Dulu, waktu saya mengambil mata kuliah Sosiologi Keluarga, ada tugas penelitian kelompok. Ide saya (judul di atas) kalah sama isu yang booming banget waktu itu "perceraian". Padahal sebenarnya "perceraian" tampak menjadi isu abadi. Sampai saat ini pun, keluarga- keluarga di negara ini masih bergulat untuk menjauhi atau mengatasi "perceraian".
Saya, teringat hal ini, karena kemarin saya mengobrol dengan teman-teman saya. Mereka adalah pasangan dari Jerman, dan tertarik mendengar saya saat berkata " I am a half of Javanesse and a half of Bataknesse". Dan saya dilanda keanehan dalam hati yang berkepanjangan_hingga saya putuskan untuk menulis ini disini, siapa tahu keanehan ini berkurang_ saat mereka bertanya " so which one that defines your self?", karena dengan yakinnya saya berkata " I dont know..."
Saat kami membicarakan hal yang sepele tidak sepele ini, kami mendapati kenyataan bahwa penikahan yang sama budaya saja menghasilkan masalah yang cukup kompleks apa lagi yang berbeda budaya. Ingatan saya kembali ke masa kuliah dulu. Saya merasa agak rumit dengan identitas saya. Saya kadang merasa Jawa dan kadang merasa sebagai orang Batak di waktu lainnya. Padahal karakter keduanya sangat berbeda. Kadang saya meledak-ledak, kadang saya sungkan. Aneh lah rasanya. Dan saya menemukan kondisi ini terjadi juga dengan beberapa teman saya, ada yang lahir dari pernikahan Jawa- Cina, ada yang Batak - Jawa, Cina-Batak.
Salah satu keunikan manusia adalah, dia pembawa gen dari pendahulunya. Gen tidak hanya menurunkan ciri-ciri fisik, namun  juga hal- hal yang sifatnya emosional seperti karakter dan sifat. Hal-hal yang dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya serta adat- istiadat di sekitar manusia tersebut hidup. Itu menjelaskan kenapa ayah saya yang Jawa berbeda banget dengan ibu saya yang Batak _masih heran, kok bisa ya mereka menikah :) _ dan penggabungan mereka menghasilkan saya yang kebingungan mendefinisikan diri.
Saya ingat, waktu kumpul- kumpul dengan keluarga ibu, mereka bilang " kamu tuh orang Jawa sih..."_misalnya saat saya sungkan minta uang sama Tulang siapa......saya lupa, yang notabene saya gak kenal_ dan mendapat kalimat yang sama saat bersama- sama dengan keluarga ayah "dasar orang Batak, kamu itu..."_saat saya ceplas-ceplos waktu ngomong ke simbah saya_
Sampai sebesar ini, saya merasa ini masih masalah, kadang. Di pekerjaan pun, boss saya pernah berkata "saya tidak akan khawatir mengirim Anda ke mana saja, orang Batak suka bertualang kan?", haloooooo ....saya cuman separoh Batak, pak boss...selebihnya lagi saya permpuan Jawa, hahahahaha.
Kapan- kapan di sambung lagi ah, atau teman-teman mau menyumbang isi di tulisan ini, karena senasib dengan saya "anak campuran budaya" hehehehe, salam :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H