Mohon tunggu...
Elisabet Sari
Elisabet Sari Mohon Tunggu... Guru - Bagaimana aku memandang dari kaca mataku?

Kebebasan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Membelah Pedesaan Baduy

27 Juli 2022   20:59 Diperbarui: 27 Juli 2022   21:11 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melawan Ketakutan yang Belum Terjadi

Situasi baru, acap kali membuat ketidaknyamanan dan kekhawatiran. Takut tidak diterima dan tidak dapat menyesuaikan dengan keadaan adalah faktor utama. Belum berangkat tetapi sudah dipusingkan dengan pikiran itu.

H-3...aku baru yakin untuk mengikuti trip Baduy luar dan Baduy dalam. Beberapa sahabat aku ajak berdiskusi tentang niat untuk melakukan perjalanan sendiri. Mereka mengatakan "Ayo kamu bisa yuk. Katakutanmu belum tentu terjadi". Ada juga yang mengatakan "Kamu sesuku kan ...hahaha" dengan candaan. Setelah meyakinkan diri aku berangkat ke Baduy pada tanggal 28 Mei sampai 29 Mei 2022. Aku menikmati perjalananku selama dua hari satu malam di sana.

Doc: Wisuba Trip

Perjalanan yang Tidak Benar-Benar Sendiri

Perjalanan sendiri? Ternyata tidak benar-benar sendiri. Konsep awal perjalanan sendiri, runtuh oleh pemahaman sendiri. Perjalanan ke Baduy membawaku pada pemahaman "kamu tidak sendirian". Aku menyadari bahwa ada teman seperjalanan yang menemaniku.

img-20220529-wa0087-62e0d9b2a51c6f22c4552a42.jpg
img-20220529-wa0087-62e0d9b2a51c6f22c4552a42.jpg

Doc: Wisuba Trip
Terlihat banyaknya teman seperjalanan di sini. Peserta trip sejumlah 15 orang, 1 orang tour guide, dan 7 orang suku Baduy dalam. Kami tergabung dalam grup dua dari total empat grup yang berangkat tanggal itu.

Mungil, Muat Banyak

Lumbung padi (leuit) difungsikan sebagai tempat penyimpanan padi ladang. Tenang saja, meski disimpan di tempat tradisional seperti ini, jauh dari kerusakan dan serangan hama (tikus dan serangga). Bentuk leuit pun cukup tinggi, beratapkan daun, dan penyangga kayu.

Berbeda dengan padi sawah pada umumnya, pedesaan Baduy dipenuhi ladang yang membentang. Karakteristik tumbuhan padinya pun berbeda dari padi sawah. Masa tanan sampai masa panen pun terbilang cukup lama, yakni sekitar tiga bulan.

20220528-151724-62e141c03555e42bc65b7e92.jpg
20220528-151724-62e141c03555e42bc65b7e92.jpg

Doc: Pribadi -menganyam atap-
Kekayaan yang Sama

Rumah yang sama dari setiap keluarga dari segi bentuk dan bahan bangunan. Siapa pun yang melihatnya tentu merasa unik dan sulit mencari perbedaan. Tidak adil rasanya jika menyebutnya rumah sederhana. Kita sebut sebagai rumah tradisional yang memang asli dari suku Baduy.

Bagi masyarakat suku Baduy kekayaan yang sesungguhnya adalah hati yang luas. Bukan dinilai seberapa banyak uang yang dimiliki. Bahkan, menyandingkan dengan pakaian atau rumah yang dimiliki rasanya tidak tepat. Melalui perjumpaan dua hari, aku merasa memang kekayaan terbesar yang dimiliki suku Baduy terletak pada hati masyarakatnya. Tulus dan tidak pernah mendapati mereka menaruh rasa curiga terhadap orang baru.

Spirituality Journey

img-20220529-wa0093-62e143663555e47c4c31db12.jpg
img-20220529-wa0093-62e143663555e47c4c31db12.jpg

Doc: PribadiTotal desa yang grup kami lewati 5 desa di Baduy luar dan Baduy dalam. Kami start pukul 14.00 WIB dan mengakhiri perjalanan berangkat pukul 19.00 WIB. Aku tidak membayangkan menempuh perjalanan selama lima jam. Aku mengawali denga napas berat dan berjalan paling akhir. Teman seperjalananku melihatku begitu kelelahan menyarankan menghebuskan napas melalui mulut.

Aku berusaha menikmati perjalanan dengan meresapi apa yang aku lihat dan dengar. Terasa menyenangkan ketika aku tidak lagi terfokus pada pemikiran “sepertinya aku tidak akan mampu”. Berjalan dari yang terbelakang menjadi di tengah rombongan. Aku berusaha menyapa masyarakat suku Baduy luar dengan senyuman. Aku ditemani Kang Aldi (salah satu masyarakat suku Baduy dalam) untuk berbincang-bincang seputar Baduy.

Dua jalur tersulit yang aku lalui ketika melewati dua desa terakhir untuk menuju Baduy dalam. Dua desa ini memiliki karakteristik medan berbukit terjal. Aku hanya bisa melihat kiri dan kanan adalah jurang. Jalan yang aku lewati hanya bisa memberi ruang untuk dua kakiku. Teman-temanku ada yang di depan dan di belakang. Mereka terlampau jauh dariku. 

Pertengahan perjalanan melewati bukit itu aku berhenti sejenak. Aku berteriak “Tuhan aku tidak sanggup,”. Aku merengek dan mengeraskan hembusan napasku. Salah satu teman seperjalanaku, yakni salah satu masyarakat suku Baduy dalam yang menemaniku di belakang. Ia mengatakan “Ayo kak bisa, tinggal bukit ini.”

Seketika ada dorongan yang luar biasa untuk melangkahkan kaki yang sudah tak bertenaga karena sudah menempuh empat jam berjalan. Puncak bukit menjadi saksi bisa melawan ketidakyakinan dalam diriku. Aku membuktikan aku bisa dengan berjuang lebih keras lagi.

Kesan Terisolasi, Bukan Berarti Jauh dari Peradaban

dsc00272-jpg-62e1439e08a8b535381489e2.jpg
dsc00272-jpg-62e1439e08a8b535381489e2.jpg

Doc: Wisuba TripSuku Baduy luar yang sudah menerima pengaruh modernisasi arus perkembangan zaman. Seperti gaya hidup dan pengaruh teknologi yang sudah memengaruhi kehidupan sehari-hari. Aku bisa mendokumentasikan seluruh kegiatan dan panorama alam hanya di Baduy luar. Setelah aku memasuki pedesaan Baduy dalam, aku tidak lagi menggunakan handphone untuk mendokumentasikan segala hal yang aku lihat. Aku dapat mendeskripsikan bahwa kecantikan alam desa Baduy dalam jauh lebih menyihir mata, hati, dan menyentuh perasaan.

Menuju pukul 18.00 WIB aku hanya ditemani oleh salah seorang teman perempuan. Kami cukup kesulitan dalam melihat karena tidak membawa seter penerangan. Sedangkan teman-teman kami jauh di depan dan di belakang.  Kesan magis terasa dan merasuk dalam diri kami. Kami merasakan ketenangan yang amat dalam. Fokus melewati jalan yang berlumpur dan diiringi suara burung di atas kepala.

Bertumpu dengan alas kaki yang salah satunya sudah rusak satu sisinya karena banyak melewati jalan berlumpur. Aku berusaha menahan kaki yang sakit sekali. Kami mulai lega ketika mendapati mata air yang mengalir dan terlihat sebuah desa. Ya… aku sudah sampai di suku Baduy dalam.

Tanpa penerangan aku membasuh wajah dan anggota tubuhku di sungai. Rasanya segar dan menyenangkan sejenak bermain air di malam hari sekitar pukul 19.00 WIB. Suku Baduy dalam tidak menggunakan sabun untuk membersihkan diri. Oleh karena itu, aku tidak mempergunakan selama di sana.

Sekitar pukul 21.00 WIB kami semua makan malam dengan sajian sayur lodeh dan lauk tempe goreng berpadu dengan sambal yang menambah kenikmatan. Selesai makan malam dilanjutkan dengan diskusi. Kami dapat bertanya apa pun tentang suku Baduy. Pukul 23.00 WIB kami semua terlelap, sambil merintih kesakitan akibat kaki yang sakit. Keesokan harinya, setelah kami selesai sarapan, kami melanjutkan perjalanan pulang sekitar pukul 08.30 WIB.

Walau suku Baduy dalam jauh dari pengaruh teknologi dan peradaban modern. Pola pikir masyarakat Baduy dalam lebih maju dan berkarakter. Kesederhanaan dan moralitas yang terah membuat mereka memiliki nilai luhur.

Aku pikir ini adalah perjalanan yang tidak ada ruginya, walaupun fisik terkuras karena tracking yang menantang. Perjalanan ini menyatu dengan diri sendiri dan lebih mengenal diri. Selain itu, perjalanan ini sebagai belajar nilai sosial budaya salah satu suku di Indonesia. Penasaran, silakan bisa berkunjung ke Baduy!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun