan lain, tetapi hanya Gerbang Taman Umbulsari saja yang masih terlihat sisa bangunannya. Gerbang ini mirip dengan Gerbang Carik. Sisa-sisa bangunan Gerbang Taman Umbulsari masih dapat dikenali bentuknya secara utuh meski sudah rusak dan lorong pintunya sudah ditutup.
(9) Pasarean Ledoksari. Tempat ini merupakan peristirahatan raja untuk bermalam ketika berkunjung ke Taman Sari. Keseluruhan bangunan ini berbentuk huruf U dengan bagian terbuka menghadap kearah Selatan. Bangunan utamanya terdiri dari bilik utara dan bilik selatan. Pada bilik selatan terdapat kelir yang berfungsi untuk menolak roh jahat. Pada bilik utara terdapt dua tempat tidur di sebelah barat dan timur ruangan. (10)Pongangan Peksi Beri. Pongangan Peksi Beri adalah tempat pemberhentian perahu. Bangunan ini diberi nama Pongangan Peksi Beri karena di bagian atas bangunan terdapat patunng Burung Garuda (Beri). Bangunan ini berada di tepi selatan dan merupakan satu rangkaian tanggul sekaligus berfungsi sebagai jalan.
(11) Gerbang Sumur Gumuling. Terdapat dua buah gerbang Sumur Gumuling. Kedua gerbang tersebut merupakan bagian ujung dari urung-urung yang menuju Sumur Gumuling. Bagian gerbang barat saat ini hanya tinggal sisa-sisa bangunannya saja sehingga tidak bisa dilewati. Sementara itu kondisi gerbang timur masih cukup baik sehingga aman untuk dilewati. (12) Sumur Gumuling. Sumur Gumuling berbentuk bangunan Tingkat dua yang melingkar pada bagian tengah terdapat ruang terbuka dengan lima tangga. Jumlah tangga ini melambangkan rukun islam. Di area bangunan tersebut terdapat masjid. Selain itu, terdapat lorong-lorong yang saling terhubung hingga kebawah tanah. Konon kabarnya, Lorong tersebut merupakan jalan rahasia menuju Keraton dan Pantai Selatan. Terowongan tersebut dinamakan Parangkusuma yang digunakan sebagai jalur evakuasi ketika terjadi peperangan.
(13) Pulo Kenanga. Pulo Kenanga merupakan tempat peristirahatan sekaligus balai pertemuan yang dikelilingi dengan Bunga Kenanga. Sultan Hamengkubuwana I hingga Sultan Hamengkubuwana III pernah tinggal di tempat ini. Bangunan ini akan terlihat seperti Bunga Teratai apabila kanal dibuka sehingga air menggenangi sekeliling Pulo Kenanga. Dulunya tempat ini adalah bangunan tertinggi di Yogyakarta. Namun saat ini bagian-bagian Pulo Kenanga banyak yang hancur karena gempa. (14) Urung-Urung. Urung-Urung terletak di sebelah selatan Pulo Kenanga keseluruhan bangunan ini berbentuk huruf Z. Kedua ujung Urung-Urung difungsikan sebagai jalan untuk keluar-masuk lorong. Hal itu menunjukkan bahwa seluruh Urung-Urung terletak di bawah permukaan air segaran. Beberapa ventilasi di dalamnya berfungsi sebagai penerangan dan sirkulasi udara. Bangunan atap ventilasi ini berbentuk tajug. Di tengah Urung-Urung terdapat lorong yang menuju Pulo Panembung. Tetapi saat ini sudah ditutup karena jika dilewati bisa membahayakan.
(15) Pulo Panembung. Pulo Panembung terletak di sebelah selatan dengan beberapa bangunan yang terlihat ventilasi dari lorong bawah tanah. Bangunan ini memiliki fungsi utama sebagai tempat untuk meditasi sultan. Biasanya sultan melakukan meditasi dibawah tanah dengan kedalaman 10 meter di pulo ini. (16) Pongangan. Bangunan ini dahulu digunakan sebagai tempat merapatnya perahu. Berbeda dengan Pongangan Peksi Beri, Pongangan ini dilengkapi dengan gapura berbentuk lengkung yang menghadap ke arah utara-selatan dan dibiarkan terbuka tanpa atap. Tempat ini merupakan bangunan terakhir dari seluruh rangkaian di kompleks Taman Sari.
(17) Ruangan Sakral. Ruangan Sakral digunakan sebagai tempat beristirahat dan bertapa bagi sultan dan keluarganya. Pada salah satu bilik Ruangan Sakral, adalah tempat semedi sultan yang dikelilingi enam bak mandi selirnya. Jika mampu melawati godaan maka semedi berhasil dan sultan akan bertemu dengan Nyai Roro Kidul. (18) Taman Ledoksari. Tempat ini digunakan sebagai tempat yang sangat pribadi bagi raja. Selain itu, terdapat bangunan tempat tinggal raja yang di dalamnya memiliki gerbang tempat penjaga prajurit, ruang tamu, kamar tidur, tempat membatik, ruang pementasan tari, serta atapnya yang digunakan untuk menikmati pemandangan kota.
Berdirinya Taman Sari tidak terlepas dari sumber-sumber sejarah di baliknya. Sebagai warga negara yang baik, tidak ada salahnya kita harus bijak dengan menjaga dan melestarikan budaya leluhur agar tetap eksis keberadaannya, apalagi kompleks pemandian Taman Sari yang dulunya terdiri dari 58 bagian bangunan tetapi saat ini kita hanya bisa menjumpai 18 bagian bangunan yang masih dapat dikenali dikarenakan runtuh tergerus oleh zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H