PMM Modul Nusantara Ananta Abhinaya memperoleh banyak informasi mengenai Kampung Adat ini. Kang Rey dan Kang Tri sebagai pembicara dalam sesi dialog pada saat kunjungan tersebut bercerita bahwa dikampung adat Cirendeu ini masih memegang teguh nilai-nilai tradisi yang diwariskan oleh leluhur mereka. Nah apa saja sih yang ada di kampung Cirendeu? Dimana di Kampung Cirendeu ini masih ada beberapa upacara adat besar yang sampai sekarang ini masih dilestarikan oleh Kampung Cirendeu Yaitu upacara adat Tutup Taun Ngemban Taun dan ada juga upacara adat Pernikahan, Kelahiran, dan kematian masih dilakukan dengan upacara adat tradisional yang diwariskan oleh leluhur Kampung adat Cirendeu.
Dan Dikampung adat Cirendeu ini juga terdapat hutan yang sangat dikenal yaitu Hutan Baladahan, Hutan Tutupan, dan Hutan Larangan. Dimana hutan larangan ini adalah hutan yang sangat sakral dan tidak bisa dikunjungi oleh sembarang orang.
Kang Rey dan Kang Trii mengatakan sejak tahun 1918 masyarakat Cireundeu tidak pernah mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya. Melainkan makanan utama yang dikonsumsi adalah singkong. Masyarakat setempat menyebutnya ‘rasi’. Sebenarnya rasi hampir sama dengan nasi biasa, hanya saja terbuat dari singkong dimana tujuan nya adalah untuk kemerdekaan lahir dan batin. Hal ini disebabkan pada zaman dahulu di desa kampung adat Cirendeu terjadi krisis pangan padi sehingga masyarakat berinsiatif untuk mengonsumsi Nasi Singkon untuk ketahanan diri.
Kampung Adat Cirendeu juga memegang falsafah dari leluhur yaitu:
"Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat.”
“Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat.”
Masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaannya, kebudayaan serta adat istiadat mereka, hingga sampai saat ini Masyarakat Kampung Adat Cirenddeu memeluk dan memegang kepercayaan Sunda Wiwitan. Mereka memiliki prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman” arti kata dari “Ngindung Ka Waktu” ialah kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing. Sedangkan “Mibapa Ka Jaman” memiliki arti masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikutinya seperti adanya teknologi, televisi, alat komunikasi berupa hand phone, dan penerangan.
Setelah Sesi dialog dengan Akang Kampung adat Cirendeu kami diajak untuk menjelajah atau mengenal hutan atau Leweung Baladahan tanpa alas kaki. Dan sebelum Puncak Salam desa Cirendeu Kami melakukan meditasi sebagai salam dan ucapan syukur kepada alam kampung adat Cirendeu. Serta dari Puncak Salam 903MDPL kita dapat memandang Kota Bandung.
Kegiatan Kebhinekaan PMM Kelompok 2 Modul Nusantara Ananta Abhinaya yang selanjutnya lakukan adalah kelompok diberi kesempatan untuk memilih kegiatan yang akan dilakukan seperti memainkan alat musik Angklung Buncis, melakukan proses pembuatan janur dan Pembuatan Rasi Singkong. Kegiatan yang saya pilih adalah memainkan Alat musik angklung Buncis dimana alat musik ini sudah mendunia dan merupakan alat musik yang sangat berharga dan terdapat dalam mata uang negara Indonesia sebagai wujud penghargaan bagi Alat musik Angklung.
Sekianlah Cerita Modul Nusantara Kelompok 2 Anantha Abhinaya Di Kampung Adat Cirendeu Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H