Ia berprinsip: "Melalui belajar sambil bekerja, ikut kursus manajemen, itu bisa. Yang penting juga kita ketahui adalah common sense, logika, kalau kita punya logika maka ilmu kauangan pun bisa kita kuasai". Karirnya pada posisi direktur keuangan menggesernya beberapa tahun kemudian ke posisi direktur teknik di Wika.
"Selama 21 tahun di Wika saya pikir tidak akan berpindah. Pada suatu hari tahun 1998 saat krisis, saya dipanggil Pak Tanri Abeng, menteri BUMN kala itu". Frans Sunito dengan rekam jejaknya di Wika dianggap telah sukses mengembangkan Wika. Seminggu setelah panggilan Bapak Menteri, ia diberi amanat menjadi menjadi Direktur Pengembangan PT Jasa Marga.Â
Saat itu, Jasa Marga mengelola jalan tol dengan cara yang masih sangat konservatif. Bagi Frans, pekerjaan ini kurang menantang dibandingkan pekerjaannya di Wika. Tetapi karena jalan tol milik negara, ia kembali mengingat tekadnya untuk berguna bagi Indonesia. Frans menyebutkan tantangan di Jasa Marga adalah masalah politis.Â
Sebagai contoh nyata, di tahun 2006 ia ditunjuk sebagai direktur utama Jasa Marga; pada saat itu lumpur Lapindo meledak di Sidoarjo. "Saat itu saya dilapori jalan tol dibanjiri lumpur. Potongan jalan dari Surabaya ke Pasuruan; sebagian jalan tol dipasangi tanggul dan lumpur di kanan kiri kita ketika itu telah setinggi lima meter", Pak Frans harus mengambil keputusan yang mengutamakan keselamatan manusia. "Akhirnya saya perintahkan jalan itu ditutup.Â
Tentu terjadi masalah keributan dari berbagai pihak. Dan benar, satu minggu setelah itu tanggul roboh karena lumpur". Jalur jalan tol Sidoarjo adalah jalur ekonomi yang amat penting, tentu keputusan sebagai dirut tidaklah mudah apalagi warna politik kala itu sangat kental. Bagi Frans, keselamatan manusia adalah prinsip utama di jalan raya. Tak ada korban jiwa bila penutupan segera diambil, sebaliknya jika Frans kala itu bimbang, maka sangat mungkin hal terburuk bakal terjadi.
Transformasi pengelolaan jalan tol juga dilakukan oleh Frans Sunito. Perubahan sistem pembayaran dalam bentuk elektronik tentu memberikan beragam tantangan di lapangan. Tetapi Pak Frans berprinsip transformasi perlu tetap dijalankan: "Jangan ditunda, perlu dicoba", ujarnya.
Tahun 2012, Frans Sunito memasuki usia pensiun dari Jasa Marga. Setahun sebelum itu, CEO Jaya Group Bapak Tisna Muliadi memintanya agar bergabung sebagai bagian dari Jaya Group. Pada mulanya Frans Sunito diminta sebagai komisaris PT Jaya Ancol.Â
Kemudian selanjutnya ia diminta mengelola Jaya Toll Develoment (JTD) sampai jalan tol seksi pertama Polo Gebang -- Kelapa Gading selesai diresmikan tahun 2021. Selesainya jalan tol Seksi A ini menjadi legacy seorang Frans Sunito. Kemudian ia pensiun dari JTD tanggal 30 September 2021 dan sehari setelah itu mengabdikan diri sebagai Presiden Universitas Pembangunan Jaya.
Sangat lengkaplah perjalanan seorang Frans Sunito. Pada usia senior dengan segudang pengalaman, pemikiran, dan jejaring; ia kembali ke jejak semulanya: pendidikan tinggi.Â
Semoga seluruh jejak langkahnya membawa dampak substansial bagi pengembangan pendidikan tinggi. Semoga rekam karyanya menjadi dorongan maju yang kuat bagi warga akademik termasuk para muda Indonesia. Tekadnya ketika mengawali jabatan terbarunya ini: "Menjadi jembatan kolaborator antara universitas dengan dunia bisnis dan industri bagi perkembangan mahasiswa dan universitas". Selamat melengkapi karya dan kisah Anda, Bapak Frans Sunito!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H