Feminisme telah  menjadi isu penting di dalam kajian dan studi kultural. Sejak hadirnya gerakan feminisme tahun 1960-an, sampai saat ini feminisme tetap menjadi isu yang krusial (Ryan, 2012).
Namun, saat ini adalah era baru bagi kaum feminis, di mana mereka tidak lagi di posisi sekunder dari laki-laki.
Sudah banyak perempuan yang berhasil menjadi pemegang kekuasaan dalam sebuah profesi.
Era ini juga terus ditampilkan dalam sebuah film yang mengusung tema tentang feminisme.
Perempuan pemimpin, tangguh, berani, pekerja keras, dan lain sebagainya representasikan dalam sebuah film.
Seperti pada film Charlie's Angels (2019). Bagaimana film Charlie's Angels merepresentasikan perempuan?
Feminisme
Feminisme hadir akibat banyaknya perlakuan yang tidak pantas dijatuhkan pada kaum perempuan zaman dulu.
Perempuan adalah objek yang tidak memiliki kekuasaan dan dikendalikan oleh laki-laki (Ryan, 2012).
Perempuan sering kali hanya digambarkan dengan negatif dan menerima perlakuan kekerasan dari laki-laki untuk dikendalikan.
Namun, semakin ke sini, perempuan semakin terlihat di posisi yang sesungguhnya. Status sosial perempuan di masyarakat sudah mencapai kesetaraan, walaupun belum merata.
Gerakan feminisme "kesetaraan gender" tampak berhasil membuat perempuan mendapatkan hak-haknya.
Perempuan bukan lagi yang tergambarkan dengan lemah, tidak berdaya, pelayan laki-laki, hanya pekerja dapur, dan lain sebagainya.
Namun, saat ini perempuan juga merupakan pemimpin, bisa memilih apa yang layak bagi dirinya, menggapai mimpi, dicintai laki-laki, dan sebagainya.
Para Angels dari Charlie's Angels
Gerakan feminisme didukung dengan perkembangan teknologi. Banyak media yang bisa digunakan untuk menggalakkan kesetaraan gender bagi perempuan.
Salah satunya dengan film, di mana banyak sekali film-film yang membawa pesan terkait feminisme.
Termasuk film Charlie's Angel (2019), yang menceritakan kisah tim pejuang yang diisi tiga orang perempuan.
Film Charlie's Angels yang rilis tahun 2019 ini merupakan versi reboot dari film Charlie's Angels tahun 2000-an.
Pemeran utamanya adalah tim Angels yang paling tangguh, terdiri dari tiga orang perempuan.
Ada Kristen Stewart sebagai Sabina Wilson, Naomi Scott sebagai Elena Houghlin, dan Ella Balinska sebagai Jane Kano.
Mari kita lihat bagaimana film Charlie's Angels ini merepresentasikan feminisme melalui ketiga agen perempuan tersebut.
Aksi
Film Charlie's Angels yang bergenre action, namun pemeran utamanya adalah perempuan sudah menggambarkan maksud dari film ini.
Film dengan genre action umumnya berisi adegan-adegan aksi seperti perkelahian, bela diri, dan lain sebagainya.
Umumnya perkelahian adalah kata yang menggambarkan laki-laki, karena ciri laki-laki yang maskulin, perkasa atau pejuang.
Namun, pada film ini yang melakukan aktivitas perkelahian adalah para perempuan, yang disebut sebagai "The Angels."
Sehingga, dapat kita tangkap di mana film ini ingin menggambarkan bahwa perempuan juga memiliki kekuatan dan tangguh.
Walaupun kekuatan dan ketangguhan yang dimiliki umumnya untuk diri mereka sendiri, seperti melindungi diri atau untuk bertahan hidup.
Cerdas
"The Angels" adalah agen mata-mata perempuan yang dipilih oleh seorang laki-laki misterius bernama Charlie untuk menyelesaikan misi dari klien mereka.
Angels yang dipilih adalah perempuan-perempuan yang cerdas, berani, dan terlatih dari berbagai negara.
Film ini kemudian ingin mengangkat poin bahwa, perempuan juga cerdas sehingga bebas memilih profesi apapun yang mereka kehendaki.
Hal ini masih sangat terasi di kehidupan sehari-hari kita, terutama di Indonesia. Masih banyak orang tua yang kental dengan adat tidak membebaskan anak perempuannya untuk bersekolah.
Rata-rata adat di Indonesia memandang anak perempuan nantinya hanya akan mengurus anak laki-laki orang, yaitu suaminya dan anaknya.
Namun, film Charlie's Angels menggambarkan kebalikan dari pandangan tersebut.
Bebas Berekspresi
"The Angels" terdiri dari tiga agen yang semuanya adalah perempuan. Mereka masing-masing memiliki ciri dan karakter yang berbeda-beda.
Jane (Ella Balinska) mantan agen yang dingin namun seksi, Sabina (Kristen Stewart) dengan sikap liar dan urakan, serta Elena (Naomi Scott) yang jenius IT namun kikuk dan canggung.
Hal ini kembali membantah pandangan bahwa "perempuan itu harus bermartabat, sopan, anggun, dan sebagainya."
Padahal, perempuan berhak memilih karakter mereka sendiri dengan bebas.
Itulah poin-poin penggambaran feminisme di dalam film Charlie's Angels. Dari ketiga poin tersebut, dapat disimpulkan bahwa perempuan berhak memilih jalannya sendiri.
Seperti yang digambarkan "The Angels" yang mematahkan pandangan-pandangan negatif menjadi perempuan.
Referensi:
Ryan, Michael. 2012. An Introduction to Criticism. UK: Willey-Blackwell.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H