Rempang Eco City adalah proyek strategis nasional tahun 2023 yang tercantum pada Keputusan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Tahun 2007 Nomor 7 yang diresmikan pada 28 Agustus kemarin.
Proyek Rempang Eco City yang akan di kelola oleh PT Makmur Elok Graha ini nantinya akan membuat pengembangan industri,perdagangan,juga sampai pariwisata terintegrasi,proyek Rempang Eco City ini mengharapkan dapat meningkatkan daya saing Batam dengan Singapura dan Malaysia.
PT Makmur Elok Graha ini mendapatkan perintah untuk dapat menarik investor asing dan lokal dalam proses pengembangannya,target yang harus dicapai dalam investasi ini mencapai Rp 381 triliun dan dapat mempekerjakan 306 ribu tenaga kerja sampai tahun 2080,proyek ini memerlukan alokasi lahan untuk perusahaan yang mencapai 17 ribu hektare tanah yang mencangkup Pulau Rempang dan Pulau Subang Mas.
PT Makmur Elok Graha adalah anak perusahaan dari Grup Artha Graha milik Tomy Winata seorang taipan.Buku terbitan Pusat Data Dan Analisis Tempo berjudul Jejak Bisnis di setiap Pemerintahan menuliskan kesepakatan kerjasama antara pemerintah kota Batam,Badan Otoritas Batam dan juga Makmur Elok Graha yang mana kesepakatan tersebut ditandatangani pada 26 Agustus 2004.
Kesepakatan kerjasama tersebut berisikan bahwa Makmur Elok Graha mempunyai hak isimewa dalam mengelola dan mengembangkan kawasan pariwisata terpadu di Pulau Rembang,ada seluas 16.583 hektare Pulau Rembang yang didapatkan hak guna bangunannya oleh Makmur Elok Graha,bukan hanya itu kawasan Pulau Setoko dan Pulau Galang bersekitar 300 hektare juga dijadikan kawasan penyangga proyek ini.
Hak guna bangunan yang didapatkan Makmur Elok Graha berlaku selama 30 tahun dan bisa diperpanjang sampai 20 tahun lalu diperbaruhi lagi 30 tahun kemudian,ada 80 tahun jika ditotalkan.Dalam kesepakatan tersebut pemerintah Batam menjamin tidak akan memberikan izin kawasan wisata baru kepada pihak lain,walaupun jika pemerintah Batam berganti namun tidak akan ada perubahan kebijakan.
Pembangunan proyek Rempang Eco City menimbulkan bentrokan antara masyarakat rempang dengan petugas yang bergabung dari polisi,TNI,Ditpam badan pemerintah Batam juga Satpol PP,saat proses mengukur lahan untuk mengembangkan kawasan oleh badan pemerintah Batam.
Suasana memanas saat tim gabungan datang ke tempat itu dan berhadapan dengan masyarakat demonstrasi yang menentang pengembangan kawasan ini.Kericuan memuncak antara masyarakat dengan tim gabungan karena adanya tembakan gas air mata yang dilakukan oleh tim gabungan,karena tembakan gas air mata situasi menjadi ricuh dan banyak masyarakat yang saling dorong dan berlarian menyelamatkan diri,ada beberapa siswa sekolah yang menjadi korban lemparan gas air mata ini karena menghirup gas air mata yang terbawa angin karena jarak sekolah dengan tempat kerincuhan tidak jauh.
Masyarakat adat 16 kampung tua di Pulau Rempang menentang relokasi karena pembangunan Rempang Eco City ini,menurut mereka kampung-kampung yang menjadi tempat pembangunan mempunyai historis dan kultural yang sangat dalam bagi mereka bahkan sebelum kemerdekaan.Masyarakat tidak menentang pembangunan ini namun mereka menentang adanya relokasi kepada mereka,mereka tidak menentang asalkan kampung-kampung lama tidak disentuh proyek pembangunan ini.
Proyek Rempang Eco City yang bergerak dalam kepariwisataan akan baik jika melibatkan penduduk pemilik tanah Kampung Tua dalam proyek pengembangan wilayah itu secara langsung bukan dengan cara relokasi karena posisi mereka dengan penduduk Pulau Rempang yang melakukan pendudukan atas perkebunan HGU berbeda.
Dalam memahami permasalahan kasus Rempang ini kita harus melihat sejarah awal terlebih dahulu.