....When i went out from the stage, i went back as another negro for them - Don Shierly
Ketika dihadapkan dengan sebuah kata "perbedaan" apa yang terlintas dipikiran kita?
Membicarakan mengenai perbedaan yang dapat kita rasakan dalam hidup, saya menemukan sebuah film yang mengangkat sebuah topik mengenai identitas ras. Telah mendapatkan Piala Oscar pada tahun 2019, film "Green Book" menyampaikan kisah rasisme seorang pianis berkulit hitam dengan baik Saya akan mencoba membahas bagaimana perlakuan yang diterima oleh Shierly sebagai kulit hitam di Amerika.
Sebelum terlalu dalam memasuki "Green Book", perilaku rasis ini dapat terjadi karena 2 aspek yang mempengaruhi yaitu sikap diskriminasi (pemisahan tempat tinggal, menjaga jarak pergaulan) dan prasangka yang ditujukan (biasanya berdasarkan kayakinan dan pengalaman seseorang) (Rachman,dkk, 2019: 97-98).
Film yang berdurasi 130 menit dan disutradari oleh Peter Farelly ini mengangkat kisah hidup Don Shierly (Mahershala Ali), seorang pianis dan Tony Vallelonga (Viggo Mortensen) seorang keturunan Italia-Amerika yang bekerja sebagai keamanan di sebuah klub malam. Film ini mengambil plot pada tahun 1960.Â
Ketika Shierly sedang mencari sopir untuk menemaninya dalam tur musik piano di beberapa kota di Amerika, ia bertemu dengan Tony yang ternyata melamar sebagai sopir. Tony diceritakan sebagai seorang yang cuek dan berlaku tidak beradab, serta rasis dengan orang yang berkulit hitam. Dapat dilihat dari adegan Tony membuang gelas yang dipakai oleh 2 orang tukang pipa kebetulan berkulit hitam.
Bahkan ketika Tony diterima sebagai sopir Shierly, ia berencana untuk menolak karena ia tidak mau menjadi "bawahan" dari seseorang yang berkulit hitam.
Dalam film ini, perjalanan Shierly sebagai pianis selalu mendapatkan apresiasi dan perlakuan baik dari tuan rumah yang kebetulan berkulit putih. Menurut saya, menjadi miris ketika Shierly memainkan perannya sebagai manusia biasa. Ia kerap mendapatkan perlakuan tidak adil dan mengalami perundungan bahkan oleh kaumnya sendiri.
Perundungan Shierly di Sebuah BarÂ
Tony mendapatkan kabar bahwa Shierly dipukul oleh beberapa orang berkulit putih. Saya dapat mengatakan hal tersebut tindakan rasis karena dapat dibuktikan melalui kalimat "siapa yang melepasnya dari kandang dan memakaikannya dasi juga". Orang berkulit putih memandang orang yang memiliki kulit hitam tidak pantas mengenakan setelan jas dan dasi dan minum di bar.
Tidak hanya oleh orang berkulit putih, Shierly juga dicemooh oleh kaumnya sendiri saat ia sedang bersantai di depan kamar hotelnya. "Ia takut pakaiannya kotor" kalimat terebut dilontrakan karena penampilan Shierly yang tidak menyerupai kaumnya sendiri.
Kaum Negro Dianggap Sama
Shierly kembali diperlakukan tidak adil. Tuan rumah menyediakan makanan yang dipercaya semua orang dari Afrika menyukainya, yaitu ayam goreng rumahan. Dikatakan tidak adil karena menggp semua negro memiliki kesukaan yang sama dan tidak ada hak untuk meminta.
Dilarang Memakai Fasilitas Umum
Saat selesai melakukan pertunjukkan di Raleight, Shierly hendak mencari toilet. Hal miris terjadi ketika pelayan rumah tersebut mengarahkan Shierly ke wc kecil dengan dinding kayu di belakang rumah. Terlihat bahwa kaum kulit hitam tidak pantas memakai fasilitas yang "normal" dan kalimat "aku tidak menerima keluhan" dari pelayan, menambah perlakuan tidak adil pada Shierly.
Kejadian lainnya adalah saat Shierly tidak boleh mecoba baju di sebuah toko jas. Menurut saya, ini merupakan perlakuan rasisme yang menyedihkan.
Jam Malam
Diceritakan terdapat jam malam yang berlaku bagi para kulit hitam. Apabila melewati jam tertentu dan polisi melihat seorang kulit hitam di luar rumah, maka akan ditahan karena dianggap mencurigakan. Shierly sudah 2 kali mengalami hal tersebut.
Masih banyak hal lain yang tidak  bisa saya sebutkan satu persatu. Seusai yang dikatakan oleh Rachman, dkk bahwa aspek diskriminasi seperti adanya perundungan pada Shierly dan dilarang memakai fasilitas umum dan juga aspek prasangka seperti menjamu Shierly dengan menu yang dianggap kesukaan semua orang kulit hitam.
Menurut saya, film ini sangat bagus untuk ditonton selain untuk mengetahui perlakuan rasisme terhadap orang berkulit hitam dan dapat dijadikan sebagai pelajaran kedepannya agar tidak berperilaku rasis. Salah satu dialog yang menurut saya cukup menampar adalah..Â
If I'm not black enough, not white enough, and not man enough, then tell me, Tony, what am I?
Pembaca yang setia, semoga tulisan saya dapat dipahami dengan baik dan tidak ada salahnya untuk mencoba menonton film ini. Happy watching!
Sumber:
Pratama, Daniel Surya Andi. 2016. Rasisme dalam Film Cadillac Records. Jurnal e-komunikasi Vol. 4(1)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H